Rabu, 16 Desember 2009

Deep Reading

Membaca adalah sebuah suaka yang paling pribadi dan subjektif. Sebuah ruang-hening yang personal. Melewati bahasa, seorang pembaca secara aktif menerjemahkan teks untuk dirinya—sebuah penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman. SVEN BIRKETS

“Membaca dan menulis bukanlah soal metode atau teknik, melainklan soal hidup dan keberanian,” demikian tulis Romo Sindhunata dalam mengantarkan buku saya, Main-Main dengan Teks (2004). Dan inilah yang saya bincangkan kemarin, Kamis 29 Oktober 2009, di Radio PR-FM ketika saya diminta membahas buku terbaru saya yang akan beredar di toko-toko buku di awal November ini, Mengikat Makna Update.

Merujuk ke pernyataan Sven Birkets, ketika saya membahas kegiatan membaca, saya ingin seseorang tidak hanya berhubungan dengan lautan huruf mati. Jika kegiatan membacanya hanya berkutat dengan huruf, kata, dan kalimat, kita akan cepat merasa jenuh dan bosan. Sebagaimana kata Birkets, kita harus berusaha untuk menjalankan kegiatan membaca agar diri kita dapat melakukan “penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman.”

Membaca sebagaimana dikatakan oleh Birkets adalah membaca yang dalam (deep reading). Saya ingin menegaskan di sini bahwa deep reading bukan kegiatan yang ringan dan mudah. Namun, seseorang yang berhasil menjalankan deep reading akan dapat meraih pelbagai manfaat luar biasa dari membaca. Salah satunya, misalnya, adalah—menurut riset para ahli otak—orang tersebut akan terhindar dari kepikunan di hari tua. Deep reading mampu menggerakkan seluruh komponen otak seorang manusia. Bahkan, yang menakjubkan, deep reading akan membantu seseorang dalam menumbuhkan neuron-neuron (sel saraf otak) baru!

Ok,, mari kita membaca dan memahami suatu ilmu yang berguna.

Salam
Hernowo