Rabu, 02 September 2009

Belajar dari Barcelona (team bola favoritku)

Bismilahirrahmanirrahiim

Sejarah Islam mencatat sebuah keangkuhan yang terbayar tunai di Perang Hunain. Melihat jumlah pasukan yang ramai, prajurit yang berderap, ada sahabat yang terlalu berbunga-bunga sehinga berkata "Kali ini kita tidak mungkin bisa dikalahkan".

Keta'juban terkadang membuat mata hati kita lalai, bahwa masih banyak lubang di barisan. Menjelang subuh, hujan anak panah membuat kocar-kacir pasukan Islam. Tersisa seratus pasukan saja di sekeliling Nabi, terseleksi seketika, untuk menjemput kemenangan.

Sungguh, Allah telah bukakan, bahwa kuantitas bukanlah titik tolak kemenangan.

Coba engkau sampaikan padaku, logika mana yang bisa bicara saat 300 jundi mengalahkan 1000 laskar bersenjata lengkap di perang Badar ...

Banyak lagi kisah dalam Qur'an yang mengajarkan kita tentang keajaiban azzam dan kesungguhan tawakal. Sebut saja kisah tentara Thalut yang berhasil mengalahkan tentara Jalut dalam rasio kuantitas yang pula tak seimbang.

***

Kagum penulis melihat bagaimana Barcelona memainkan sepakbola cantik. Sehingga pemain legendaris Belanda, Van Basten sampai harus mengatakan bahwa saat ini adalah era sepakbola ala Barcelona.

Tapi satu lagi yang membuat kekaguman lebih daripada kemenangan-kemenangan itu, adalah ternyata Barca adalah satu-satunya klub Eropa yang tidak disponsori oleh korporasi raksasa, apalagi situs perjudian kelas kakap semacam BWIN yang menjadi lambang utama kaos dan stadion Real Madrid dan AC Milan.

Di depan kaos Barca terpampang logo UNICEF, lembaga PBB untuk anak-anak.

Apakah mereka mendapatkan dana dari UNICEF ?

Ternyata tidak, justru Barca berkomitmen untuk "menyetorkan" U$ 1 juta dollar setiap tahunnya untuk lembaga kemanusiaan tersebut.

Rugikah Barca ?

Inilah keajaiban komunitas yang dibangun dengan cinta. Eropa mencatat, bahwa hanya Barcelona sajalah yang memiliki fans hingga ke pelosok-pelosok Afrika, daerah-daerah yang dikembangkan oleh UNICEF dengan dana "donasi" F.C. Barcelona. Belum lagi komunitas di internal Spanyol, yang bahkan memiliki kategori VVIP Member dengan iuran
keanggotaan yang tidak kecil.

Ketika ditanyakan kenapa mereka mau menjadi "fans" Barcelona, jawaban mereka sederhana,"Barcelona adalah satu-satunya Klub Sepakbola yang tidak terjebak pada kapitalisasi sepakbola di Eropa". "Barca adalah milik kami dan kami adalah milik Barca". Lalu mereka menyanyikan Mars Kesebelasan Barcelona dengan gegap gempita.

Barcelona tidak hanya memetik keuntungan finansial, tetapi juga fanatisme dan kecintaan.

****

Dua cerita diatas mengajarkan kepada kita, bahwa team work, atau yang dalam bahasa agama dikenal dengan amal jama'i, dibangun dari dua elemen utama - pemimpin dan pasukan - qiyadah wal jundiyah.

Pemimpin terpilih bukan karena pintar dan keperkasaannya, tetapi karena kearifan dan kematangan, karena kemauan mendengar dan mengajarkan, karena kelapangan dada dan kesejukan kata.

Ada tujuan yang hendak dicapai bersama oleh sebuah pasukan. Yakni kemenangan.
Dan jika nanti kemenangan itu diraih, ia bukanlah sebuah piala buat sang jenderal. Tapi ia adalah berkah buat seantero pasukan.

"Jangan engkau bunuh wanita dan anak-anak, jangan engkau patahkan dahan pepohonan, jangan engkau bakar gereja dan tempat-tempat ibadat, jangan engkau bunuh musuh yang telah mengaku kalah", begitu indah pidato Muhammad Al Fatih sebelum melepas pasukannya ke Konstantinopel. Ia adalah puncak keindahan strategi yang dirancang. Penuh cinta, karena perang hanya untuk menegaskan kekuatan atas kezholiman, bukan untuk membasmi dan memporak-porandakan. Wajar jika kemudian yang ia dapatkan bukan hanya kemenangan, tapi juga cinta masyarakat di negeri lawan.

Tapi kalaupun kekalahan yang didapat. Maka tak pula ia menjadi bibit sesal yang mendalam, seperti ujar Thariq bin Ziad kepada pasukannya, setelah membakar kapal di Selat Gibraltar. "Hanya ada satu pilihan yakni kematian, hanya saja mundur berarti kematian tak bernilai karena tenggelam ketakutan, atau maju untuk menjemput kematian mulia dalam kesyahidan"

Belajar bekerja sama dan bersama-sama belajar bekerja, keduanya dalam cinta dan kasih sayang, mudah-mudahan itulah yang terwujud di tubuh organisasi yang kita sayangi ini ... Klub Guru Indonesia

Fa idza azzamta fa tawakal 'alallah.

Salam,
Reza Ervani