Selasa, 17 November 2009

Deduksi dan Induksi

Alex Khoe menulis di Super Koran:

Akhirnya saya menambahkan satu tujuan yang lebih tinggi lagi yaitu mengajarkan berpikir deduktif. Dalam dunia dewasa ini, kemampuan untuk berpikir secara logis dan kreatif sangat diperlukan untuk mengembangkan kebudayaan yang sehat dan kondusif
secara keseluruhan bagi peradaban umat manusia.

Mengapa Alex Khoe tidak menyinggung berpikir induktif?

Matematika lama atau pre-Newtonian memang sebuah olah pikir deduktif yang indah. Bermula dari aksioma berupa kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Dari situ
disusun dalil-1 yang dikembangkan menjadi dalil-2 dst tali temali secara logis menjadi dalil-n. Berpikir logis deduktif kita dapat ketika kita memecahkan soal
aljabar, planimetri, stereometri dan goniometri. Indah memang. Tapi kreatif? Tunggu dulu.

Berpikir deduktif punya ruang terbatas bagi perkembangan ilmu2 alam dan ilmu2 sosial. Ilmu2 itu pesat perkembangannya setelah Newton melahirkan induksi lengkap. Memang differensial integral diajarkan disekolah setelah berpikir deduktif mantap
benar.

Logika deduktif cara Euclidian bukan satu2nya cara berpikir benar. Pengetahuan empiris berkembang pesat berkat metode induksi yang dimulai oleh Newton.

Berpikir deduktif bermula dari kebenaran umum menuju kebenaran spesifik. Boleh juga disebut metode 'top-down'. Disini kita mulai dari teori tentang suatu topik tertentu. Kemudian kita persempit menjadi hipotesa lebih spesifik yang harus kita uji tentang kebenarannya. Kemudian kita lebih persempit lagi sambil mengumpulkan pengamatan yang relevant untuk hipotesa tadi. Ujungnya kita dapat menguji hipotesa
tadi berdasarkan data spesifik, yang membenarkan atau menyanggah teori awal kita tadi.

Berpikir induktif adalah kebalikannya, berangkat dari pengamatan kecil2 menuju generalisasi lebih umum dan ujungnya teori. Sebutlah ini berpikir bottom-up. Dengan kata lain, disini kita mulai dari pengamatan atau pengukuran khusus, sambil kita lihat ada tidaknya pola tertentu, lalu kita susun hipotesa sementara dan ujungnya kita peroleh kesimpulan umum atau teori baru.

Memang dalam praktek, ketika sedang melakukan riset baik riset IPA atau riset sosial, kita memakai metode pikir deduktif sekaligus induktif. Pola pikir induktif lebih leluasa, lebih kreatif. Sedang pola pikir deduktif lebih mengungkung, tapi berguna untuk menguji dan mengkonfirmasi hipotesa yang kita bikin. Umumnya riset ilmu sosial melibatkan pola pikir induktif dan deduktif. Hanya dengan pola pikir induktif kita dapat membuat teori yang sebelumnya tidak ada. Sedang dengan pola pikir deduktif tidak akan ada teori baru. Itu sebabnya salah satu syarat dissertasi S-3 harus ada teori baru yang dikemukakan.

Yang jelas matematika yang digeluti anak sekolah sekarang saya yakin lebih maju daripada jaman saya dulu. Dulu binomium Newton baru diajarkan di kelas 2 SMA. Ada baiknya pola pikir induktif dikenalkan pada anak didik lebih awal.

Salam,
RM