Rabu, 02 November 2011

Nikmatnya Koruptor di Negeri yg Korup

SUNGGUH nikmat menjadi koruptor di Indonesia. Nikmat karena, setelah mengeruk uang negara, koruptor justru mendapat berbagai fasilitas.

Kenikmatan pertama tentu saja koruptor bergelimang duit. Dia menjadi kaya raya hingga tujuh keturunan karena menilap duit negara.

Jika perbuatan para koruptor terbongkar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, polisi, atau kejaksaan, mereka tak perlu terlalu khawatir. Toh, negara melalui mekanisme hukum telah menyiapkan banyak kenikmatan dan fasilitas lain.

Setelah divonis penjara sekian tahun, terpidana korupsi masih bisa memanfaatkan mekanisme peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Melalui PK, terpidana korupsi bisa menikmati diskon masa tahanan.

Artalyta Suryani, terpidana penyuap mantan jaksa Urip Tri Gunawan, misalnya, menikmati korting hukuman dari lima tahun penjara menjadi empat tahun enam bulan penjara dari MA yang menyidangkan PK-nya.

Di penjara, para koruptor mendapat perlakuan istimewa. Hanya dengan sedikit main mata dengan petugas lembaga pemasyarakatan, mereka bisa menikmati kamar tahanan dengan fasilitas komplet bak hotel berbintang.

Sudah menjadi rahasia umum, mereka sesekali bisa cuti keluar tahanan menikmati udara bebas.

Jika berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa hukuman, koruptor bisa menikmati remisi di hari kemerdekaan. Di HUT kemerdekaan 17 Agustus 2010, sebanyak 341 dari 778 terpidana korupsi mendapat kado remisi.

Para terpidana korupsi juga bisa mendapat tambahan remisi di hari raya keagamaan. Siap-siap saja, di Hari Raya Idul Fitri nanti, tersiar berita sejumlah terpidana korupsi memperoleh parsel Lebaran berupa pengurangan masa hukuman.

Selain mendapat remisi yang sifatnya umum tadi, para terpidana korupsi masih bisa mendapat remisi tambahan. Kalau rajin donor darah empat kali setahun, menjadi ketua kelompok atau pemuka napi, terpidana korupsi bisa memperoleh tambahan remisi satu bulan sepuluh hari.

Begitu banyaknya kenikmatan remisi, para koruptor walhasil hanya menjalani sepersekian tahun hukuman. Begitu bebas, mereka masih bisa menikmati duit sisa korupsi yang telah dipotong buat membayar denda dan menyogok petugas.

Terpidana korupsi sekarang bisa juga mendapat grasi alias pengampunan. Itu kalau kita berkaca dari kasus pemberian grasi kepada terpidana korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum kita, Presiden mengampuni koruptor.

Banyaknya kenikmatan atau fasilitas buat koruptor tentu saja hanya bisa terjadi di negara yang korup pula. Atas nama hukum, negara korup berbaik hati memberi berbagai fasilitas dan kenikmatan kepada koruptor.

Salam
Mohammad Ihsan

Nenek 83 Tahun Jadi Doktor Unpad

Semangat perempuan ini patut ditiru. Meski usianya telah menginjak 83 tahun dan harus menempuh perjalanan jauh dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Bandung, Siti Maryam Salahuddin berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Gelar tersebut diraihnya pada bidang ilmu Filologi Fakultas Sastra Unpad. Dengan demikian, Maryam merupakan peraih gelar doktor tertua di Unpad.

Sejak menempuh studi pascasarjana pada 2007 lalu, Maryam mengaku tidak menemui kesulitan dan hambatan. Dia hanya sering merasa kelelahan karena perjalanan jauh yang harus ditempuhnya untuk berkuliah. Namun demikian, putri ke-6 Sultan Bima, Muhammad Solahuddin, ini mengaku, menuntut ilmu merupakan suatu kebutuhan apabila ingin maju dan mengikuti tuntuan zaman.

“Saya terus menuntut ilmu karena ingin mencapai pengetahuan yang setinggi-tingginya dan sebanyak-banyaknya. Ilmu pengetahuan itu tidak terbatas. Kebutuhan zaman sekarang menuntut kita harus memperoleh ilmu seluas-luasnya,” tutur Maryam seperti dinukil dari situs Unpad, Sabtu (21/8/2010).

Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah lama (kuno). Maryam mengambil bidang studi filologi karena dia menyimpan naskah-naskah kuno dari orangtuanya. "Naskah-naskah itu sekarang menjadi topik pembicaraan dari banyak pihak. Naskah itu dianggap sumber informasi dari nilai-nilai kehidupan di masa lampau yang kita harus kaji melalui ilmu Filologi,” jelas wanita kelahiran Bima, 13 Juni 1927 itu.

Sebagai putri raja, Maryam hidup sederhana. Semangatnya untuk terus menuntut ilmu pun sangat tinggi meski adat di kerajaan melarang putri raja keluar dari lingkungan kerajaan. Berkat kegigihannya, Maryam berhasil membebaskan dirinya dari belenggu adat istana Bima yang cukup ketat hingga hijrah ke Jakarta untuk mengenyam pendidikan.

Sekira 70 tahun lalu Maryam memberontak dan melakukan reformasi pada sistem pendidikan istana Bima. Presiden Soekarno bahkan mendukung penuh tekad Maryam untuk melanjutkan pendidikan.

Jenjang pendidikan S-1 dan S-2 dijalani Maryam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1953 hingga 1960. Maryam kemudian aktif dalam berbagai kegiatan. Dia sempat menjadi staf khusus pidana kehakiman (1957-1964), anggota DPR RI (1966-1968), Asisten Administrasi Sekretaris Wilayah Daerah Nusa Tenggara Barat (1964-1968), dan staf pengajar di Universitas Mataram (1969-1987).

Maryam juga merupakan orang yang pertama kali mencetuskan ide agar Pulau Sumbawa dijadikan provinsi tersendiri pada 2001. Dia juga menggagas konsep sekaligus menjadi ketua Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP3S).

Keberhasilan Maryam dapat dijadikan panutan bagi generasi muda agar tidak pantang menyerah dan selalu semangat meraih pendidikan setinggi-tingginya.

Salut deh !
Sumber : www.Okezone.com

Senin, 24 Oktober 2011

The Power of Kepepet

Menurut Jaya Setiabudi, ada dua kondisi yang membuat orang bertindak. Yaitu, keinginan yang kuat dan keadaan kepepet. Hal senada dikatakan praktisi pendidikan Mugito Duido. Dia menyebut, motivasi itu sifatnya suatu iming-iming. Ia lama-kelamaan bisa pudar (fading out), lalu hilang. ”Kita tahu manfaatnya dan tahu itu penting, tapi sering ogah melaksanakannya,” tuturnya.

Nah, apabila motivasi masih tidak dapat mengubah diri kita, diperlukan upaya yang lebih keras. Dongkrak atau doping dengan kondisi kepepet!

***

Abdullah Munir, penulis buku best seller Spiritual Teaching, mengisahkan sebuah pengalamannya ketika dipercaya untuk mengelola sebuah sekolah Islam di Yogyakarta. Dia mengaku agak gamang. Pasalnya, dia masih kuliah waktu itu alias belum lulus. Hal serupa dialami beberapa temannya yang mendapatkan tawaran sama.

Munir kala itu telah menyelesaikan beberapa konsepnya dan mampu menerapkannya dengan baik. Namun, di sisi lain, dia tak mau membohongi orang tua murid karena dirinya belum lulus pendidikan S-1. Dia kepepet. Namun, hal itu justru mengilhami dia untuk menelurkan ide. Yakni, menaruh gelar CSPd untuk calon sarjana pendidikan dan CSAg untuk calon sarjana agama di belakang nama mereka yang belum lulus S-1.

”Dengan begitu, kami merasa tak terbebani dan tak membohongi orang murid,” tulisnya dalam Catatan Cinta Seorang Guru.

***

Bagi penulis pemula, mengemas ide dan menguraikannya dalam bentuk tulisan bukan pekerjaan yang mudah. Mereka bisa saja duduk berjam-jam di depan komputer tanpa menghasilkan satu lembar tulisan pun. Padahal, mereka mungkin pernah atau sering mendapatkan motivasi dari para penulis profesional lewat seminar atau pelatihan menulis.

Namun, seperti dijelaskan pada paragraf sebelumnya, obat yang bernama motivasi bisa hilang. Maksudnya, ketika di dalam kelas mengikuti seminar menulis, otak kita bisa terus-menerus mengingatnya. Namun, saat berada di luar, motivasi tersebut bisa pudar.

Maka, kepepet adalah salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan itu. Bagaimana caranya? Bisa dengan membuat deadline untuk diri sendiri. Misalnya, menulis satu lembar artikel bebas dalam waktu setengah jam atau satu jam. Ciptakan kondisi kepepet itu. Yakni, mau tak mau harus bisa! Mau tak mau harus nulis satu lembar dalam waktu yang sudah ditentukan. Ketika belajar, jangan bicara kualitas, itu belakangan.

Bingung cari judul? Itu belakangan juga, yang penting nulis dulu. Judul bisa didapatkan ketika proses menulis. Dengan menciptakan kondisi kepepet, kita ditantang harus bisa memecahkan masalah.

Kita bisa belajar pada Rudi Hartono. Ketika ditanya apa yang membuat dia menjadi juara, Rudi menjawab: ”Every game is game point!” Artinya, dia menciptakan tekanan pada dirinya sendiri untuk meyakinkan dan menumbuhkan keyakinan kuat bahwa dirinya harus bisa (menang). Terbukti, prestasi Rudi Hartono dikenang sepanjang masa dalam dunia olahraga bulu tangkis dan nama Indonesia pun terangkat. Jika dia bisa, kita juga bisa.

Salam
Eko Prasetyo

THE POWER OF THINKING

Dalam bukunya Secret of Millionaire Mind, T.Harv Eker menyebutkan, ada perbedaan tipis antara positive thinking dan power thinking.

Positive thinking adalah memikirkan hal-hal baik yang cenderung membuat kita berpura-pura seolah kita baik-baik saja meskipun sebenarnya sedang sengsara.

Sedangkan dalam power thinking, kita sadari dulu bahwa semua kejadian adalah netral, kitalah yang memberinya makna sebagai hal yang menyenangkan atau tidak. Karena itu dalam konsep power thinking, kita memutuskan untuk membuat cerita dengan makna yang baik.

Dengan kata lain, kita tahu dan sadar bahwa kita punya masalah, dan bahwa hal-hal baik yang kita pikirkan tidak sesuai dengan realita yang mengatakan bahwa kita menderita. Tetapi meskipun begitu kita tetap memilih untuk memikirkan kemungkinan baik karena itu jauh lebih memberdayakan daripada keluhan yang hanya melemahkan.

Dengan power thinking, kita membuat cerita yang memberdayakan, dan memilih menggunakan kata-kata atau kalimat yang menguatkan kita, karena itu jauh lebih baik dan lebih berguna daripada pikiran dan kata-kata yang tidak mendukung pencapaian keinginan kita.

Memang tidak semua orang bisa menerima konsep yang mengatakan bahwa "Semua kejadian adalah netral", atau "Masalah adalah ilusi dan hanya terjadi dalam pikiran kita". Akan tetapi, kita tetap bisa memilih apa yang ingin kita pikirkan, yaitu berupa hal-hal yang kita inginkan. Dan selama keinginan itu baik, tidak didasari oleh nafsu ingin diakui atau ingin dihargai orang lain, InsyaAllah Tuhan akan mengabulkan.

Dengan Power thinking, bukan berarti masalah kita akan lenyap dalam seketika, tetapi kita menanamkan tekad dan keyakinan dalam diri bahwa harapan selalu ada, karena masalah hanya sementara, dan kita akan baik-baik saja serta bisa melewatinya, karena Tuhan tak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya.

Salam
KG

Arti Kesuksesan ?!

Sukses artinya berhasil (mencapai apa yang diusahakan). Orang yang mencita-citakan dirinya menjadi dokter, tetapi ternyata menjadi guru artinya tidak sukses menggapai cita-cita. Orang yang bercita-cita hidup kaya dan bahagia, walaupun benar-benar kaya tetapi tidak bahagia artinya tidak sukses. Orang bercita-cita menjadi seniman, tetapi terpaksa meneruskan bisnis orang tuanya (tentu dia langsung kaya karena warisan) artinya tidak sukses.

Orang miskin mendapat undian besar lalu kaya mendadak artinya tidak sukses. Saya hari ini menargetkan menulis satu halaman latar belakang laporan penelitian, dan itu tercapai, maka saya sukses hari ini. Jadi sukses bukan diukur dengan banyaknya harta. Ukuran umum untuk kesuksesan hidup adalah: kerja mapan, penghasilan mencukupi, punya rumah permanen, berkeluarga lengkap. Hidup kaya raya tetapi terancam masuk penjara gara-gara korupsi artinya tidak sukses.

Salam
Suhardi

Kamis, 20 Oktober 2011

Belajar Fisika secara Islami

Sebagian orang menduga bahwa ilmu alam bersifat netral agama. Siapa saja belajar
fisika, beragama apa pun dia, hasilnya tetap sama. Listrik akan tetap menyala, ketika saklar dipencet. Siapa pun yang memencet, apakah dia muslim atau kafir, hasilnya tetap sama saja. Jadi, wajar jika ada yang bertanya, apa ada cara belajar Ilmu Fisika yang Islami?

Pertanyaan itulah yang dijawab Usep Muhamamd Ishad, kandidat Doktor Ilmu Fisika di ITB Bandung, yang juga peneliti INSISTS.

Dalam artikelnya, Usep menguraikan, bahwa yang sebenarnya perlu diislamkan saat belajar Ilmu Fisika adalah pikiran pelajar, mahasiswa, atau peneliti saat menghadapi fenomena alam.

Seorang Muslim melihat alam semesta ini sebagai “ayat-ayat Allah”, karena itu saat mengamati dan meneliti fenomena alam, mereka bukan saja berusaha mendapatkan temuan-temuan baru di bidang sains, tetapi juga meyakini bahwa di balik alam semesta yang begitu teratur ini ada Yang Maha Pencipta (Al-Khaliq).

Dalam Islam, tujuan utama dari setiap pendidikan dan ilmu adalah tercapainya ma’rifatullah (mengenal Allah, Sang Pencipta), serta lahirnya manusia beradab, yakni manusia yang mampu mengenal segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah.

“Tak terkecuali saat seorang Muslim mempelajari Ilmu Fisika. Ia tak hanya bertujuan semata-mata untuk menghasilkan terobosan-terobosan sains atau temuan-temuan ilmiah baru; bukan pula menghasilkan tumpukan jurnal-jurnal ilmiah semata-mata atau gelimang harta kekayaan saja. Tapi, lebih dari itu, seorang Muslim melihat alam semesta sebagai ayat-ayat Alllah.

“Ayat” adalah tanda. Tanda untuk menuntun kepada yang ditandai, yakni wujudnya al-Khaliq. Allah menurunkan ayat-ayat-Nya kepada manusia dalam dua bentuk, yaitu ayat tanziliyah (wahyu yang verbal, seperti al-Quran) dan ayat-ayat kauniyah, yakni alam semesta. Bahkan, dalam tubuh manusia itu sendiri, terdapat ayat-ayat Allah,” tulis Usep yang pernah meraih juara I dalam lomba penulisan buku Fisika untuk SLTA
yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.

Tujuan belajar untuk sampai pada ‘ma’rifatullah’ memang sangat ditekankan, sebab Allah memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang tidak mampu menggunakan potensi inderawi dan akalnya untuk mengenal Sang Pencipta. Mereka disebut sebagai calon penghuni neraka jahannam dan disejajarkan kedudukannya dengan binatang ternak, bahkan lebih hina lagi (QS 7:179).

Cobalah perhatikan sifat-sifat binatang ternak. Manusia yang pandai, tetapi tidak dapat mengenal Tuhannya, akhirnya disamakan sifat-sifatnya dengan binatang! Mengapa? Sebab, pada hakekatnya, jika manusia tidak mengenal Tuhan, maka perilakunya akan sama dengan binatang. Mereka hanya akan menuruti syahwat demi syahwat dalam kehidupannya. Lihatlah, binatang ternak, ia bekerja secara profesional sesuai bidangnya masing-masing. Dengan itu, ia mendapat imbalan untuk menuruti syahwat-syahwatnya. Makan kenyang, bersenang-senang, istirahat, lalu mati.

“Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang dan makan-makan (di dunia) seperti layaknya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (QS 47:12).

****

Jadi, menurut pakar Fisika dari ITB ini, mempelajari Ilmu Fisika secara Islami harus dimulai dari mengislamkan fikiran si fisikawan itu sendiri. Cara pandangnya terhadap alam harus “diislamkan”. Ia tidak boleh memandang alam semesta ini sebagai objek yang netral dan bebas dari unsur-unsur ketuhanan. Sebab, alam semesta ini adalah makhluk Allah, sehingga tidak dapat diperlakukan semena-mena. Inilah yang
dalam bahasa ilmiah, si fisikawan harus mempunyai worldview (pandangan alam) yang Islami.

Jadi alam semesta ini tidak dipelajari semata-mata karena alam itu sendiri, namun alam diteliti karena ia menunjukkan pada sesuatu yang dituju yaitu mengenal Pencipta alam tersebut. Sebab alam adalah “ayat” (tanda).

Fisikawan yang mempelajari alam lalu berhenti pada fakta-fakta dan data-data ilmiah, tak ubahnya seperti pengendara yang memperhatikan petunjuk jalan, lalu ia hanya memperhatikan detail-detail tulisan dan warna rambu-rambu itu. Ia lupa bahwa rambu-rambu itu sedang menunjukkannya pada sesuatu.

Ketercerabutan “makna” dan peran alam sebagai “ayat”, sesungguhnya merupakan dampak dari sekularisme sebagaimana disebutkan Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas dalam karya besarnya, Islam and Secularism. Sekularisme telah menyebabkan dicabutnya kesakralan alam dan hilangnya pesona dari alam tabii (disenchantment of nature). Akibatnya alam tak lebih dari sekedar objek, tak punya makna dan tak ada nilai spiritual.

*****

Para fisikawan Muslim – dan juga ilmuwan Muslim lainnya – wajib memiliki adab terhadap alam. Adab terhadap alam lahir dari pandangan-alam Islam (Islamic worldview). Dengannya, seorang saintis akan memperlakukan dan memanfaatkan alam dengan adab yang benar. Lalu lahirlah konsep sikap ramah lingkungan yang Islami, yang didasarkan bukan semata-mata karena alasan keterbatasan sumber daya alam, namun
kesadaran bahwa alam ini bukanlah milik manusia, namun ia adalah amanah dan sekaligus juga ayat-ayat Allah. Hanya dengan pandangan-alam seperti inilah, akan lahir manusia beradab dan berakhlak, seperti yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan kita saat ini.

Prof. Naquib al-Attas mengingatkan, hilangnya adab terhadap alam – sebagai ayat-ayat Allah – inilah yang telah menyebabkan kerusakan besar di alam semesta. Belum pernah terjadi dalam sejarah manusia, alam mengalami kerusakan seperti saat ini, di mana ilmu pengetahuan sekuler merajai dunia ilmu pengetahuan. Akar kerusakan ini adalah ilmu pengetahuan (knowledge) yang disebarkan Barat, yang telah kehilangan tujuan yang benar.

Ilmu yang salah itulah yang menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang membawa perdamaian dan keadilan; ilmu yang seolah-olah benar, padahal memproduksi kekacauan dan skeptisisme (confusion and scepticism). Bahkan ilmu pengetahuan sekuler ini untuk pertama kali dalam sejarah telah membawa kepada kekacauan dalam ‘the Three Kingdom of Nature’ yaitu dunia binatang, tumbuhan, dan mineral.

Menurut al-Attas, dalam peradaban Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima. Tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan Akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Manusia
akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan. (Man is deified and Deity humanised). (Lihat, Jennifer M. Webb (ed.), Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society, (Victoria, The Cranlana Program, 2002), 2:231-240).

Sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan sangat pesat, Ilmu Fisika terbukti telah membawa banyak manfaat bagi umat manusia. Wajib sebagian kaum Muslim menguasai ilmu ini. Tetapi, cara pandang dan cara belajar seorang Muslim akan berbeda dengan yang lain. Sebab, bagi Muslim, alam semesta adalah ayat-ayat Allah, yang dipelajari – bukan sekedar untuk mengungkap temuan-temuan baru – tetapi juga untuk mengenal Sang Pancipta.

Demikian rangkuman pemikiran dari Usep Muhamamd Ishaq, pakar Fisika dari ITB, yang sedang berjuang bersama teman-temannya untuk membudayakan bagaimana cara belajar Ilmu Fisika secara islami.

***

Artikel menarik lain yang terbit di Jurnal Islamia-Republika edisi tersebut ditulis oleh John Adler, yang juga kandidat Doktor Ilmu Fisika dari ITB. Dalam artikelnya yang berjudul Fisikawan Muslim Mengukir Sejarah, John Adler menguraikan riwayat singkat dan prestasi besar sejumlah Fisikawan Muslim yang sangat besar peranannya dalam pengembangan ilmu Fisika. Bahkan, mereka menjadi sumber inspirasi dan ilmu bagi sejumlah ilmuwan Barat.

Sejarah membuktikan, kontribusi Ilmuwan Muslim dalam bidang Fisika sangatlah besar. Kaya-karya ilmuwan Muslim dalam bidang Fisika, baik yang klasik maupun modern, bisa dikatakan sangat melimpah. Cobalah renungkan, apa yang ada di benak Anda ketika mengenal "kamera"?

Banyak pelajar Muslim yang mungkin tak kenal sama sekali, bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn al-Haytham. Ia adalah seorang pakar optic, pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optic, al-Manazir, khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snell dalam bentuk yang lebih matematis.

Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Haytham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei, menggabungkan teori al-Haytham dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14.

Al-Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang disebut sebagai Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata "kamera" sendiri, konon berasal dari kata "qamara", yang bermakna "yang diterangi". Kamera al-Haytham memang berbentuk bilik gelam yang diterangi berkas cahaya dari lubang di salah satu sisinya.

Dalam alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan bentuk hasil kerja al-Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu penglihatan, dan pada waktu bersamaan kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan Eropa.

Faktanya, Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika.

Fisikawan lain, Abdurrahman Al-Khazini, saintis kelahiran Bizantium atau Yunani ini adalah seorang penemu jam air sebagai alat pengukur waktu.

Para sejarawan sains telah menempatkan al-Khazini dalam posisi yang sangat terhormat. Ia merupakan saintis Muslim serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika dan filsafat. Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. Al-Khazini juga seorang ilmuwan yang telah mencetuskan beragam teori penting dalam sains. Ia hidup di masa Dinasti Seljuk Turki. Melalui
karyanya, Kitab Mizan al-Hikmah, yang ditulis pada tahun 1121-1122 M, ia menjelaskan perbedaan antara gaya, massa, dan berat, serta menunjukkan bahwa berat udara berkurang menurut ketinggian.

Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, al-Khazini tak silau dengan kekayaan. Zaimeche menyebutkan al-Khazini menolak dan mengembalikan hadiah 1.000 keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk. Ia hanya merasa cukup dengan uang 3 dinar dalam setahun. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh adalah Gregory Choniades, astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13. Demikianlah fakta sejarah tentang prestasi para ilmuwan Muslim yang dipaparkan oleh John Adler.

Begitu besar peranan mereka dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sayang sekali, fakta semacam ini, masih jarang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia.

Salam
Basri Lahamuddin

Gen Malas vs Gen Gemuk

Los Angeles, Beberapa orang terlahir dengan gen gemuk sehingga rentan mengalami obesitas. Meski risiko tersebut bisa ditekan dengan olahraga teratur, namun kenyataannya tak mudah sebab faktor genetik juga membuat seseorang malas berolahraga.

Sebuah penelitian terbaru di University of California, Los Angeles (UCLA) mengungkap adanya variasi genetik yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik seseorang. Variasi tersebut membuat beberapa orang sangat terobsesi untuk berolahraga, sementara sebagian lainnya lebih suka menghabiskan waktunya untuk duduk santai sepanjang hari.

Dikutip dari Telegraph, Minggu (5/9/2010), variasi tersebut juga teramati ketika peneliti membandingkan intensitas gerakan fisik pada hasil penangkaran sekelompok tikus. Tikus yang aktif secara fisik ternyata lebih banyak dihasilkan dari induk yang secara naluriah cenderung lebih banyak bergerak.

"Pada manusia, pengaruh faktor genetik semacam itu tampak lebih nyata variasinya. Ada yang lebih senang duduk, membaca dan menonton televisi sementara yang lain sangat terobsesi untuk berolahraga," ungkap Prof Theodore Garland Jr, ahli biologi dari UCLA yang memimpin penelitian tersebut.

Prof Garland menambahkan, temuan ini bisa menjadi acuan baru dalam menentukan target pencegahan risiko obesitas. Dengan membidik gen malas, ahli farmasi sangat dimungkinkan untuk mengembangkan obat yang bisa membuat seseorang merasa tidak nyaman jika duduk terlalu lama.

Dalam penelitian terdahulu, pada ahli dari Medical Research Council di Cambridge mengungkap bahwa pengaruh gen gemuk bisa ditekan seminimal mungkin. Meski secara genetik punya bakat untuk mengalami obesitas, seseorang masih bisa menurunkan berat badan hingga 40 persen dengan olahraga secara teratur.

Pencapaian tersebut tidak selalu harus melalui olahraga berat seperti lari marathon. Bahkan dengan sekedar berjalan kaki atau berkebun setiap hari, seseorang sudah bisa menekan risiko kegemukan yang erat kaitannya dengan berbagai masalah kesehatan mulai dari diabetes hingga masalah jantung dan pembuluh darah.

Salam
Ahmad Rizali

My Stupid Boss

Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri.
~J.K. Rowling~

Stephen King pernah mengatakan, ”Untuk menjadi penulis, yang dibutuhkan hanya kemauan keras untuk menulis dan kemudian mempraktikkannya.” Menurut dia, orang yang hanya memiliki kemauan menulis, tapi tak pernah melakukannya, ia sama dengan bermimpi untuk memiliki mobil tanpa berusaha dan bekerja keras untuk memilikinya.

Agaknya, ”petuah” King tersebut dicamkan betul oleh Chaos@work (nama samaran). Ia mengumpulkan unek-unek dan pengalamannya selama bekerja di Malaysia dalam bentuk tulisan. Seluruh kisah nyata itu di-posting di blog.

Hebatnya, pengalaman gokil si penulis (Chaos@work) diterbitkan oleh Demedia Pustaka. Buku setebal 200 halaman ini cukup mengharukan sekaligus mampu mengocok perut pembaca. Isi buku ini menceritakan pengalaman si penulis dengan bosnya yang dianggap paling edan. Cerita unik dan aneh di dalam buku terbitan 2009 ini niscaya bisa dilahap tak sampai satu jam! Buktikan sendiri, tapi saran saya: jangan baca buku tersebut di kantor.

Berikut cuplikan isi buku My Stupid Boss.

Si Boss punya satu dealer baru, namanya Ah Cay, yang juga temen akrab dia waktu di Amrik. Karena temen akrab, si Boss kasih harga luar biasa murah.

Ujung-ujungnya, dia nggerundel sendiri.

Boss : Gak usah ladenin si Ah Cay! Dia juga beli service murah kek gitu!
Gue : Loh, kan Bapak yang kasih harga?
Boss : Habis, dia paksa turun terus! Kalo dia minta mesinnya diambil, bilang aja barang gak ada!
Gue : Kalo dia datang ke pabrik?
Boss : Bilang aja sibuk! Kamu buat list utang-utang si Ah Cay. Kamu tagih ke dia. Yang belum jatuh tempo pun tagih! Ngomong kasar aja langsung! Bilang mau ambil barang boleh, tapi bayar dulu dong!

Ya udah, akhirnya gue ngomong gitu ke Ah Cay.

Apa yang terjadi?

Si Boss dateng ke gue ngomel-ngomel,

“Saya barusan ketemu si Ah Cay. Katanya dia gak happy sama kamu. Kamu judes banget sih. Udah deh, kamu gak usah urusan sama dia. Lagian, ini kan urusan Sales. Kamu kan bukan Sales. Jadi bukan urusan kamu!”

Boss : Kamu atur kerja di bengkel gak bener ini.
Gue : Maksudnya?
Boss : Masak udah dua bulan mobil si Ah Tek belum kelar juga!
Gue : Kan waktu itu lagi ngerjain punya Ah Tek, tapi Bapak stop suruh bikin punya Dato’ Din dulu..
Boss : Mestinya sih enggak.
Gue : Lah, Bapak yang kasih perintah kok. Kita meeting sama orang bengkel kan waktu itu. Minutes meeting-nya masih ada kok!
Boss : Iya, tapi semuanya jadi stuck nih.
Gue : Yah, Bapak jangan komplen ke saya. Kan Bapak yang atur.
Boss : Mestinya sih bukan saya yang ngatur gitu..

Ya udah, mestinya sih genderuwo yang ngatur!!

*****

Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari buku My Stupid Boss.

Pertama, jika Anda jadi pengusaha, hati-hati apabila akan menerima karyawan. Jangan sampai Anda malah menjadi objek cerita andai si karyawan berniat jadi penulis. Hahaha.

Kedua, Chaos@work membuktikan bahwa seorang ”Tenaga Kerja Indonesia (TKI)” pun bisa menulis (buku). Menulis dari hal yang sederhana berdasar pengalaman sendiri. Sebagaimana diungkapkan J.K. Rowling, ”Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri.”

Referensi:
Buku My Stupid Boss

Selasa, 11 Oktober 2011

Poligami ?!

Yang seperti inilah rasanya yang ideal bagi kebanyakan orang, namun apa itu yang terbaik? Tak ada yang tahu, tapi paling tidak secara nalar atau psikologi manusia (khususnya wanita) ada baiknya kerangka pikir itu untuk dijadikan rujukan dalam upaya membina kebahagiaan keluarga.

Tapi kita pun juga tidak bisa menyederhanakan hidup seperti diatas. Apakah hidup sesederhana itu yang berlaku pada semua manusia? Fakta berbicara lain dan bersifat partikular pada individu yang juga bersifat partikular. Bagi mereka yang ditakdirkan hidup selalu mujur sejak kecil, hidup bisa terasa lebih ringan dan semuanya lebih jelas dibandingkan dengan yang terposisikan pada situasi serba susah sejak kecil baik secara psiklogis, material, maupun pengetahuan, sehingga masalah merekapun akan berbeda beda baik sifat maupun bebannya Menurut saya itulah keunikan sejarah hidup seseorang yang berusaha memiliki peran menyelesaikan masalah hidupnya atau kehidupan yang sekaligus "mau tak mau harus" tunduk dengan "Jadwal" Yang Maha Kuasa.

Kembali ke poligami, kalau poligami ini dianggap menimbulkan banyak masalah, lalu mengapa praktek ini selalu terjadi baik dari jaman dulu maupun sekarang? Menurut saya poligami adalah salah satu pernik pernik kehidupan yang harus kita terima keberadaannya baik apakah anda secara pribadi menyukainya maupun tidak. Kalau kita berfikir positif bisa juga ini merupakan salah satu bentuk solusi bagi pemasalahan hidup di masyarakat, dan masalah masalah yang ditimbulkan itu adalah harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan masalah yang lainnya dan bagi pelakunya mungkin bisa belajar tentang keikhlasan dan ....

Untuk mereka yang "tidak bisa netral secara emosional" atau mendengarpun sudah merasa marah atau sakit hati, saran saya adalah jangan terlibat dengan diskusi topik ini, dan gunakan waktu anda sebanyak banyaknya untuk pasangan anda, kalau perlu pastikan bahwa anda atau pasangan Anda selalu punya tanggungan yang harus dipenuhi setiap bulannya apakah nyicil rumah, nyicil mobil baru, utang untuk bisnis baru yang berjalan tetapi tidak selalu sukses, pastikan tidak punya uang lebih ... tapi ini baru salah satu upaya yang lainnya ya terserah Anda... resikonya hanya soal utang ... tapi Anda bebas dari resiko poligami.

Untuk yang pro poligami, lihatlah peta masalah yang bisa Anda lihat pada pelaku poligami yang sukses atau yang bermasalah. Yang penting, menurut saya, Anda harus menjadi orang yang lebih baik dan semakin bermanfaat bagi orang lain baik ketika Anda jadi pelakunya? Kalau nggak, sebaiknya tidak coba coba (atau mengambil jalan trial and error)...

Salam
Semino

SYAIR KEBANGKITAN

I

Gelisah penyair tak pernah mati
Selama Kebenaran tegak abadi
Maut hanya istirah
Tuhan kembali menggerakkan kehidupan
Kehidupan menggerakkan hasrat akan kebenaran
Kebenaran menggerakkan pena para penyair

Puisi mungkin bukan abdi yang baik
Tapi kesetiaan pada hati adalah suci
Bila gunung tak runtuh oleh badai
Keangkuhan takluk pada kata
Maka puisi bukan hanya sunyi
Dari keheningan ia menyanyikan cinta

Dari pusat nafas kehidupan
Dari tengah gelisah suatu zaman
Penyair bangkit mengumandangkan harapan
Manusia selalu ingin mendengarkan
Di satu sudut yang suram cahaya
Keyakinan masih terus dinyanyikan

Jangan hitung berapa perak yang mereka bayarkan
Meski penyair hidup bagai si pengelana
Keindahan dan penikmatan cukup untuk melanjutkan perjalanan
Meski kemiskinan ada di tenggorokan
Air kebenaran harus terus dikucurkan

II

Manusia kini tercekik oleh selaksa dahaga
Percepatan mengeringkan lidah-lidah yang jalang
Sendi-sendi kehidupan rontok bagai jemari kusta
Kutuk sebenarnya mungkin belum lagi tiba
Tapi kita sudah gemetar

O, Abad yang mengenaskan!

Bila semua gelas tiba-tiba pecah
Rambut-rambut rontok dan baja meleleh
Kemudian bumi mengkerut dan langit runtuh
Apakah ada yang masih bertahan?

Bencana!

Ruh pun akan luluh
Tuhan hilang jejak
Ke mana kita menyeru?

O, Abad yang mengenaskan!

Kau menghadang semua pemburu di tiap penjuru
Kau menghadang para kelana, peziarah yang sabar
Kau menghadang setiap puncak pengetahuan!
Maukah Kau berpaling sedikit saja?

Berilah kesempatan bagi penyair
Kata-kata telah dihamili waktu jaga
Biarkan ia melahirkan kesadaran
Agar yang bercinta tetap waspada
Agar yang terlupa bisa berkaca

III

Cermin zaman memantulkan suka-duka
Ada kemajuan terus-menerus
Ada kemerosotan makin mencemaskan
Ada peringatan terus-menerus
Ada pengingkaran tak kenal batas

Berjuta warga telah terluka
Langit terbakar tujuh lahar
Bumi terkoyak cakar siksa
Samudera terdampar di padang gersang
Semuanya karena pengkhianatan
Semuanya karena kita!

Kita telah membiarkan cinta menjadi tembaga
Kita telah membiarkan lidah menjadi bisa
Kita telah membiarkan pena menjadi hina
Kita telah membiarkan pikiran menjadi ular kobra
Kita telah membiarkan pengetahuan menjadi kura-kura
Kita telah membiarkan agama menjadi arca
Kita telah membiarkan kehidupan menjadi sia-sia

Apa yang terjadi dengan penyair?

Tidak. Tak perlu lagi korban jatuh
Selama kesetiaan masih ada
Kesetiaan pada nafas kita
Kesetiaan pada udara
Kesetiaan pada air, api dan tanah
Kesetiaan pada hidup dan Penciptanya
Kesetiaan pada puncak percintaan dengan Tuhan
Kesetiaan pada Citra Ilahi dalam diri kita sendiri
Biar hanya sedikit
Berarti masih ada harapan

Mereka yang tetap mengusap matanya dengan kertas hitam
Mereka yang tetap mengusap mulutnya dengan kertas hitam
Mereka yang tetap mengusap lehernya dengan kain hitam
Mereka yang tetap mengusap dadanya dengan tangan hitam
Mereka yang tetap mengusap perutnya dengan lemak hitam
Mereka yang tetap mengusap kemaluannya dengan air hitam
Mereka yang tetap mengusap kakinya dengan debu hitam
Mereka akan tetap terbelenggu dalam kehinaan!

IV

Cahaya adalah penerang kebenaran
Berpihaklah hanya kepadaNya
Keyakinan ini tonggak utama
Ia bisa menahan setiap empasan

Kemudian kita jalan berpencar
Ikuti getaran kegelisahan
Di sana takhta tujuan
Di sana Cinta berpendar

Cukupkan sudah kelengahan
Selagi waktu masih ada
Duka-cita harus berakhir
Bersama bendera yang berkibar

Angin bisa menyebarkan wangi kemenangan
Bunga-bunga mekar di tiap kelopak bangsa
Hijau daunan, kuning perlawanan
Tegaklah pohon peneduh!

Musuh kita ialah jiwa yang sungsang
Berabad-abad sejak awal sejarah
Agama-agama berdiri lalu jatuh
Pengetahuan meninggi lalu lepuh
Kita pun saling membunuh!

Tangan kita berlumuran darah
Generasi demi generasi
Golongan demi golongan
Dada-dada terbelah
Tak ada penyesalan

Apabila kekejaman menjadi tonggak negara
Darah menjadi permadani
Apabila kebutaan menjadi pemimpin bangsa
Bencana menjadi singgasana

Manusia selalu terlempar ke pusaran yang zalim
Mereka saling mengisap dan berdiri di kaki derita
Tembok peringatan tak pernah menjadi batas
Nafsu-nafsu bersatu mengempaskan batu
Reruntuhan menggantikan dinding beledu

V

Penyair bukanlah bangsa benalu
Ia pohon berakar dalam
Menghujam bersama berjuta kaki
Mengikat debu di bumi
Itulah akar yang berdenyut
Memompa darah bangsa
Memasuki urat nadi

Siapa yang cinta tumbuhan
Ia pun cinta penyiang
Maka siramlah segenap ladang
Agar rumput pun kembang
Dan pandan hijau bersusun
Dan syair ranum mengharum

Seni adalah rahasia Ilahi
Ia menghuni wilayah matahari
Yang sampai kepadanya
Sampai pula kepadaNya
Yang terbias cahayanya
Terbias pula CahayaNya

Maka, kesenian adalah bintang di bumi
Ia beredar antara massa
Mengitari hari dan hati
Menggerakkan jiwa yang mati

Bangkitlah o, jiwa mati!

Masih ada jalan
Masih ada ruang sejarah
Masih ada menara waktu

Perahu belum lagi berlabuh
Pengembara belum lagi berteduh
Dahaga belum lagi tersembuh

Bangkitlah o, jiwa mati!

VI

Pancuran mengalirkan air hayat
Reguklah demi puncak kesegaran
Biarkan kepala terendam
Dalam kolam kehidupan

Abad kita kini adalah abad yang genting
Kegelapan di zaman silam
Menjadi garis bayang di depan
Ialah bayang-bayang pohon yang tumbang

Bangkitlah o, jiwa mati!

Gerakan kebudayaan begitu pacu
Ia melecut kaki-kaki yang rapuh
Keledai-keledai terseok oleh beban kemajuan
Manusia merangkak dengan ladam terpaku

Citra Ilahi bukanlah punggung melengkung
Manusia harus tegak di bumi
Berjalan dengan kedua kaki
Kepala menaklukkan alam
Telapak menaklukkan jarak

Tengoklah fajar yang datang
Matahari mengukirkan cahaya di pucuk daun
Embun memoleskan sari pagi
Unggas menyanyi, “Bangunlah hari ini…”

VII

Alam yang tak terguncang
Tetap menyediakan salam
Tapi bagian yang dihancurkan
Memasang jebakan yang memilukan

Rimba luka memangsa tanahnya
Laut luka memangsa isinya
Langit luka memangsa musimnya
Gunung luka memangsa lerengnya
Hewan luka memangsa bangsanya
Manusia luka memangsa segalanya!

O, garis-garis menyilang telengas
Segala cinta rusak binasa

Apakah puisi masih bernyanyi?

Puisi mendesir lirih sunyi
Bergeser antara kembang
Kupu-kupu mengepakkan warna
Tetes madu pada kata
Titik sajak pada rasa

Sang penyair masih bernyanyi!

Penyair harus tetap bernyanyi
Mendendangkan kidung abadi
Mendinginkan kaki yang lepuh
Memberi ketukan antara denting
Melumasi sendi yang garing
Meluruskan punggung melengkung

Tegaklah bagal yang malang!

(Oktober 1985)

VIII

Apabila kesadaran bertakhta kembali
Berarti gerbang selangkah lagi
Mari masuki, mari kita sama nikmati
Keindahan yang menyatukan bumi

Bukalah halaman pertama dari kesabaran
Sebab hanya itu pembuka persoalan
Tinggal dan lupakan segala silam
Bangkitkan gairah kepada Jalan

Jalan kita telah lama limbung oleh tujuannya
Ia tersesat memasuki wilayah-wilayah tanpa batas
Ia meluncur ke pusat-pusat mimpi yang menikam
Ia terseok ke kubur-kubur yang kelam
Ia tercekik olah Utara dan Selatan, Kiri dan Kanan, Depan dan Belakang

O, cakrawala yang lancung!

Alangkah pedih perolehan zaman ini
Padahal hewan-hewan pun telah lama berisyarat
Udara, air, dan bahkan debu berkata-kata
Tapi manusia sibuk dengan mata angin mereka
Seakan hendak menjerat masa depan
Dengan umpan sebuah matahari buatan
Akhirnya mereka sendiri kehilangan Timur dan Barat
Musim demi musim meninggalkan waktu jaga
Hujan, badai dan segenap bencana pun sama mengaum
Mereka menjebol kerangkeng dan mengamuk ke segala arah
Atlas pun remuk dengan garis bersilangan!

IX

Mari kita urai kembali kekusutan jalan di hutan waktu
Biarkan kaki dan tangan para raksasa terjerat oleh perangkapnya
Kita tak perlu binasa dengan cara serupa
Kekerdilan manusia bukan alasan bagi tiap kemalangan
Sebab tali dan jerat hanya bagi sapi dan keledai
Bagi manusialah kemerdekaan dan kesempatan

Bila capung, jangkrik dan belalang bisa bicara
Mereka akan cemburu pada Sang Waktu
Karena, Waktu adalah induk yang mengerami perubahan
Anak-anaknya, mereka itulah kemajuan dan harapan
Dan itu semua bukan bagi capung, jangkrik dan belalang

Mereka dilahirkan demi debu dan tanah liat
Yang diembuskan oleh karunia besar Yang Absolut
Bagi berbiaknya kebenaran dan kebajikan
Di setiap zat yang pekat oleh Nama dan Hakikat

Adalah manusia yang mewarisi Ruh Ilahi
Cahaya tujuh bintang menyempurnakannya
Karena itu, alam pun rebah dalam kelindapannya
Gunung-gunung takluk di bawah kakinya
Maka, jika kelengkapan itu luluh karena lalis
Bagaimana manusia hendak kembali kepadaNya?

Kehilangan demi kehilangan mungkin tak terelakkan
Kelalaian demi kelalaian mungkin ciri dari proses
Kemalangan demi kemalangan mungkin perlu bagi iman
Namun, kehidupan bukanlah perkalian sejumlah alasan
Ada yang niscaya bagi Kasir yang Agung
Alam dan molekul pun telah terhitung
Manusia harus membayarnya dengan puncak-puncak
Dan bukan dengan lembah-lembah yang mengenaskan!

X

Sebagaimana dilakukan lumut, ganggang dan cendawan
Jawaban harus diberikan kepada
Tembok, karang dan akar yang menghujam
Sebagaimana dilakukan siput, kura-kura dan teripang
Keadaan menciptakan jalan bagi perlawanan-pertahanan

Kita akhirnya memang harus memilih
Satu di antara banyak jalan
Tempuhlah ia sebagaimana ular, kuda, kera dan kanguru melakukannya
Tentang jarak, pergilah pada semut, laba-laba, siput atau cicak

Awas,
Jangan tersesat oleh perbandingan-perbandingan
Jangan tersesat oleh kesimpulan-kesimpulan
Jangan tersesat oleh nujum dan perkiraan
Jangan tersesat oleh kecurigaan dan kesangsian
Jangan tersesat oleh ketakutan dan ketidakpastian

Kebangkitan sejati adalah kewaspadaan
Ia samudera yang menjaga kelangsungan ombak menuju pantai
Tenggelamkan diri dalam kesemestaan lautan
Rebut sayap cakrawala, tangkap denyut ombak
Tunggangi kuda angin dan berpaculah
Jangan berhenti pada pantai
Tekan perut irama, terus pacu, pacu, pacu!
Singgah hanya di puncak
Sudah itu, lepaslah pada bintang!

XI

Pengembaraan kita adalah perjalanan panjang yang menembus
Karena itu, kita tak berhenti pada batas-batas
Cabut setiap pancang dan tonggak-tonggak
Yang telah melukai langit, bumi dan lautan
Yang telah mengelabui manusia dari kearifan alam

Sudah cukup kita terkungkung oleh tanda kurung
Kini tiba saatnya untuk menyatakan kembali
Kesetiaan kepada tujuan awal penciptaan
Dan janji untuk mengembangbiakkan Cinta semata-mata

Bahwa cinta harus terus ditaburkan
Di tanah-tanah yang telah digemburkan
Kemudian Sang Waktu mencumbu dan menghamilinya

Cinta adalah Ibu bagi segala yang bertumbuh
Karena itu, batas-batas dan pengekangan harus diterabas
Itu bukan hanya perkosaan terhadap Ibu
Melainkan juga menentang Titah Alam!

XII

Dengarlah halilintar yang menggetarkan langit
Cemeti api berpijar dalam gemuruh
Itulah tanda-tanda dari Pemilik langit dan bumi
Agar kita membacanya sebagai kilasan Sang Pijar

Kereta telah dilarikan kencang
Maka, bergegaslah engkau memilih jurusan
Ada saat memang, kita harus bergegas
Memacu kehidupan di jalan yang berdenyar

Sebagaimana tanda-tanda telah dibunyikan
Jangan ada lagi yang jalan menyimpang

Lengkung langit adalah payung bagi keabadian
Hujan pun tidak akan membasahi altarnya
Berkelebat di sana serpih-serpih putih cahaya
Bagai uap yang melejit oleh percik-percik listrik

Bayang-bayang pun bercermin pada kilat marmer
Jubah-jubah menyeret kerincing logam
Dedaunan menjatuhkan tetes embun pada kaca
Ada pusat pijar dalam lingkaran besar
Sinar keemasan terpancar hingga ke kaki cawan

Anggur memancar dari guci besar
Membasuh jutaan tangan yang bersembah
Dengung dan gaung bersatu padu di dalam doa
Merekalah kumpulan manusia pencari bahagia

Tuhan telah menyatukan diri bersama mereka!

XIII

Ajal memang pengantar kepada Cita-cita yang Agung
Namun, sebelum itu, kita berhadapan dengan magma
Magma ialah pusat yang mendenyutkan bumi kita
Ia juga menyuburkan kehidupan manusia

Karena itulah api penting bagi manusia
Dengan api segenap jiwa diantarkan pada kematangan
Kedewasaan adalah sikap waspada pada tanda-tanda
Sedang semangat adalah keharusan bagi tiap butir darah
Dengan itulah kebangkitan dinyalakan sumbunya
Bergeraklah apabila waktu telah diisyaratkan!

Perbaikan nasib bukanlah karena dijanjikan
Ia datang apabila ada dorongan pada inti jiwa
Upaya kitalah yang menentukan kemenangannya
Panji-panji dan bendera berkibarlah di tiap tiang pataka
Biarkan mereka patah oleh badai dari angkara
Bila tiba waktunya, bahkan badai ikut berpawai!

Dalam suasana yang dirajai oleh duka
Tangis bukan lagi kaum paria
Merekalah pemilik semua galangan dan semudera
Mereka jualah yang berhak atas kapal dan gelombang
Mereka ialah jiwa pelaut pembuat peta dunia

Berlayarlah o, pelaut pembuat peta!

Kita harus menyalakan tanda-tanda di pulau-pulau kemenangan
Sebagai isyarat balasan kepada kerlip bintang di pintu langit
Sebagai isyarat bahwa manusia tidak lagi hanya segumpal debu
Sebagai isyarat dari jawaban-jawaban atas persoalan kehidupan
Sebagai isyarat ke masa depan!

XIV

Kita berasal dari benih yang diunggulkan
Dilahirkan dengan masing-masing membawa arah
Untuk ekspedisi ke puncak-puncak
Berbekal iman, cita-cita dan akal
Sedang kehidupan dan kematian terkalung pada leher
Matahari dan bintang menjulurkan tali kekang
Siang dan malam mengisyaratkan lambang-lambang

Tapi, pengetahuan dan pengalaman justeru menyesatkan
Kemajuan mempercepat kekalahan
Kelimpahan mendatangkan keserakahan
Kenikmatan menjadi bius
Kekuasaan jadi meringkus
Sedang cinta tinggal hanya puing

Bersabarlah o, cinta yang rombeng!

Selagi penyair masih punya pojok
Cinta tidak akan dibiarkan teronggok!

(Januari 1989)

Salam
Yudhistira ANM Massardi












Yudhistira ANM Massardi

Minggu, 09 Oktober 2011

Wahai Dahlan

Pagi ini saya menerima buku "Sang Pencerah" pesanan saya yang dibelikan di Surabaya. Saya sengaja memesannya dari Surabaya karena harga buku ini di Balikpapan Rp.88.000,- sedangkan di Toga Mas Surabaya harganya cuma Rp.60.000,-. Selisihnya saja sudah bisa dipakai untuk membeli buku lain!

Dengan tak sabar saya segera membuka halaman pertama dan terantuk pada sebuah surat yang ditulis oleh KH Ahmad Dahlan sendiri untuk dirinya yang aslinya ditulis dalam bahasa Arab

"Wahai Dahlan...!
Sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa
yang akan mengejutkan engkau
yang pasti harus engkau lewati

Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat
tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya.

Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah
engkau berada seorang diri bersama Allah
sedangkan engkau menghadapi kematian
pengadilan, hisab, surga, dan neraka.

Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu
renungkanlah yang terdekat kepadamu
dan tinggalkanlah lainnya.

Ketika selesai membaca surat ini tiba-tiba air mata saya mengalir tanpa dapat saya cegah. Ya Allah...! Bahkan saya belum menginjak halaman pertama dari buku ini dan saya sudah diserang oleh rasa haru akan kehebatan perjuangan yang dilalui oleh Ahmad Dahlan. Sebuah surat yang begitu menggetarkan yang ditujukan untuk mengingatkan diri sendiri akan resiko perjuangan hidup yang dialami seperti ini tak bisa tidak pasti merupakan kulminasi dari tantangan yang dihadapi. Saat-saat gentinglah yang mampu membuat seseorang membuat surat pengingat untuk diri sendiri dengan begitu menggetarkan seperti ini.

Saat-saat seperti ini sungguh sama dengan keadaan yang dialami oleh umat muslim pada saat awal ketika berjuang melawan kaum kafir di jaman Rasululah. Keadaannya begitu genting sehingga ayat pun turun

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (Q.S. Al Baqarah : 214)

Semoga Allah melimpahi KH Ahmad Dahlan dengan limpahan pahala yang tak putus-putus dan semoga kami dapat mengikuti jejak perjuangannya. Amin!

Salam
Satria Dharma

Sang Pencerah & Histeriografi

Tulisan bermula ketika seorang teman, Tanti Skober, dosen Sejarah Unpad, update di-wall FB-nya menulis, sedang menonton "Sang Pencerah" bareng anak-anak (mahasiswa) Sejarah. Saya langsung mengomentari, dapatkah film seperti sang pencerah disebut sebagai sebuah historiografi?

Dari beberapa teman yang memberikan komentar, barangkali hanya Adhi Pramudya yang memberikan respon khusus atas komentar saya. Dia bilang, "Hanung (Bramantio) bilang kalo di sana sini ada kekurangan terutama catatan sejarah yang tidak terdokumentasikan sepenuhnya. Artinya--sesuai naturalnya film--pasti ada interpretasi. Gimana tuh jadinya?"

Apa itu Karya Sejarah?

Bagi saya, sebuah karya sejarah (historiography) itu tidak dilihat dari bentuknya, melainkan harus dilihat dari metode penggarapannya. Bentuknya bisa jadi apapun, bisa jadi buku, bisa jadi film, bisa jadi komik, bisa jadi novel. Sekali lagi, poin yang terpenting ketika kita hendak menyebut satu karya itu historiografi atau bukan, haruslah disimak dari proses penggarapannya.

Sudah menjadi konsensus umum di kalangan sejarawan jika suatu karya akan disebut sebagai historiografi jika memiliki kaidah-kaidah yang sudah disepakati. Kaidah-kaidah tersebut adalah metode sejarah. Metode ini merupakan tahap-tahap penelitian sejarah yang diawali dengan tahap pengumpulan data (heuristik), kritik ekstern (otentisitas), kritik intern (validitas), interpretasi, dan terakhir penulisan atau historiografi.

Juga sudah menjadi konsensus umum di kalangan sejarawan jika tidak ada karya sejarah yang obyektif, karena tidak mungkin sebuah karya sejarah menghindari diri dari subyektifitas. Di dalam ilmu sejarah dikenal prinsip "intersubyektif" yang secara prinsip dipahami sebagai kebenaran sejarah itu sifatnya konsensus.

Interpretasi dan historiografi, dalam metode sejarah, adalah proses subyektif, yang mana sejarawan atau penulis sejarah mengerahkan pengetahuan, perasaan, dan pikiran-pikirannya pada saat merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Jadi, interpretasi dalam karya sejarah, bukanlah sebuah masalah. Interpretasi diakomodir oleh metode sejarah dan disadari sebagai ruang bagi sejarawan untuk mengutarakan pendapatnya terhadap peristiwa sejarah.

Fiksi dan Non-Fiksi

Hanung Bramantio dan aktor-aktor yang terlibat dalam film "Sang Pencerah" tidak mengelak jika dalam film tersebut terdapat banyak unsur fiksinya. Kata Hanung saat interview dalam acara MataNajwa, pengetahuan dasar tentang KH Ahmad Dahlan awalnya hanya sebatas gambar lukisan KH Ahmad Dahlan sebagaimana yang diketahui umum.

Selain itu, hanya ada satu sumber tertulis sejaman yang menceritakan tentang kehidupan KH Ahmad Dahlan. Ironisnya, sumber yang ditulis oleh Muhamad Siradj, salah seorang murid KH Ahmad Dahlan itu diperoleh dalam bentuk softcopy dari perpustakan Leiden, Belanda. Minimnya sumber itulah yang ditambal dengan interpretasi dan beberapa fiksi.

Perkara fiksi dan non-fiksi inilah yang sebenarnya paling menarik. Hampir sebagian besar sejarawan "konvensional" bersikukuh mempertahankan batas fiksi dan non-fiksi. Sebagian sejarawan secara tegas menolak mengakui bahwa dalam setiap karya sejarah sebenarnya terkandung unsur-unsur fiksi.

Ketidakmauan sebagian sejarawan untuk mengakui kesejarawanan Pramoedya Ananta Toer adalah salah-satu gejala adanya tembok yang sengaja dibangun untuk membedakan sejarawan dengan sastrawan. Padahal, sebenarnya sulit untuk mengatakan jika karya sejarah terbebas dari unsur fiksi, khususnya ketika dalam metode sejarah terdapat aspek interpretasi.

Sebaliknya, katakanlah Tetralogi Pulau Buru karangan Pramoedya Ananta Toer sebagai karya fiksi, adakah dari kita yang menolak fakta jika proses penulisan karya-karya itu didahului dengan penelitian sejarah yang mengikuti prinsip-prinsip pokok metode sejarah? Artinya, dalam karya "fiksi" sekalipun, pasti ada penelitian sosial dan sejarah. Jika tidak, karya itu tidak akan "hidup" dan "menjejak di bumi".

Pendekatan Multidimensi

Dalam tradisi penulisan sejarah modern dikenal istilah "pendekatan multidimensi". Istilah ini merupakan salah-satu kontribusi Prof. DR. Sartono Kartodirdjo. Inti dari istilah ini adalah saran bagi sejarawan untuk merekonstruksi sejarah dengan secara aktif mengoptimalkan kekayaan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, baik ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu alam.

Hal ini dimaksudkan agar karya sejarah tidak hanya berisi deskripsi naratif prosesual semata, melainkan masuk lebih dalam dengan mengorek dimensi-dimensi struktural dalam setiap peristiwa sejarah. Dengan begitu, karya sejarah akan lebih kaya dan lebih bermanfaat.

Bagi saya, film, seperti Sang Pencerah, adalah sebuah karya yang paling multidimensi. Dalam eksposisi yang tertuang dalam film tersebut, tidak hanya terdapat pendekatan-pendekatan ilmu sosial, melainkan juga terdapat pendekatan ilmu-ilmu lain, seperti fisika, arsitektur, fashion, dan lain-lain. Dengan kekayaan pendekatan yang tertuang dalam film tersebut, pesan-pesan sejarah yang terkandung dalam tokoh KH Ahmad Dahlan, bisa dicerna lebih baik.

Kalau tidak percaya, silakan bandingkan dengan karya apapun tentang KH Ahmad Dahlan yang tersaji dalam bentuk tulisan? Mana yang lebih efektif?

Penutup

Sewaktu berada di kereta menuju Yogyakarta, saya bersama dengan seseorang yang tengah asik membaca "Kartun Riwayat Peradaban" yang diterbitkan Gramedia.

Saya tanya sama dia, apa yang membuat kamu tertarik membaca buku itu?

Dia bilang, "saya penggemar komik dan komik itu menarik, karena menceritakan sejarah dalam bentuk yang asyik."

Lantas, saya bertanya lagi, "kamu suka dengan pelajaran sejarah?"

Dia jawab, "tidak, saya tidak suka."

"Kenapa?" saya kembali bertanya.

"Pelajaran sejarah itu berat dan membosankan. Kita dituntut untuk menghapal tahun, nama, dan lain-lain," jawabnya lugas.

"Terus, apa bedanya dengan komik itu?" tanya saya.

"Karena, komik ini tidak menuntut kita hafal tanggal, bulan, tahun, tapi mengajak kita memahami makna pada setiap peristiwa," jawabnya.

Percakapan ringkas itu mengingatkan saya pada ucapan tokoh Ahmad Dahlan yang diperankan Lukman Sardi, yang mengkhawatirkan umat tercerai berai hanya karena para ulama salah dalam menyampaikan ajaran.

Saya kira, makna dari ucapan itu juga berarti bagi sejarawan, jangan sampai masyarakat semakin asing dari sejarahnya hanya karena para sejarawan keliru dalam cara penyampaiannya.

Salam
Dhitta Puti Saraswati

Coba kita renungkan ?!

Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di dunia pada umumnya?

1. Sistem yang tidak menghargai proses

Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir. Oleh karenanya ada seorang teman yang kuliah di perguruan tinggi di Bandung, hanya masuk seminggu menjelang ujian saja. Apa katanya... percuma masuk tiap hari yang penting ujian bisa sudah nilai kita bagus dan pasti lulus.

2. Parrot Learning System yakni Sistem yang hanya mengajari anak untuk menghafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya

Apa buktinya? coba ingat-ingat seberapa lama kita ingat materi ujian yang kita pelajari setelah di ujikan..? seminggu..? atau malah besoknya sudah lupa..? Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Menghafal bukanlah sesuatu yang harus dipelajari, hafal adalah produk dari kebiasaan yang berulang-ulang dan tidak perlu menggunakan effort yang melelahkan otak. Sebut saja jalan kekantor dan pulang kerumah, karena setiap hari kita lakukan maka kita hafal betul lika-likunya hingga jam-jam macetnya tanpa perlu memeras otak seperti kebanyakan anak-anak yang harus menghafal untuk menghadapi ulangan mereka.

Padahal pada hakekatnya manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.

3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilai

Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).

Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungkan oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.

Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.

Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?

Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.

Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..?

Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?

Jadi wajar saja; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.

4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama

Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaanya.

Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.

Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam.

Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.

(bersambung)

Salam
Yusuf Mansur

Jeritan Perawan Tua

Sebagian besar dari wanita pasti menolak keras POLYGAMI termasuk saya sendiri, karena pasti aku tidak akan mengijinkan suamiku kawin lagi, tapi dilain pihak banyak juga teman-2ku yang menjadi perawan tua, untuk itu hatiku merasa tersentuh ketika aku membaca Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqaidah 1420 H yang menuliskan jeritan seorang perawan tua dari Madinah Munawaroh, simak ceritanya:

Seorang perawan tua menulis :

Semula saya sangat bimbang sebelum menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau kesurupan. Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas.

Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami dan.. dan...

Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi taaddud (poligami). Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, "Fulan menikah lagi yang kedua, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka". Saya berkata, "Kalau saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku. Saya sering
berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah taaddud. Mereka berusaha agar saya mau menerima taaddud, sementara saya tetap keras kepala tidak mau menerima syariat taaddud. Saya katakan kepada mereka, â€ËœMustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku. Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Saya menanti¦ akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30 tahun Oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.

Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah seorang dari wanita berkata, Fulanah jadi perawan tua. Aku berkata kepada diriku sendiri, "Kasihan Fulanah jadi perawan tua, akan tetapi fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi! Sesungguhnya itu adalah namaku, saya telah menjadi perawan tua". Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua. Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya kerjakan?

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit. Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku. Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, "Wanita
ini tidak malu". Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup.

Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, "Hari ini telah datang calon pengantin, tapi saya menolaknya". Tanpa terasa saya berkata, "Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh! Ia berkata kepadaku, "Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi taaddud (poligami). Hampir saja saya berteriak di hadapannya, "Kenapa kamu tidak menyetujuinya?". Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat. Kedua tanganku di dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi taaddud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, "Sudah terlambat".

Sekarang saya mengetahui hikmah dalam taaddud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya Allah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui. Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, "Bertaaddud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil". Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, "Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu". Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.

Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, "Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua". Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu.

Engkau mungkin mengatakan kepadaku, "Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya". Saya katakan kepadamu, "Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya".

Engkau mungkin juga mengatakan, "Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi. Saya katakan kepadamu, "Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api". Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.

Demi Allah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu "Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia Ya ALlah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih".

Salam
Frans Thamura

Reading Comprehension

Bagi saya, menulis adalah cara terbaik seseorang untuk mempraktikkan "reading comprehension". Menulis dapat membantu seseorang untuk mengonstruksi pemahamannya. Dengan melatih seorang anak untuk menuliskan pemahaman atas buku yang dibacanya, anak akan berlatih keras menstrukturkan pemikiraannya. Ini akan berakibat pada kemampuan lisannya.

Ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan agar anak didik dapat melakukan kegiatan yang saya maksud.

Pertama, anak didik perlu dibimbing dalam membaca secara "ngemil". Jangan membaca terlalu banyak. Setiap anak punya kemampuan berbeda-beda dan setiap buku memiliki kesulitannya sendiri-sendiri. Mulailah dengan membaca 1 halaman, lalu berhenti dan merenungkan bacaannya. Lalu hasil renungan itu dituliskan. Mintalah anak merasakan kegiatan membacanya, apakah memberikan manfaat?

Kedua, ajarilah mereka menulis subjektif. Biasanya di sekolah, anak senantiasa ditekan untuk menulis objektif. Nah, untuk keperluan "reading comprehension" ini, biarkan mereka menulis subjektif. Gunakan kata ganti orang pertama setiap mengawali menulis: "Aku baru saja membaca halaman 25 buku pelajaran X, apa yang kudapat?" Dengan menulis cara seperti ini, dirinya dilibatkan dalam baik kegiatan membaca dan menulis.

Ketiga, minta setiap anak didik punya portofolio atau buku catatan yang menyimpan tulisan-tulisan mereka terkait dengan buku yang mereka baca. Evaluasi setiap minggu dan bulan. Anda, sebagai guru, dapat menunjukkan KEKaYAAN yang mereka miliki. Ada bermacam-macam buku yang mereka baca, dan kegiatan membaca mereka tak sia-sia karena ada hasilnya. Apa hasilnya? Tulisan subjektif mereka yang terdokumentasi di portofolio atau buku catatan mereka.

Dulu itu saya lakukan ketika saya mengajar bahasa dan sastra Indonesia di SMA Plus Muthahhari. Saya mengamalkan kata-kata Sayyidina Ali, "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya."

Salam
Hernowo

Kamis, 06 Oktober 2011

Mau Jadi Wortel,, Telur,, atau Kopi ?

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya... tumben ya ngeluhnya sama ayah ! dan bertanya mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir putus asa menyerah. Ia sudah lelah berjuang, sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul lagi masalah yang baru, kok tiada henti hentinya .

Ayahnya seorang koki, lalu membawanya ke dapur tanpa berkata apa-apa. Ia mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya masing-masing diatas api. Setelah panci-panci tersebut mendidih, ia menaruh wortel di dalam panci yang pertama, telur di panci yang kedua, dan kopi di dalam panci yang terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan oleh ayahnya. Setelah 20 menit sang ayah mematikan api dan ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, telur dan kopi di mangkuk yang lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya: "Apa yang kamu lihat anakku...?? Wortel......Telur...dan Kopi..." jawab anaknya.

Ayahnya mengajak mendekat dan memintanya merasakan wortel itu, lalu melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Sang ayah lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya, setelah dibuang kulitnya ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk merasakan kopi, ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas .... " Apa arti semua ini ....Ayah...??

Sang Ayah menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama yaitu panasnya perebusan, tapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus keras, kuat dan sukar untuk dipatahkan, tapi setelah direbus menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah, cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan unik, setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

" Kamu termasuk yang mana...? tanya ayahnya. " Ketika kesulitan itu mendatangi kamu, bagaimana kamu menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi? Kalau kamu wortel yang kelihatannya keras tapi dengan adanya kesulitan, penderitaan kamu menyerah melunak dan kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu jadi telur... yang awalnya memiliki hati lembut dengan jiwa yang dinamis, namun setelah di dera kesulitan menjadi keras dan kaku !! Ataukah kamu adalah bubuk kopi ?? Bubuk kopi merubah air panas, ketika air panas mendidih mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat !!

Jadilah engkau seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin baik, keadaan di sekitar kamu juga turut membaik, bahkan mampu memberi warna dan aroma sedap di lingkungan nya. ( dri buku karya Ir Permadi Alibasyah )


Semoga Manfaat
Sumi

Selasa, 04 Oktober 2011

Perguruan Tinggi Kita Gagal

Ketua Mahkamah Konstituti (MK) Mahfud MD menilai perguruan tinggi gagal mencapai misinya karena pendidikan hanya melahirkan kecerdasan dan bukan kecendekiaan.

"Sumber kebenaran itu bukan hanya logika, tapi kita punya masalah dalam penyelenggaraan pendidikan," katanya dalam wisuda sarjana di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Sabtu.

Kegagalan perguruan tinggi itu terlihat dari tidak bekerjanya kecendekiaan para lulusannya.

"Orang pintar saja tapi tidak cendekia itu justru mengacaukan keadaaan, karena hanya melahirkan orang-orang yang tidak jujur, korup, dan tidak bertanggungjawab kepada bangsanya," tegasnya.

Oleh karena itu, katanya, perguruan tinggi harus memperbaiki dirinya dengan reorientasi pendidikan ke arah filsafat pendidikan, yakni pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tapi pendidikan yang berwatak.

"Pendidikan yang berwatak atau berkarakter itu telah diajarkan para tokoh pergerakan dengan mendirikan Boedi Oetomo untuk mengajarkan budi pekerti yang mulai atau, Bung Karno dengan membangun karakter bangsa yang bertanggung jawab," katanya.

Di hadapan 491 wisudawan, Mahfud mengingatkan bahwa sumber kebenaran itu bukan hanya logika karena agama juga merupakan sumber kebenaran.

"Ilmu dan agama itu saling melengkapi. Jangan menuhankan logika, tapi juga jangan percaya klenik. Tuhan mengajarkan ada hal yang logis dan ada hal yang gaib," katanya.

Ia mencontohkan Alquran sudah lama menyebutkan kota bawah tanah bernama Iram yang ditenggelamkan Tuhan akibat kedurhakaan kaum Aad.

"Sejak zaman Nabi Luth hingga Nabi Muhammad SAW, kota Iram itu masih misteri dan baru terungkap pada tahun 1993 setelah ada penelitian dari para arkeolog Eropa. Jadi, kegaiban itu ada, meski akhirnya terungkap," katanya.

Acara wisuda itu juga ditandai dengan penerimaan lima mahasiswa Setsunan University, Osaka, Jepang di Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia.

"Kami belajar di Unitomo untuk belajar Bahasa Indonesia. Selama setahun, kami ingin belajar Bahasa dan Budaya Indonesia. Mudah-mudahan, Bahasa Indonesia kami akan semakin baik," kata Miki Momoko, salah seorang dari lima mahasiswa Jepang itu.

Salam
Mahfud MD

Senin, 03 Oktober 2011

Anak Kerang

(sebuah cerita hikmah)

Seekor anak kerang di dasar laut mengeluh pada ibunya. Sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang lembek. "Anakku, Allah tidak memberi kita tangan, sehingga ibu tak bisa menolongmu. Ibu tahu, itu sangat sakit naak.... tapi terimalah dulu kenyataan ini sebagai jalan hidup kita yang harus kita lalui. Kuatkan ya naak... sabar dan tabahkan hatimu, kerahkan semangatmu untuk melawan rasa nyeri yang menggigit tubuhmu. Balut pasir itu dengan getah di perutmu. Hanya itulah yang bisa engkau perbuat nak," Kata ibunya dengan sendu dan lembut sambil meneteskan air mata.


Anak kerangpun menurut :

Kadang rasa itu terasa begitu hebatnya, sehingga ia sempat meragukan nasehat ibunya. Dengan air mata, ia bertahan, hari demi hari, bulan demi bulan tapi juga tahun demi tahun.

Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam daging tubuhnya. Makin lama makin haluus. Rasa sakitpun makin berkurang, makin lama mutiaranya semakin besar, rasa sakitpun akhirnya hilang sama sekali. Sekarang..... sebutir mutiara besar, utuh, mengkilap dan tentu berharga sangat mahal terbentuk dengan sempurna.

Penderitaannya membuahkan hasil yang sangat menakjubkan, dirinya kini menjadi sangat berharga hingga di peihara oleh manusia (sumber buku karya Ir Permati Alibasyah).

Salam
Sumi

Makna Pekerjaan Anda

Beberapa waktu yang lalu saya memberikan pelatihan mengenai sikap kerja di sebuah hotel berbintang lima di Singapura. Salah satu peserta pelatihan adalah Pak Lim, seorang pria berusia 60 tahunan yang bekerja di hotel tersebut. Bagi saya pekerjaan sehari-hari Pak Lim sangatlah monoton dan membosankan. Setiap hari, dengan membawa sebuah daftar, dia mengecek engsel pintu setiap kamar hotel.

Saya akan menceritakan sedikit bagaimana tugas Pak Lim sebenarnya. Pak Lim memulai rangkaian tugasnya dengan mengecek engsel pintu pintu kamar 1001 dan memastikan bahwa engsel dan fungsi kunci pintu berfungsi dengan baik. Pengecekan yang dilakukannya bukanlah pengecekan “seadanya”, namun pengecekan yang saksama di setiap engsel dan memastikan bahwa setiap pintu bisa dibuka-tutup tanpa masalah.

Untuk mengecek satu pintu saja, Pak Lim berulang kali membuka dan menutup pintu tersebut hanya untuk memastikan bahwa semuanya berfungsi dengan baik. Barulah setelah puas, dia memberi paraf pada daftar yang dibawanya dan mengecek pintu kamar berikutnya, kamar 1002, dia melakukan hal yang sama, begitu seterusnya. Dalam sehari, Pak Lim bisa mengecek pintu 30 kamar.

Anda tentu bertanya, berapa hari waktu yang dibutuhkan Pak Lim untuk mengecek pintu semua kamar di hotel itu. kurang lebih sebulan! Tidak mengejutkan sebenarnya karena hotel berbintang lima ini memiliki sekitar 600 kamar.

Tugas pengecekan Pak Lim dapat diibaratkan sebagai lingkaran. Setelah pintu kamar terakhir selesai dicek, Pak Lim akan kembali lagi ke kamar pertama, kamar 1001. Rangkaian tugas ini terus berjalan seperti itu, dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun demi tahun.

Pekerjaan semacam ini jelas merupakan pekerjaan monoton, tanpa variasi dan membosankan! Saya sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin Pak Lim masih bisa cermat dan teliti mengecek setiap engsel pintu dalam menjalani tugas yang membosankan ini. Saya membayangkan, seandainya saya sendiri yang diminta melakukan hal semacam ini, mungkin saya akan memeriksa setiap engsel sekadarnya saja.

Karena sangat penasaran, suatu hari saya bertanya kepada Pak Lim apa yang sebenarnya membuatnya begitu tekun menjalani pekerjaan rutin itu. Jawabannya sungguh diluar dugaan saya.

Dia mengatakan, ”James, dari pertanyaan Anda, saya bisa menyimpulkan bahwa Anda tidak mengerti pekerjaan saya. Pekerjaan saya bukan sekadar memeriksa engsel, tetapi lebih dari itu. Begini. Tamu-tamu kami di hotel berbintang lima ini jelas bukan orang sembarangan. Mereka biasanya adalah kepala keluarga, CEO sebuah perusahaan, direktur, atau manajer senior. Dan saya tahu mereka semua jelas bertanggung jawab atas kehidupan keluarga mereka, dan juga banyak karyawan di bawahnya yang jumlahnya mungkin 20 orang, 100, atau bahkan ribuan orang.”

“Nah, kalau sesuatu yang buruk terjadi di hotel ini, misalnya saja kebakaran dan pintu tidak bisa dibuka karena engselnya rusak, mereka bisa meninggal di dalam kamar. Akibatnya bisa Anda bayangkan, pasti sangat mengerikan, bukan hanya untuk reputasi hotel ini, tetapi juga bagi keluarga mereka, karyawan yang berada di bawah tanggungan mereka. Keluarga mereka akan kehilangan sosok Kepala Keluarga yang menafkahi mereka dan karyawan mereka akan kehilangan sorang pimpinan senior yang bisa jadi mengganggu kelancaran perusahaan. Sekarang Anda mungkin dapat mengerti bahwa tugas saya bukan sekadar memeriksa engsel, tapi menyelamatkan kepala keluarga dan pimpinan unit bisnis sebuah perusahaan. Jadi, jangan meremehkan tugas saya.”

Saya benar-benar terperangah mendengar penjelasan panjang lebar Pak Lim. Dari situlah saya mengerti bahwa jika seseorang tahu benar makna di balik pekerjaannya, dia akan melakukan pekerjaannya dengan bangga, dengan senang hati, dengan penuh tanggung jawab. Sebaliknya, seandainya saja Pak Lim tidak mengerti makna pekerjaannya, dia akan mengatakan bahwa tugasnya hanya sebagai tukang periksa engsel.

Sekarang, coba tanyakan pada diri sendiri. Apakah Anda tahu benar makna di balik pekerjaan Anda? Katakanlah Anda adalah seorang staf, kepala bagian, manajer unit bisnis, kadiv, apakah Anda tahu makna di balik pekerjaan Anda sebagai seorang staf, kepala bagian, manajer atau kadiv?

Ingatlah bahwa jika seseorang tahu makna pekerjaannya, dia pasti akan melakukan pekerjaan dengan rasa bangga, dan yang terpenting, dia akan membuat pekerjaannya penuh arti, bagi dirinya, bagi keluarganya dan bagi perusahaannya.

Salam
James Gwee

Kabinet dan Pendidikan

Tentu dibutuhkan catatan panjang untuk mengevaluasi secara menyeluruh. Namun, setidaknya ada tiga hal yang ingin saya bicarakan di sini: perubahan yang menunjukkan kemajuan, perubahan yang menunjukkan kemunduran, dan masalah-masalah dasar yang terdapat dalam sistem pendidikan.

Di antara hal-hal yang menunjukkan kemajuan, saya mencatat antara lain—meski juga banyak dikritik—adalah banyaknya sekolah yang berhasil mendidik murid-muridnya mencapai prestasi internasional. Hal ini terutama ditunjukkan dalam berbagai olimpiade, terutama matematika dan IPA.

Kemajuan lain adalah berdiri atau berkembangnya sekolah-sekolah elite di sejumlah kota besar di Indonesia: Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Medan, dan kota-kota lainnya. Di antara sekolah-sekolah jenis ini, ada yang dinamakan rintisan sekolah berbasis internasional (RSBI) dan sekolah berbasis internasional
(SBI).

Tetapi, apa definisi kata ’’internasional’’ dalam konteks ini? Sejauh ini, tidak begitu jelas. Masyarakat tampaknya mempunyai tafsir yang berbeda-beda. Ada yang melihat penggunaan bahasa Inggris menjadi petunjuk utama ’’keinternasionalan’’. Tapi ada juga yang memandang status tersebut hanya dari sudut simbolis seperti seragam atau kemegahan gedungnya saja. Harapan saya, gagasan mengembangkan sekolah
elite perlu diiringi upaya sungguh-sungguh untuk mewujudkan kualitas yang baik seperti namanya.

Kemunduran

Di samping perubahan-perubahan menggembirakan, terlihat juga perubahan yang menunjukkan kemunduran. Paling mendasar dari gejala ini adalah bertambah besarnya jumlah anak-anak miskin yang tidak mampu bersekolah. Persentase penduduk miskin masih sangat tinggi dan karena itu persentase siswa-siswa yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya—karena kemiskinan—juga sangat tinggi. Jumlah sekolah telantar dan memprihatinkan masih banyak di sejumlah daerah dan tidak ada tanda-tanda pemerintah turun tangan.

Kenyataan ini antara lain memicu munculnya lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang kemudian disebut lembaga pendidikan alternatif. Sebagian lembaga pendidikan alternatif hadir sebagai reaksi atas ketidakjelasan beragam kebijakan dalam menghasilkan mutu lulusan berkualitas. Tapi, yang terbanyak, lembaga-lembaga itu digagas untuk mengakomodasi kepentingan belajar warga miskin.

Dalam pada ini kita juga melihat kesenjangan terus meningkat. Secara umum, kesenjangan terkait mutu guru dan ketersediaan fasilitas pembelajaran yang memadai. Memang banyak sekolah dengan fasilitas baik, tapi mutu gurunya jauh dari harapan. Sebaliknya, tak sedikit sekolah yang kurang mendapat perhatian pemerintah, guru-gurunya berhasil menunjukkan inovasi atau terobosan positif.

Harapannya tentu, sekolah-sekolah mendapatkan fasilitas pembelajaran memadai dan kualitas guru-gurunya terus ditingkatkan. Jika tidak, keadaannya akan seperti saat ini: kesenjangan antara sekolah-sekolah elite dan sekolah-sekolah telantar makin lama kian besar. Tidak terlihat pula usaha-usaha yang cukup nyata dan meyakinkan dari pemerintah untuk memperkecil kesenjangan ini.

Lalu apa yang akan terjadi sepuluh tahun akan datang kalau kesenjangan dua jenis sekolah ini tidak juga berkurang?

Masalah-masalah dasar

Salah satu masalah dasar dalam pendidikan Indonesia ialah tidak adanya hubungan yang erat antara birokrasi pendidikan dan masyarakat pendidikan di luar birokrasi. Keputusan-keputusan penting dalam pendidikan sampai sekarang lebih banyak dilakukan birokrasi, sementara masyarakat pendidikan tidak cukup memahami maksud kebijakan-kebijakan baru dalam pendidikan.

Salah satu contoh yang sangat klise adalah ujian nasional. Meski banyak dipersoalkan, birokrasi memutuskan tetap meneruskan kebijakan ujian nasional. Masyarakat pendidikan pada umumnya mengeluhkan keputusan pemerintah. Saya sendiri secara pribadi sejak tahun 1970 menentang model ujian nasional. Prinsip saya: yang mampu mengevaluasi kemajuan murid adalah guru-guru yang mengajar mereka sehari-hari.
Bukan orang dari luar.

Masalah dasar lainnya ialah kurikulum sekolah yang kelihatan sukar sekali berubah. Dalam hal ini sekolah kita dan pendidikan Indonesia berwatak konservatif. Konservatisme memang perlu untuk mengimbangi progresivisme yang tanpa arah. Akan tetapi, kalau kita terlampau konservatif, kita akan menjadi kaku, murid-murid kita akan menjadi manusia Indonesia yang kaku dalam belajar.

Dalam hubungan ini perlu disebutkan agaknya bahwa kelebihan sekolah-sekolah Indonesia dahulu ialah sifat konservatif yang sehat. Anak-anak lulusan sekolah menengah Indonesia, ketika belajar di luar negeri, pada umumnya mampu meraih hasil yang cukup baik. Banyak misalnya lulusan IAIN—sekarang UIN—yang berlatar sekolah
agama/pesantren berhasil dalam studinya di luar negeri hampir di berbagai bidang. Tahun 1950-an banyak yang memandang rendah IAIN. Tapi ketika ada lulusannya mendapat PhD jurusan biologi di IPB, misalnya, orang kemudian sadar bahwa ada konservatisme yang sehat. Ini dapat kita jadikan contoh untuk mencari sikap yang lebih sehat bagi pendidikan Indonesia masa datang.

Masalah mendasar lainnya, pendidikan Indonesia masih saja sangat menekankan pendidikan pengetahuan (transfer of knowledge) dan tidak cukup memberi perhatian kepada pemupukan keterampilan (formation of skills) dan pembinaan watak (character building).

Memang kata pembinaan watak atau character building selalu digunakan, tapi tidak diterjemahkan menjadi tindakan pendidikan yang cukup nyata. Pendidikan watak lebih banyak diberikan dalam bentuk khotbah-khotbah tentang manusia yang mulia, manusia beriman dan bertakwa, dan betapa mengerikannya nasib manusia-manusia tersesat.

Catatan akhir


Perlu kita sadari bahwa kemajuan, kemunduran, dan banyaknya masalah mendasar pendidikan tidak dapat dipandang sebagai hasil kerja KIB Jilid II semata. Kita semua bertanggung jawab. Dinamika dalam pendidikan selalu terjadi setelah terkumpulnya tenaga-tenaga peremajaan (rejuvenation of power) dalam waktu lama. Karena saya percaya, there’s no instant progress in education.

Sekarang, terserah kepada kita, kepada birokrasi pendidikan dan masyarakat pendidikan seluruhnya: apa yang diinginkan untuk Indonesia di masa depan? Tetap menjadi bangsa yang konservatif, menjadi bangsa dinamis tetapi tanpa arah, atau menjadi bangsa yang terus-menerus atau secara konsisten menuju kemajuan dan perbaikan. Jawabnya ada di tangan kita.

Salam
Mochtar Buchori

Senin, 26 September 2011

Sepatu Guru & Sepatu Hakim

Jika adil, guru disembah. Jika lalim, guru disanggah. Kalimat tersebut saya ”gubah” dari ungkapan Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Kalimat bijak itu merupakan ungkapan lama di khazanah budaya Indonesia.

Di situ ada nilai demokratis. Namun, poin tersebut tidak tecermin lagi dalam contempt of court (meminjam istilah Karni Ilyas dalam goresannya di Tempo, 7 Nov 1987) di negara kita. Beda halnya dengan contempt of court di negara Barat, yang khusus menganut hukum Anglo Saxon.

Di negara-negara Anglo Saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, dan negara persemakmuran, ada asumsi kuat bahwa tidak akan ada hakim yang tidak adil. Alias: tak ada ungkapan hakim lalim hakim disanggah. Sebab, jabatan hakim sangat mulia. Hakim merupakan orang pilihan.

Selain dituntut memiliki pengetahuan luas –melebihi keterampilan penegak hukum lainnya, hakim punya integritas yang tak tercela. Ia tidak saja mesti bebas dari kekuasaan lain, tapi juga tidak boleh tergoda oleh uang, wanita, bahkan ancaman sekalipun.

Hakim terkadang dilukiskan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Ia diharapkan menjadi ultimum remedium (senjata pemungkas) yang siap membabat semua yang ketidakberesan di bidang lain. Ibaratnya, semua bagian di masyarakat bisa kotor dan bobrok, tapi lembaga peradilan harus bersih sih sih.

Karena itu, ada ungkapan di sana: kalau orang melecehkan jabatan hakim, sang hakim bakal berucap, ”Seandainya Anda berdiri di sepatu saya.” Artinya kira-kira begini: Begitu beratnya beban seorang hakim.

Saya bisa membayangkan betapa tenteramnya jika menemui kekhusyukan dalam ruang sidang, bukan caci-maki sebagaimana lazimnya terjadi di sini. Bahkan, wasit yang juga disebut hakim di lapangan hijau kerap mendapatkan perlakuan manusiawi jika keputusannya dianggap merugikan satu pihak.

Dia bisa dipukuli dan dikeroyok beramai-ramai secara brutal oleh pemain dan ofisial ”kampungan”. Jika beruntung, si wasit paling dikata-katai seperti anjing, bangsat, matamu suwek, jancuk, PKI, nggateli, dan aneka menu kata haram jadah lainnya. Waks!

***

Istri saya saban hari rajin bertanya kepada saya. Terutama, menanyakan hal-hal yang berbau kebahasaan dan seputar dunia menulis. Saya menjawabnya dengan senang hati dan kebetulan tahu jawabannya. Kalau nggak tahu, ya nggak saya jawab. Tak bisa menjawab toh tidak akan menurunkan gengsi saya. Eh, lagi pula buat apa menyimpan gengsi?

Saya lantas berbagi cerita kepadanya soal curhat teman guru. Ia mengeluh karena murid-muridnya sering bertanya. Saya bingung. ”Bukankah guru seharusnya malah senang karena murid sering bertanya?” tanya saya kepada rekan tersebut.

”Iya sih, tapi kalo sering-sering, ya pusing aku. Sedikit-sedikit nanya. Sedikit-sedikit nanya. Gimana coba, apa nggak pusing?” kelitnya. Aneh, pikir saya. Tapi, saya enggan menyanggahnya. Mungkin ia sedang memiliki sedikit problem yang terbawa sampai ruang kelas.

Sebelum mengakhiri perbincangan, saya teringat ungkapan sepatu hakim. ”Seandainya kamu berdiri di sepatu guru,” ucap saya kepadanya. Sudah pasti dia bakal berkilah bahwa dirinya kan guru, kenapa disuruh berandai-andai berdiri di sepatu guru? Kami berpisah.

Saya lantas menatap mata Ibu Eko Prasetyo, istri saya. Menanyakan kepadanya tentang hikmah yang bisa dia ambil dari cerita tadi.

Dia menggelengkan kepala. Saya tersenyum kecut, berusaha memahami alasan ketidaktahuannya.

”Beban seorang guru itu berat, sangat berat. Sama dengan beban seorang hakim, orang yang kadang dianggap sebagai wakil Tuhan di muka bumi.”

”Iya, karena guru bertanggung jawab pada murid dan institusinya,” sahutnya pendek.

”Benar. Tapi, lebih dari itu, guru tidak hanya dituntut bisa mencari solusi bagi para anak didiknya. Ia sosok yang sempurna. Ia juga diharapkan dapat memilah, menyelesaikan, dan menuntaskan masalah dengan baik. Karena tuntutan kesempurnaan itu, guru mesti berupaya keras berlaku adil pada anak didiknya, koleganya, orang lain, dan yang paling penting adalah bersikap adil terhadap dirinya sendiri,” tegas saya. Ia mengernyitkan dahi, sedemikiankah sempurna sosok guru?

Pertanyaan itu tak lekas saya jawab, biar ia cari tahu sendiri. Manakala istri saya setengah memaksa jawab dari bibir saya, hanya kalimat pendek yang ia dapatkan. ”Jadilah guru,” tegas saya sambil melucuti seluruh pakaian saya.

Salam
Eko Prasetyo

Kejujuran Penebang Kayu

Mengapa Laki2 jujur pun bisa Berbohong?
Sebenarnya... Semua itu demi kebaikan...

Suatu hari, ketika sedang menebang pohon, seorang penebang kayu kehilangan kapaknya karena terjatuh ke sungai.
Lalu dia menangis dan berdoa, sehingga Dewa muncul."Mengapa kamu menangis?"
Si penebang kayu sambil terisak menceritakan bahwa kapak sebagai sumber penghasilan satu-satunya telah jatuh ke sungai.

Lalu Dewa seketika mnghilang dan muncul kembali membawa kapak emas."Apakah ini kapakmu?" tanya sang Dewa.

"Bukan, Dewa " jawab lelaki itu. Lalu Dewa menghilang dan muncul kembali membawa kapak perak."Apakah ini kapakmu?" tanya sang Dewa lagi.

"Bukan Dewa" lelaki itu tetap menggelengkan kepalanya.

Setelah menghilang kembali dalam sekejap mata Dewa datang lagi dan kali ini membawa kapak yang jelek dengan pegangan kayu dan mata besi."Apakah ini kapakmu?"
"Ya, Dewa,benar ini kapak saya".
Kamu orang jujur, karena itu Aku akan memberikan ketiga kapak ini untukmu sebagai balas kejujuranmu" .

Lelaki itu sangat bersyukur dan pulang ke rumahnya dengan sangat gembira.

Beberapa hari kemudian ketika sedang menyeberang sungai, istrinya terjatuh dan hanyut.
Lagi, si penebang kayu menangis dan berdoa.

Kemudian Dewa muncul. "Mengapa kamu menangis?"

"Istri saya satu-satunya yg sangat saya cintai terjatuh ke sungai, Dewa"
Lalu Dewa mnghilang ke dalam sungai dan muncul kembali dengan membawa Luna Maya. Apakah ini istrimu?"
"Ya, Dewa"

Lalu Dewa marah dan berkata "Kamu berbohong, kemana perginya kejujuranmu? "

Lelaki itu dengan takut dan gemetar berkata, "Dewa, seandainya saya tadi menjawab tidak, Dewa akan kembali dengan membawa Cut Tary, dan jika saat itu saya juga menjawab tidak, Dewa akan kembali membawa istri saya yang asli, dan jika ketika itu saya menjawab iya, Dewa akan memberikan ketiganya untuk menjadi istri saya. Saya ini orang miskin Dewa..., tidak mungkin bisa seperti Ariel menservis tiga sekaligus ...........

Salam
Tri

Senin, 19 September 2011

Angka 19 dalam Al Qur'an

Dalam bahasa Jawa ada ungkapan “otak-atik gatuk”. Maknanya, kurang lebih, adalah upaya untuk meramal (membuka sebuah rahasia) yang dilakukan dengan mencocok-cocokkan yang satu dengan yang lain, atau mencoba menepat-nepatkan bahwa yang ini berkaitan dengan yang itu.

Yang lebih ekstrem, “otak-atik gatuk” kadang diartikan sebagai klenik. Secara bahasa, klenik adalah kegiatan perdukunan dengan cara-cara yang sangat rahasia dan tidak masuk akal, tetapi dipercayai oleh banyak orang. Dari makna ini, “otak-atik gatuk” adalah sebuah upaya yang, kadang, berlawanan dengan akal sehat.

Ketika membaca buku karya Caner Taslaman, Miracle of the Quran, secara spontan bermunculanlah di kepala saya ihwal “otak-atik gatuk” tersebut. Saya belum membaca buku karya Taslaman secara menyeluruh. Saya baru melihat topik-topik yang menarik perhatian saya. Salah satunya adalah Bab “Matematika dan 19”.

Angka 19 itu disebut secara jelas dalam Surah Al-Muddatstsir (74): 30, “Di atasnya ada 19 (malaikat penjaga).” Menurut penafsiran Taslaman, “Sembilan belas adalah satu-satunya angka dalam Al-Quran yang dikomentari fungsinya.” Angka tersebut merupakan bilangan prima—artinya hanya dapat dibagi dengan 19 sendiri dan 1.

Bilangan 1 adalah angka tunggal paling kecil dan 9 adalah angka paling besar dalam hitungan. Menurut Taslaman lebih jauh, bentuk tertulis 1 dan 9 sangat serupa dalam banyak bahasa. Misalnya, bentuk angka Arab sangat mirip dengan angka yang banyak digunakan di seluruh dunia.

“Pesan mendasar yang disampaikan Al-Quran adalah keesaan Allah,” tegas Taslaman. “Keesaan-Nya dinyatakan dengan kata bahasa Arab “Wahid” dan nilai matematis kata tersebut adalah 19.” Sebelum menerapkan sistem angka India dan mengembangkannya, masyarakat Arab pada masa Nabi Saw menggunakan huruf untuk berhitung.

Huruf “Alif” sama dengan 1 dalam nilai numeriknya, sedangkan bunyi “Wau” dilambangkan dengan huruf “w” yang sama dengan angka 6. “Ha”=8 dan “Dal”=4. Jadi, kata “Wahid” adalah 19 (6+1+8+4). Kata “Wahid” (Satu) yang nilai matematisnya 19, digunakan 19 kali untuk Allah dalam Al-Quran.

“Otak-atik gatuk”? Silakan Anda merenungkannya sendiri. Yang jelas, Caner Taslaman adalah seorang peneliti dan penulis bestseller di Turki untuk tema-tema filsafat sains dan sosiologi agama. Selain buku Miracle of the Quran, dia juga menulis Fabricated Islam versus Quranic Islam, The Big Bang and God, dan The Theory of Evolution and God.

Miracle of the Quran merupakan produk riset yang panjang dan berjelajah luas. Inilah buku paling komprehensif dewasa ini yang mengkaji hubungan antara Al-Quran dan sains modern. Ditulis dengan gaya yang mudah dipahami oleh awam, buku ini mengarahkan pembaca untuk memperdalam pemahaman tentang penciptaan alam semesta dan memngevaluasi peristiwa ini dari perspektfi yang sepenuhnya baru.

Salam
Hernowo