Minggu, 06 September 2009

Gugatan Idealisme

Oleh : Reza Ervani

Bismilahirrahmanirrahiim

Terekam dalam Al Quran, kisah kalahnya sebentuk kebenaran di dada Al Walid bin al Mughirah. Padahal telah nyata terguncang hatinya dalam lantunan Haa Mim Sajadah.

Rupanya rayuan Abu Jahal tak mampu ditaklukannya, walau telah pula dengan gusar dipertanyakannya dalam sebuah sebuah dialog penuh kejujuran.

“Jika Muhammad gila, pernahkah kalian lihat ia tercekik ?”
“Demi Allah tidak pernah”
“Jika Muhammad sang penyair, pernahkah kalian dengar syairnya ?”
“Demi Allah, kami tidak pernah mendengarkannya bersyair”
“Kalian tuduh ia sebagai pembohong besar, pernahkan kalian uji kesaksianya ?”
“Tidak pernah, demi Allah”
“Kalian pula yang menyebutnya sebagai kahin, apakah pernah kalian temukan ia rapalkan manteranya”
“Tidak pernah kami lihat, demi Allah”

Sayang, dialog itu kalah dengan ketakutan akan degradasi strata sosial. Padahal tahap ilmiah telah pula ia lewati "Innahu fakkara wa qaddar … faqutila kaifa qaddar … tsumma qutila kaifa qaddar … tsumma nazhar …

Ia belakangi cahaya menghadap kegelapan … Dia paksakan menutup kebenaran dengan keangkuhan … tsumma 'abasa wa basar … tsumma adbara wastakbar …

Dan lidahnya pungkiri sinar kebenaran yang telah nyata di dalam dadanya …
faqoola in hadzaa illa sihruun yu-tsar … in hadzaa illa qaulul basyar …

Tanpa sadar ia telah pilih akhir yang berujung mengerikan …
Saushliihi saqar ...

Naudzubillahi min dzalik …

Akankah kita bak Walid al Mughirah, yang didepannya terpampang kebenaran, tapi tak dipilih, karena terjal dan tak mudah ?

Akankah kita bak makhluk yang telah merenung hingga dua kali, tapi tak pula mampu jujur pada hati, karena lekang oleh ambisi ?

Gugatan itu akan selalu ada … semoga kita mampu menahannya …

Amiin