Minggu, 02 Agustus 2009

Hidup menurut bimbingan Islam

Oleh Drs. Imron Rosyid

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan karunia sehingga kita sekalian masih diberi kesempatan menikmati kehidupan ini dengan baik. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat dan keluarganya. Amin

Sungguh nikmatnya hidup ini apabila tetap dalam naungan ridho-Nya, kehidupan akan senantiasa dalam kedamaian, ketentraman. Rukun dan damai di dalam keluarga, antara Suami dan Isteri, antara kedua orang tua dengan anak-anaknya terjadi interaksi yang santun, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi. Sehingga yang tercermin dalam rumah tangga itu adalah cahaya kebahagiaan dalam suatu bingkai rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah. Demikian tadi dambaan setiap orang dan juga setiap keluarga dalam menapaki kehidupan ini.

Ilustrasi tentang kehidupan keluarga yang sakinah tak akan habis diceritakan dengan kata-kata, karena Keluarga Sakinah merupakan idaman setiap insan, suatu tujuan hidup berumah tangga yang mulia dan sesuai dengan bimbingan Ilahi. Untuk mencapai kehidupan yang demikian tentulah memerlukan perjuangan yang berat dan menghadapi berbagai cobaan dan rintangan.

Mengapa banyak orang yang mengalami kesulitan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah ?

Salah satu faktor yang menjadikan sulitnya menggapai keluarga yang sakinah adalah karena salah dalam menentukan arah kehidupan.

Manusia hidup ini tentu saja memerlukan banyak sekali pemenuhan kebutuhan, ada kebutuhan fisik jasmani, seperti sandang pangan, papan, serta berbagai kesenangan hidup lainnya, begitu juga kebutuhan rohani seperti kebutuhan dicintai dan mencintai serta kebutuhan spiritual antara makhluk dengan khaliknya.

Dalam era globalisasi sekarang ini semakin banyak godaan dan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap orang manakala dia tidak memahami arti kehidupan ini, dari mana kita datang, untuk apa kita datang, kemana kita sesudah kehidupan ini.

Pertanyaan–pertanyaan semacam itu tampaknya masih relefan untuk dipertanyakan kepada setiap manusia yang menghendaki kebahagiaan yang hakiki.

Banyaknya tuntutan serta dorongan nafsu dan adanya kesempatan yang tersedia menjadikan orang lupa diri sehingga gagal dalam menjalin rumah tangga, entah karena terlibat perselingkuhan atau dililit banyak hutang karena boros. Ada juga orang yang terlalu tinggi cita-cita tetapi kurang bisa mengendalikan diri sehingga ketika sudah terpenuhi keinginannya untuk menjadi Bupati, menjadi anggota DPR atau pejabat tinggi lainnya, tetapi karena tidak tahan menghadapi godaan akhirnya terperosok kedalam lembah kenistaan, hidup didalam penjara menikmati hari tuanya.

Itulah ironisme kehidupan. Mengapa demikian ?

Imam Hasan Al Banna membagi kesadaran hidup di dunia ini dalam 3 golongan :

1. Al Ghofilun

Makna ghoofil secara bahasa adalah lalai atau lengah, Ghaffalasy Syai’a yaitu menutupi sesuatu. Orang yang lalai atau lengah itu karena tidak mengetahui kemana arah tujuannya, tau mungkin dia pura-pura tidak tahu bahwa pernah ada petunjuk yang benar kemudian dia melalaikannya sehingga akhirnya jauh tersesat.

Karakter orang yang lalai atau Ghofilun di dalam petunjuk Al Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, diantaranya dalam ayat :

أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (النحل:108)

“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.” An Nahl: 108

Kenapa mereka lalai ?

Karena orang itu hatinya, pendengaranya dan penglihatannya telah di kunci oleh Allah. Pengertian dikunci bagaikan pintu yang tidak bisa dibuka lagi bukan berarti Allah telah sengaja menutupnya, tetapi karena dia telah melalaikan Allah sehingga hati, pendengaran dan penglihatannya telah ditutup untuk mau mendengarkan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan kepadanya.

Ataupun keterangan yang didapat pada ayat yang lain tentang ciri-ciri orang yang lalai yang disebutkan pada ayat:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (الاعراف: 179

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. ( Al A’raf: 179 )

Mengapa orang-orang yang lalai itu dikatakan demikian oleh Allah ?

Sehingga seakan-akan derajat hidupnya sangat rendah, karena lebih rendah dari binatang. Jawabannya menurut penuturan ayat sebelumnya adalah karena :

  1. Orang yang lalai itu adalah orang yang tidak percaya kepada ayat-ayat Allah, mereka mengadakan kebohongan-kebohongan terhadap ayat Allah, sehingga dia kufur. Orang yang kufur itu artinya orang yang menutup diri terhadap petunjuk Allah, dia tidak mau tahu atau sengaja tidak mau mengetahui terhadap ayat-ayat Allah sehingga dia mendustakannya. Orang yang demikian itu digambarkan oleh Allah seperti anjing yang menjulurkan lidahnya, diberi peringatan atau tidak anjing itu tetap akan menjulurkan lidahnya, karena memang demikian sifatnya.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami ( Al A’raf : 176)

  1. Orang yang lalai adalah orang yang telah tersesat karena terperdaya oleh godaan-godaan syaitan atau menuruti hawa nafsunya.
  2. Orang yang lalai itu diakibatkan oleh karena terlalu mencintai kehidupan dunia dari pada kehidupan akherat, disebutkan:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(An Nahl: 107)

2. Al Mukhtiun/ Orang yang salah atau keliru

Dikatakan khota-a karena dia salah atau keliru. Orang yang salah baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja itu artinya dia tetap mempercayai akan ayat-ayat Allah, hanya saja karena tidak kuat menghadapi godaan dan dorongan nafsunya sehingga dia melanggar aturan Allah. Dia berbuat salah atau keliru, namun kemudian dia menyadari terhadap kekeliruannya itu.

Manusia memang akan senantiasa berbuat salah atau keliru, sebagaimana dikatakan:

الاِنْسَانُ مَحَلُ الْخَطَأِ وًالنِّسْيَانِ

Manusia itu tempatnya salah dan lupa

Mengapa demikian, karena pada dasarnya manusia itu disertai dengan hawa nafsu sebagai kelengkapan hidupnya dimana hawa nafsu itu kecenderungannya senang kepada keindahan, seperti yang digambarkan dalam ayat:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Ali Imron: 14)

3. Al ‘Arifun/ Orang yang mengatahui

Dikatakan ‘Arifun karena dia mengetahui jalan hidupnya, dari mana dia datang, dan akan kemana dia pergi. Sehingga Nabi pernah bersabda:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ

Siapa yang kenal akan dirinya niscaya akan kenal pula kepada Tuhannya

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُون

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. ( Al A’raf :178)

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ(157

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Al Baqarah :157