Minggu, 15 Mei 2011

To Forgive Is To Forget

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS At-Taghabun [64]: 14-15)

Dalam Jalan Rahmat, Kang Jalal merujuk ayat 14 dan 15 Surah At-Taghabun untuk menunjukkan bahwa ada tiga cara memberi maaf. “Ada tiga kata untuk menyebutkan arti kata memaafkan dalam ayat tersebut, yaitu ta’fu, tashfahu, dan taghfiru,” tulisnya. Selanjutnya Kang Jalal menguraikan bahwa ta’fu berasal dari kata afa yang berarti menghapus jejak atau menghilangkan bekas. Di padang pasir terkadang bukit pasir dapat hilang begitu saja ketika ada topan yang meniup habis bukit tersebut. Orang Arab berkata, “Afat al-rih al-jibal” (Angin menghapuskan bukit).

Tashfahu berarti melepaskan seseorang dari hukuman yang seharusnya dia terima. Ada seorang budak melarikan diri dan tertangkap. Budak itu pun dihadapkan kepada tuannya. Semestinya si budak mendapatkan hukuman berupa cambukan akibat kesalahan yang telah dilakukannya. Apabila majikan budak itu kemudian membebaskannya dari hukuman tersebut, sang majikan itu pun ber-tashfahu. Kata ketiga, taghfiru, pada awalnya berarti menutupi atau menyembunyikan. Inilah yang disebut to forgive is to forget (memaafkan berarti melupakan).

Kita tahu bahwa memberi maaf adalah perilaku terpuji. Bahkan, di dalam Al-Quran, perilaku memberi maaf ini merupakan salah satu ciri orang-orang yang bertakwa. Keluarga kita, anak-anak kita, sahabat-sahabat kita adalah manusia biasa. Mereka, termasuk diri kita, tentulah pernah tergelincir atau jatuh ke dalam jebakan setan. Mereka, termasuk diri kita, pernah terdorong oleh hawa nafsurnya sehingga berbuat kesalahan. Mereka, termasuk diri kita, sepanjang hidup menumpuk dosa. Akan tetapi, lewat kasih sayang-nya, Allah menyembunyikan dosa-dosa itu.

“Salah satu nama Allah adalah Sattar Al-‘Uyub, penutup aib,” tulis Kang Jalal. “Maka, jika kita ingin menyembunyikan aib diri, sembunyikan pula aib orang-orang yang pernah berbuat zalim kepada diri kita.” Apabila kita mampu melakukan tiga hal—sebagaimana ditunjukkan dalam tiga arti kata maaf: menghapuskan luka hati hingga tak kelihatan lagi, membebaskan seseorang dari hukuman akibat kesalahannya, dan menutup aib orang lain atau melupakan kesalahan orang lain seetlah pemberian maaf—dapat dipastikan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Dengan begitu, Allah juga akan menghapuskan akibat buruk dari dosa tersebut. Apa dampak yang akan kita terima jika Allah menghapuskan akibat buruk dari dosa-dosa kita?

Seorang Arab dari pedalaman datang menemui Ali bin Abi Thalib. Dia menyampaikan keluhannya kepada Imam Ali karena beratnya kehidupan, sempitnya rezeki, dan banyaknya tanggungan yang harus diurus. Imam Ali pun memberikan nasihat kepadanya, “Hendaklah kamu ber-istighfar karena Allah berfirman, ‘Minta ampunlah kamu kepada Tuhanmu. Sesungguhnya, Dia Maha Pengampun. Nanti Allah akan mengirimkan hujan (rezeki) kepada kamu dengan berlimpah. Dan Dia akan memperbanyak harta kamu dan anak-anak kamu dan Dia jadikan bagimu kebun-kebun dan sungai-sungai.’”

“Wahai Amirul Mukminin, aku sudah banyak ber-istighfar tetapi aku tidak melihat diriku terlepas dari kesusahanku.” Imam Ali lantas menjelaskan bahwa ada kemungkinan doa dan permintaan ampun kita tertahan gara-gara kita tidak mau memberikan maaf kepada orang-orang di sekeliling kita—termasuk istri dan anak-anak kita—yang telah melakukan kesalahan terhadap kita. Memberi maaf akan membantu terlepasnya doa dan permintaan ampun dari diri kita yang tertahan itu.
Wallahu a’lam.

Salam
Hernowo

Tidak ada komentar: