Kamis, 10 Desember 2009

Wanita Pembawa Cahaya

“Sosok seperti Helen Keller dikenal dunia sebagai simbol keberanian menaklukkan kesulitan yang memuncak. Namun, dia lebih daripada sebuah simbol. Dia membaktikan hidupnya untuk menolong orang lain. Pencapaiannya merupakan hasil kerja samanya dengan seorang guru penyabar dan tangguh. Kisah kehidupan Helen Keller yang disajikan dalam buku ini dapat menjadi inspirasi siapa pun yang tak ingin tunduk oleh keterbatasan dirinya.”

Demikian bunyi deretan kalimat yang terdapat di sampul belakang sebuah buku-sangat-menarik, yang baru saja terbit, berjudul Wanita Pembawa Cahaya: Helen Keller, Gadis Buta-Tulis-Bisu yang Menginspirasi Dunia. Buku ini ditulis oleh Yuliani Liputo, seorang editor dan penerjemah buku yang sangat berpengalaman. Menurut buku ini lebih jauh—dengan mengutip hasil Polling Gallup— Helen Keller merupakan salah satu dari 18 tokoh di abad ke-20 yang paling dikagumi. Ringkasnya, Helen adalah sosok luar biasa yang berhasil menginspirasi dunia berkat perjuangannya dalam mengalahkan pelbagai keterbatasan yang dimiliki dirinya.

Melihat keberadaan Helen Keller, Yuliani Liputo, sang penulis Wanita Pembawa Cahaya, menyatakan bahwa menuliskan kisah inspiratif tentang Helen Keller berarti memilihkan di antara sekian banyak tulisan yang telah dihasilkan tentang dirinya. Helen sendiri telah menuliskan catatan hariannya semenjak dia bisa menulis pada usia tujuh tahun. Sementara itu, Annie—guru Helen Keller—telah menuliskan catatan tentang pengalamannya mengajar Helen dan perkembangan muridnya itu dengan sangat terperinci melalui surat-suratnya.

Lahir tahun 1880, penyakit yang diderita Helen Keller pada usia 19 bulan membuatnya kehilangan penglihatan dan pendengaran. Kebutaan dan ketulian tak memadamkan semangat hidup dan keingintahuan Helen. Berkat jasa sang guru, Annie Sullivan, bakat dan kecerdasan Helen pun mekar tak terbendung oleh cacatnya. Helen menulis cerita pertamanya pada usia 12 tahun, dan merupakan penderita buta-tuli pertama yang meraih gelar B.A.

Helen Keller kemudian menjadi seorang pembicara dan penulis ternama, dan sebagai seorang aktivis yang tangguh dan gigih—dia berkeliling dunia menentang penindasan perempuan, perang, dan eksploitasi atas kelas pekerja. Pada tahun 1932, Helen dianugerahi gelar doktor kehormatan untuk bidang hukum oleh Universitas Glasgow, Skotlandia. Dalam pidatonya, Helen menyampaikan penghargaan kepada gurunya. Dia berkata:

“Ketika mengingat apa yang telah diberikan seorang manusia yang penuh cinta kepadaku, aku sadari apa yang suatu hari akan terjadi kepada umat manusia ketika hati dan otak bekerja bersama-sama. Itulah sebabnya ada semacam harapan dalam pikiranku saat menerima deklarasi dari Universitas Glasgow bahwa kegelapan dan keheningan tidak perlu menjadi penghalang kemajuan ruh yang abadi".