Rabu, 05 Agustus 2009

Ngobrol dengan guru senior

(sebuah cerita)

Selama saya di Indonesia, saya beruntung sempat bertemu dengan seorang pensiunan guru sebuah sekolah negeri, yang dulunya mengajar sebuah SD di Bukit Tinggi. Usianya sudah 70-an tampaknya tapi tubuhnya masih sehat sekali. Saat ia mendengar bahwa saya sedang belajar ilmu pendidikan, ia dengan senang hati membagikan pengalaman hidupnya kepada saya ditambah petuah-petuahnya mengenai pendidikan.

Setamat SPG, ibu Nurjanah, nama sang guru, langsung mengajar di sebuah sekolah di Bukit Tinggi. Nasihat pertamanya kepada saya, "Kalau mau menjadi guru, coba bacalah buku-buku mengenai ilmu jiwa anak. Guru-guru sekarang banyak yang tidak paham tentang ilmu jiwa anak. Tidak tahu bagaimana caranya memisahkan anak di dalam kelas biar bisa belajar dengan baik."

Ibu Nurjanah sebenarnya sedang membicarakan mengenai diferensiasi dalam pendidikan, tetapi dalam bahasa yang lebih sederhana. Menurutnya, anak-anak yang nakal, baik, berprestasi maupun tidak membutuhkan perlakuan khusus, kadang hanya dengan menempatkan mereka di tempat duduk yang tepat di dalam kelas, kita bisa memaksimalkan proses pembelajaran agar berlangsung dengan baik.

Lalu ibu menasihati saya kembali, "Yang paling utama kalau menjadi guru adalah kasih sayang terlebih dulu. Kalau sudah kita berkasih sayang pada anak, apapun bisa kita masukan."

Katanya lagi, " Dulu ada seorang anak yang kerjanya melempar batu pada guru. Nakal kan katanya. Tapi ibu tanya kenapa kamu melempar batu? Katanya karena ibu gurunya memukulnya. Nah itu kalau guru kencing berdiri murid nanti kencing berlari."

"Kalau ada murid yang nakal, nah itu tugas guru, untuk membuatnya menjadi tidak nakal. Kalau bukan, bukan guru itu namanya! Nah makannya yang penting kasih sayang dulu, nanti kita bisa itu membuat murid-murid menjadi baik"

Ibu Nurjanah tampaknya dengan pengalamannya bertahun-tahun, telah mengajar murid dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang merupakan nasihat yang paling dia tekankan pada saya. Dan saya pun percaya kata-katanya. Ibu Nurjanah berani berbicara, karena ia juga telah membuktikan sendiri, bahwa kasih sayang berhasil melembutkan hati anak. Ibu Nurjanah seorang guru yang keras dan tegas sebenarnya, tapi ia tahu waktu, kapan harus tegas, kapan harus lembut. Tapi sikap apapun yang diambil, baik bersikap keras, tegas, dan lembut, semuanya dilakukan berdasarkan kasih sayang, sehingga murid-murid tidak sakit hati.

Muka Ibu Nurjanah akan berbinar-binar saat ia menceritakan mengenai keajaiban-keajaiban dalam hidupnya, misalnya saat ia bertemu dengan murid-muridnya yang sudah dewasa, ada yang menjadi dokter, ada yang bekerja di bandara. Dan kalau bertemu dengan Ibu Nurjanah, mereka masih ingat. Betapa bahagia dan bangga rasanya hati Ibu Nurjanah. "Padahal saya cuma guru kelas 1 SD, saya tanya kok mereka ingat sama saya." Lalu kata muridnya, "kalau tidak karena ibu, saya tidak bisa membaca. Ada juga murid yang pernah dijewernya yang berterima kasih pada Ibu Nurjanah, karena dia menjadi seperti sekarang. Keberuntungan sering berpihak pad Ibu Nurjanah, kalau ia bertemu dengan murid-muridnya dimanapun, seringkali murid-muridnya ingin membalas budi dengan cara yang sederhana, misalnya kalau muridnya ada yang bekerja di rumah sakit, ibu Nurjanah ditawari pengobatan gratis dan sebagainya.

Yang tak kalah mengagumkan adalah bagaimana Ibu Nurjanah bertahan menghadapi hidup. Tentu gaji seorang guru saja, saat itu pun tak mencukupi, untuk membiayai anak-anaknya sekolah sampai tinggi. Tapi semua anak-anaknya berhasil sekolah hingga tinggi, dan bahkan Ibu Nurjanah berhasil menyekolahkan anak-anak yang lain. Ternyata, setiap selesai mengajar, ia pergi ke sawah untuk bertani. Padi hasil bertani tersebut, menjadi sumber makanan bagi semua putra-putrinya. Hal ini dilakukannya setiap hari. Betapa kagumnya saya mendengarnya. Ibu Nurjanah, seorang guru yang berkarakter, ia pekerja keras, pantang menyerah, dan penuh kasih sayang. Saya selalu yakin untuk menghasilkan murid berkarakter, tentu perlu guru berkarakter, dan karakter sang guru tentu dibentuk dari pengalaman hidup. Ibu Nurjanah, pasti tanpa perlu bicara bisa mengajarkan mengenai ketekunan, kerja keras, bekerja dengan hati pada murid-muridnya, karena kesemua sikap tersebut merupakan bagian dari dirinya. Sungguh menginspirasi!

Ibu Nurjaha kini sudah pensiun. Ia bangun setiap subuh, lalu shalat menghadap sebuah jendela yang terbuka. Setiap pagi ia menyempatkan dirinya untuk melakukan senam-senam kecil seperti mencium lutut dan berbaring sambil mengangkat kaki, saya terkagum-kagum betapa fit dan lentur tubuhnya, untuk seorang yang sudah berumur 70-an. Ia masih memasak untuk keluarganya, lalu setiap hari selalu pergi berkebun, yang menurutnya merupakan caranya untuk melakukan olahraga agar tubuhnya tetap sehat. Ia masih kuat menyusuri tangga 40 di bukit tinggi untuk pergi mengaji setiap minggunya. Lalu di waktu luangnya ia selalu sempatkan diri membaca apa saja, mulai dari Al-Quran, koran, buku-buku mengenai apa saja. Ia menceritakan pada saya mengenai sebuah buku tebal judulnya "Dokter di Rumah" yang ia baca hingga pengetahuan-pengetahuannya tentang kesehatan bertambah. Baginya membaca adalah suatu kenikmatan, yang mungkin sewaktu mudanya saking sibuknya mengajar, bertani, dan mengurus keluarga, tak selalu sempat dilakukannya.

Ibu Nurjanah, bagi saya merupakan seorang yang sungguh memberikan inspirasi. Bahagia saya beruntung mendengarkan kisahnya, mendapatkan petuahnya, da mengenal pribadinya. :)

Semoga bermanfaat.