Selasa, 13 April 2010

Area 39

“Walaupun kita tidak pernah dapat mengungkapkan misteri otak secara sempurna, kita sekarang tahu banyak tentangnya. Kita tahu kira-kira apakah otak itu, apa yang dilakukannya, dan mengapa ia berlaku seperti itu.” --ROBERT ORNSTEIN & RICHARD THOMPSON, The Amazing Brain--


Untuk apa kita mengetahui otak kita? Bukankah kita bukan seorang dokter? Kita memang bukan dokter dan bukan pula seorang mahasiswa yang sedang belajar di jurusan kedokteran. Sebagai orang awam, kita tentu tidak perlu mengetahui otak kita secara detail. Cukuplah jika kita paham akan cara kerja otak. Dengan memahami cara kerja otak, setidaknya kita dapat menguasai learning skill—sebuah keterampilan- penting yang diperlukan di zaman yang luber informasi seperti sekarang ini. Kita beruntung hidup di zaman sekarang karena banyak buku yang membahas otak dengan bahasa yang tidak “njlimet”. Hal ini masih ditambah lagi dengan pembahasan yang tak hanya mengaitkan otak dengan penyakit tetapi juga dengan kegiatan belajar.

Kita tentu tidak belajar dengan menggunakan jantung, paru-paru, ataupun ginjal. Memang sih, organ-organ penting tersebut harus sehat ketika kita belajar. Namun, yang jelas, kita belajar dengan menggunakan otak kita. Sayangnya, selama ini, mungkin kita belajar dengan otak tapi tidak tahu cara kerja otak. Nah, dengan mengetahui cara kerja otak, kita akan dapat mengefektifkan kegiatan belajar kita.

Sel glial

“Sel otak Anda yang terbanyak disebut ‘glial’ (dari bahasa Yunani, ‘lem’ atau ‘perekat’),” tulis Eric Jensen dalam Brain Facts. “Sel ini tidak punya badan. Anda punya sel ini kira-kira sepuluh kali dari neuron. Itu berarti Anda mungkin memiliki seribu miliar sel glial. Ketika otak Einstein dibedah, dia memiliki jauh lebih banyak sel glial daripada neuron. Peranan sel ini antara lain membentuk mielin untuk sarana pengangkutan makanan dan pengaturan sistem kekebalan tubuh.”

Siapa pembedah otak Eisntein? Dialah Marian C. Diamond. Menurut penuturan Dharma Sing Khlasa dalam Brain Longevity, Dr. Diamond membedah otak Einstein pada pertengahan tahun 1980-an. Kalangan pakar neurologi berharap, dengan pembedahan itu, kemudian akan dapat dijawab pertanyaan lama yang membingungkan, “Apakah otak para jenius berbeda secara fisik dengan otak kebanyakan orang?”

Menurut Khlasa, ketika membedah otak Einstein, Dr. Diamond mengikuti petunjuk yang diberikan sendiri oleh Einstein. Einstein pernah berkata bahwa ketika dia tenggelam dalam pikirannya, dia tidak menggunakan kata-kata. Dia menggunakan “tanda-tanda tertentu dan gambar-gambar”. Dengan kata lain, pikiran Eisntein yang paling produktif dihasilkan dari fungsi kognitif yang terkait secara visual dan sangat abstrak. Berdasarkan petunjuk ini, Dr. Diamond memutuskan untuk memusatkan studinya pada bagian khusus otak Einstein yang terkait erat dengan pencitraan dan pemikiran abstraknya, yaitu bagian otak yang dinamai lobus prefrontal superior dan lobus parietal inferior.

Area 39

Apa yang ditemukan oleh Dr. Diamond? Secara fisik, otak Einstein tidak berbeda dengan otak para jenius lain (ada 11 otak manusia lain yang secara intelektual dinilai rata-rata meninggal pada usia yang relatif sama dengan Einstesin, 76 tahun, yang menjadi pembanding). Hanya, menurut Dr. Diamond, ada satu pengecualian terkait dengan otak Einstein. Bagian yang dikecualikan dan sangat menarik ini adalah adanya fakta bahwa di satu area di otak Einstein terdapat sel tertentu yang berjumlah sangat banyak. Area tersebut dinamai “Area 39”. Area ini terletak di lobus parietal inferior (bagian dari neokorteks yang terletak di sebelah atas belakang otak kita).

Apa sel yang berjumlah sangat banyak itu? Sel glial! Bagi Dr. Diamond inilah temuannya yang sangat penting. Sel glial sebetulnya sangat umum terdapat di dalam otak. Bahkan, glial adalah sel “bagian rumah tangga” bukan sel “pemikir” atau “pekerja”. Tugas sel glial adalah mendukung metabolisme neuron-neuron yang berpikir. Einstein memilik sel pemelihara ini jauh lebih banyak daripada sel pemikir. Bagi Dr. Diamond, ini berarti sel pemikir di Area 39 otak milik Einstein memerlukan dukungan metabolisme yang sangat besar. Untuk apa diperlukan dukungan yang sangat besar? Hal ini dikarenakan sel-sel pemikir itu melakukan pekerjaan yang teramat berat. Ingat bahwa Einstein menemukan rumus-rumus fisika yang luar biasa bermanfaatnya bagi kehidupan kita sekarang.

Kesimpulan lebih jauh, jumlah sel glial yang sangat banyak itu secara signifikan memperbesar Area 39 otak Einstein. Dr. Diamond kemudian menyimpulkan hal yang sangat penting yang layak kita cermati: Einstein dilahirkan dengan otak yang brilian; Einstein memiliki “kecerdasan cair”. Kecerdasan cair adalah ukuran efisiensi kerja otak bukan ukuran jumlah fakta yang tersimpan di dalam otak!

Dan Anda dapat memiliki “kecerdasan cair” sebagaimana yang dimiliki Einstein jika Anda tahu fungsi sel glial dan bagaimana memproduksinya. Semua yang saya kutip dan telah Anda baca ini saya ambil dari buku luar biasa yang telah memperkaya diri saya, Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak, karya Jalaluddin Rakhmat. Dalam buku Kang Jalal yang renyah dan gurih ini (karena bahasanya begitu mengalir dan tidak “njlimet”) ditunjukkan pula bahwa Khlasa telah membuat semacam “latihan mental” khusus—berpijak pada penelitian Dr. Diamond terkait dengan otak Einstein—untuk membuat otak kita dapat mendekati kehebatan otak Einstein.

Anda dapat membayangkan sendiri apa jadinya jika otak anak-anak kita dapat memperoleh “latihan mental” sebagaimana dirumuskan oleh Khlasa? Dan Einstein memiliki itu bukan semata karena anugerah Tuhan. Einstein memiliki kejeniusan itu dikarenakan dia melatih otaknya. Einstein telah berhasil memaksimalkan bagian terpenting otaknya dengan melatihnya secara mental. Dia adalah seorang “atlet mental” yang “berlatih keras” sepanjang hidupnya.

Salam
Hernowo