Kamis, 19 November 2009

Pembelajaran Hidup dari Guru-Guru Desa di Aceh

(sebuah cerita)

Kemarin adalah hari pertama Workshop Teaching Media bagi guru-guru SMP yang dilaksanakan di WTC, Women Training Center, milik CCDE Banda Aceh. Ini adalah rangkaian kedua dari seri Teaching Media setelah tiga hari sebelumnya saya memberikan pelatihan dengan judul sama bagi guru2 SD di Aceh.

Seperti biasa, saya memulainya dengan perkenalan. Guru2 saya minta berdiri membuat lingkaran dan saya memulai mengenalkan diri. Selain mengenalkan diri, saya mewajibkan guru untuk bercerita tentang pengalaman pertama mengajar mereka, sehingga mereka bisa mengenang kembali masa-masa mereka pertama mengajar. Kemudian saya akan melempar bola ke salah satu peserta, mengenalkan diri, dan begitu seterusnya. Tiba giliran seorang ibu guru bernama Ibu Res. Beliau ternyata telah mengajar lebih dari 25 tahun! Wah, hebaaattt... Ibu Res bercerita bahwa ketika beliau mulai mengajar adalah di suatu desa (saya lupa namanya) yang menjadi awal peperangan GAM dengan TNI. Beliau bercerita, ketika itu baik TNI maupun pasukan GAM tidak pandang bulu. Mereka menyerang, masuk ke sekolah2 ketika anak2 sedang belajar, bahkan ada yang menghadapi ujian seperti sekolah Ibu Res saat itu. Dengan berapi-api Ibu Res menceritakan bagaimana ia melawan tentara yang masuk dengan paksa dan berusaha menyelamatkan anak2 dengan membawa mereka keluar dari sekolah mengungsi ke gunung-gunung. Dengan berani, Ibu Res membawa murid2nya pergi dengan "labi-labi" semacam angkutan umum, seperti angkot di daerah Bogor. Menurut Bu Res, labi2 ketika itu penuh dengan orang bersenjata.

Satu hal yang saya salut dari Ibu Res adalah, kebesaran jiwanya yang berusaha menyelamatkan murid2nya dengan berani. Sewaktu saya menanyakan kepada beliau bagaimana perasaan beliau ketika itu, beliau menjawab seperti ini, "Entah mengapa, tidak ada rasa segan, takut, atau ciut hati ketika saya menghadapi orang2 bersenjata itu yang masuk ke kelas saya. Yang ada di kepala saya adalah bagaimana saya harus menyelamatkan murid2 dari orang2 kejam yang tak kenal welas asih. Mereka menyiksa salah satu guru kami di depan anak2 karena guru kami itu dicurigai sebagai orang GAM. Satu hal yang ada di kepala saya, anak2 harus pergi dari situ. Saat itu tidak ada rasa takut sedikit pun. Namun, satu minggu setelah kami pergi mengungsi, saya menjadi trauma akan peristiwa itu..."

Wah, hebat ya Ibu Res. Saya tidak bisa membayangkan diri saya seandainya saya menghadapi hal itu...

Salam,
Guru di Aceh
Nina