Rabu, 07 Oktober 2009

Apa enaknya ngajar di kelas ber-CCTV?

(curhat guru)
By : M. Ichsan

Banyak hal menarik dapat diambil di SMAN 3 Malang, Jawa Timur sebagai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Berikut catatan staf humas Setkab Kubar Martha Kerawing menyertai kegiatan studi tur oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kubar, 21-25 Juli 2009 lalu.

KEGIATAN ini, Disdik Kubar menyertakan beberapa siswa berprestasi pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat Kabupaten bersama beberapa staf dari Disdik Kubar.

"Memberikan dorong bagi para siswa untuk memiliki wawasan dan tahu akan dunia luar. Timbal balik juga harus diakui kami (Disdik Kubar) dapat belajar agar meningkatkan pendidikan di Kubar. Terutama untuk mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) atau SBI," ungkap Kepala Disdik Kubar Fredrick Ellia GMA, sebagai alasan atau tujuan dilaksanakannya studi tur tersebut.

Fredrick pun menambahkan, siswa yang dibawa studi tur memang hanya pilihan saja. Namun tahun depan diupayakan lebih banyak lagi. "Ini adalah bentuk penghargaan Dinas Pendidikan untuk siswa berprestasi agar semakin termotivasi dan makin mempertahankan prestasi. "Studi tur ini harus dimanfaatkan untuk menggali ilmu lebih banyak lagi dunia pendidikandi Jawa," tambahnya.

Sementara itu Kepala SMA Negeri 3 Malang Ninik Kristiani mengaku, menyambut baik niat baik Dinas Pendidikan Kubar yang ingin mencari tahu dan belajar dari sekolahnya.

"Semoga dengan kunjungan ini, siswa berprestasi Kubar mendapat apa yang diinginkan dari sekolah kami. Mereka juga tidak menyia-yiakan kesempatan untuk mempelajari apa yang ditemukan di sini," kata Ninik.

Ia mengutarakan, SMA Negeri 3 tersebut berdiri sejak 8 Agustus 1952. Salah satu sekolah senior di Malang, baru 4 tahun terakhir menjadi SBI. Menuju SBI tidaklah mudah karena banyak hal yang harus dipenuhi sesuai standar nasional yang dilaksanakan. Kegiatan yang padat terkait pada ektrakulikuler.

Lanjutnya, masuk tahun ajaran baru ini, sekolahnya dikenakan beban belajar 50 jam pelajaran per minggu. "Hal ini tidak dapat ditolak, karena kita pun harus mendapat nilai plus dari standar nasional. Sekolah harus punya keberanian mengembangkan lembaganya," ujarnya.

Sebenarnya pada kurikulum KTSP, beban belajar siswa hanya 38 jam maksimal 39 jam, namun di sekolah ini mencapai 50 jam. Sehingga jika dihitung jam belajar dari hari senin hingga Sabtu sangat padat. Untuk Senin hingga Kamis jam pertama hingga jam ke sepuluh.

Ia mengungkapkan, karena sekolahnya merupakan salah satu SBI, diterapkan Bilengual (dwi bahasa) terutama bagi yang sains yaitu mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, Bahasa Inggris. Media yang digunakan di kelas adalah LCD, komputer, dan disediakan pula hot spot yang dipasang disekitar lingkungan sekolah. "Hot spot ini memudahkan siswa terkait tugas-tugas mandiri untuk dapat mengakses di lingkungan sekolah," ungkap Ninik.

Ditambahkannya lagi, belajar menggunakan sistem moving class (pindah kelas) artinya siswa memasuki kelas sesuai mata pelajaran. Hal ini memang berbeda dari layaknya sekolah lain. Setiap ruang kelas juga ada beberapa peralatan yang dilengkapi dengan kamera CCTV, dan langsung dimonitor dari ruang kepala sekolah.

Lebih jauh Ninik mengatakan, mengemas pendidikan gampang-gampang susah, karena yang diolah adalah bernafas. Ini merupakan fluktuasi SDM, dan banyak faktor dari luar dapat terjadi sehingga kita pun dalam belajar harus ada prakteknya.

Menyinggung perhatian pemerintah, ia mengungkapkan, pemerintah setempat begitu mendukung, jika sebagai lembaga tidak ada dukungan, kita akan kesulitan. Operasional sekolah yang luar biasa, apalagi bagi sekolah-sekolah yang aktif mengikuti kompetisi atau lomba, dana yang disiapkan tidaklah sedikit. Ia mencontohkan sekolahnya ada 15 siswa yang mengikuti dan pihak sekolah mengalokasikan dana hingga Rp 45 juta untuk satu event.

Dengan adanya sekolah gratis susah diterima dengan akal, karena banyak hal yang mendukung kemajuan siswa membutuhkan dana yang besar. Jika menginginkan fasilitas mencukupi berarti membutuhkan dana. "Hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dan komite sekolah atau orangtua murid sangat dibutuhkan. Kami bersyukur mendapat dukungan orangtua siswa," ujarnya.

Salah satu siswa kelas XII SMA Negeri 3 Malang, Adya Aji mengaku begitu betah dan nyaman menuntut ilmu di SMA Negeri 3. "Suasana belajar begitu kondusif dan sangat kekeluargaan sekali, para guru pun selalu memantau kemajuan siswanya. Jam pelajaran memang padat tetapi kami tetapi mengikuti dengan baik," ujarnya.

Ia mengungkapkan, masuk di SMA Negeri 3 ini membutuhkan biaya besar. Jika ingin mendapat fasilitas bagus tentunya harus rela mengeluarkan dana. "Sejauh ini orangtua tidak pernah komplain dengan sekolah yang melakukan pungutan. Apalagi pungutan itu jelas untuk kenyamanan kami belajar di sini," ungkap Adya.