Selasa, 04 Agustus 2009

Buku Asyik untuk belajar

(sebuah cerita dalam dialog)

Sejumlah buku yang bisa menjadi pendamping sekaligus pelengkap buku teks pelajaran sekolah dasar banyak tersedia di pasar. Bukunya lebih asyik dan menarik.

Dengarlah keluhan Sri Widawati, seorang ibu yang tengah mendampingi belajar anaknya--murid sebuah sekolah dasar di Jakarta. Ibu muda itu menyatakan materi buku paket pelajaran anaknya terlalu berat. Bahasanya juga terlalu "tinggi" sehingga sulit dipahami anaknya. "Kakak saya yang guru saja kesulitan mengajar dengan buku paket," katanya.

Widawati tentu saja tak sendirian. Masih banyak Widawati lain yang boleh jadi mempunyai keluhan serupa. Sebuah penelitian menyebutkan, buku-buku paket pelajaran sekolah masih menyimpan kelemahan, di antaranya materinya terlalu padat dan penyajiannya kurang sesuai dengan pola pikir anak.

Betapapun kualitas buku pelajaran masih rendah, toh, para orang tua tak bisa hanya berdiam diri. Apalagi terus mengeluh saban mendampingi buah hatinya belajar. Ini tentu saja tak elok. Orang tua tampaknya perlu menyediakan buku pendamping sekaligus pelengkap buku paket pelajaran sekolah.

Luangkanlah waktu ke toko buku. Di sana banyak tersedia buku pendamping pelajaran yang menarik. Buku pelajaran itu, misalnya, disajikan dalam bentuk komik atau cerita bergambar dengan bahasa yang sangat komunikatif bagi anak-anak usia sekolah dasar. Alhasil, belajar pun menjadi lebih mengasyikkan.

Suatu siang pada pertengahan Juli lalu, mata Samsul Anwar menyapu deretan buku yang tersusun di rak khusus untuk anak sekolah dasar kelas II. Sesekali matanya melihat kertas yang sedari tadi dipegang tangan kirinya. Setelah mencocokkan dengan daftar buku di kertas itu, Samsul mengambil sebuah buku dan memasukkannya ke kantong plastik.

Di lantai 3 Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta, yang memajang koleksi buku pelajaran sekolah, Samsul tak sendirian. Di lorong-lorong lain toko buku itu, puluhan orang tua beserta anaknya juga tengah mencari buku pelajaran. "Saya lagi mencari buku pelajaran untuk anak," kata Samsul, 37 tahun, ketika dihampiri Tempo.

Menurut Samsul, buku yang dicarinya adalah penunjang mata pelajaran untuk melengkapi buku paket yang dipinjamkan oleh sekolah anaknya. Sekolah tempat anaknya belajar mewajibkan muridnya menggunakan buku pendamping di samping buku paket. "Ini daftarnya," ujar karyawan di bidang perhotelan itu seraya menunjukkan daftar buku pendamping.

Memang, selain buku paket pelajaran, anak-anak sekolah dasar tetap membutuhkan buku-buku pendamping. Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan buku pendamping diperlukan sebagai penunjang atau pelengkap materi dalam buku paket. Selain itu, buku-buku tersebut dibutuhkan sebagai second opinion atau alternatif.

Buku paket pelajaran sekolah yang ada selama ini, tutur Darmaningtyas, hanya menjelaskan sebuah materi pelajaran secara umum atau hal-hal yang bersifat pokok. "Nah, untuk penjelasan lebih lanjut bisa didapat dari buku pendamping itu."

Sayangnya, Darmaningtyas menambahkan, banyak murid yang belum menggunakan buku pendamping. "Itu bisa terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang tua," katanya. "Atau, anaknya sendiri yang gengsi dan hanya terpaku pada buku wajib (buku paket)."

Hal lain yang membuat buku pendamping itu diperlukan adalah ketersediaan buku mata pelajaran yang berkualitas di Indonesia sangat terbatas. Menurut Direktur Institute of Education Reform (IER) Utomo Dananjaya, buku pelajaran sekolah selama ini masih mengandung sejumlah kelemahan, antara lain penyajian materi terlalu padat dan kurang sepadan dengan pola pikir anak.

Utomo menyodorkan hasil penelitian IER atas buku teks pelajaran sekolah dasar, dari kelas I hingga V, yang dilakukan pada akhir tahun lalu. Penelitian yang difokuskan pada sisi bahasa dan metode penyampaian materi itu menyimpulkan bahwa masih terdapat sejumlah kelemahan pada buku-buku teks tersebut. Misalnya materinya yang terlalu berat dan jumlah yang berlebih. Lalu logika-logika yang dimunculkan pun di luar jangkauan pikiran anak-anak usia sekolah dasar.

Utomo mencontohkan, dalam buku itu dibahas pentingnya pelestarian jenis makhluk hidup untuk perkembangan sains dan kehidupan manusia. Ada kalimat: "Peran bioteknologi untuk mencegah kepunahan jenis hewan dan tumbuhan.... " Menurut Utomo, "Konsep yang disajikan itu terlalu tinggi dan sulit dipahami."

Lontaran Utomo ada benarnya. Coba simak pengalaman Sri Widawati, 37 tahun, seorang ibu yang merasa kesulitan ketika mendampingi belajar anaknya yang duduk di kelas VI sekolah dasar. Menurut Widawati, selain materi dan bahasa yang terlalu tinggi, kadang penyampaian materinya tak berurutan, lompat-lompat. "Kakak saya yang guru saja kesulitan mengajar dengan buku paket," katanya.

Padahal, menurut Muhammad Abduhzen, materi yang berat dan terlalu padat menyebabkan guru akan menggunakan metode ceramah atau teacher centre dalam mengajar. "Sehingga tidak menimbulkan sikap kritis pada siswa," ujar Abduh. "Hal itu akan membuat para siswa menjadi pasif," Sekretaris IER ini menambahkan.

Abduh menjelaskan, buku dan metodologi pengajaran berperan besar dalam dalam kesuksesan belajar anak. "Buku 40 persen, metodologi 60 persen."

Makanya para orang tua perlu menyediakan menyediakan buku pendamping untuk putra-putrinya. Darmaningtyas menyarankan agar dalam pemilihannya sebisa mungkin disesuaikan dengan buku paket yang ada. "Paling tidak, tak jauh menyimpang," kata Darmaningtyas.

Sementara itu, Utomo menyarankan buku pendamping untuk anak-anak sekolah dasar hendaknya dipilih yang banyak gambar dan ilustrasi. "Buku dengan banyak gambar dan sedikit teks lebih menarik untuk anak ketimbang buku yang satu halaman berisi teks semua," ujarnya.

Menurut Utomo, di pasar saat ini banyak tersedia buku pendamping seperti itu: buku pelajaran yang disajikan dalam bentuk komik atau cerita bergambar dengan bahasa yang lebih komunikatif. Misalnya belajar matematika dalam bentuk komik atau cerita bergambar.

Fan Fan Darmawan, dari bagian Promosi dan Komunikasi Penerbit Mizan, mengatakan pihaknya menerbitkan buku Fun Math, seri belajar matematika asyik, untuk memberikan pilihan alternatif kepada siswa. "Sebagai suplemen, tidak dieksklusifkan sebagai buku pelajaran sekolah," kata Fan Fan saat dihubungi Tempo.

Menurut Fan Fan, selama ini Mizan belum pernah menerbitkan buku pelajaran untuk anak sekolah. Namun, mereka banyak menerbitkan buku yang menggugah daya produktivitas dan kreativitas serta cara berpikir anak.

Selain buku Fun Math, Mizan menerbitkan buku Jaritmatika. Keduanya menuntun anak belajar matematika menggunakan media yang ada di sekitar anak. "Memindahkan angka dalam bentuk benda," ujar Fan Fan.

Begitulah. Hanya, menurut Utomo, hingga kini deretan buku yang layak sebagai pendamping bagi anak-anak sekolah dasar masih kurang peminat. Toko-toko buku yang memajangnya masih sepi pengunjung. "Mereka tetap memenuhi rak buku pelajaran sesuai rekomendasi dari sekolah," katanya.

Salam
Erwin Dariyanto