Minggu, 05 Juni 2011

Penghuni Gelap

Rumah kami ketambahan penghuni saat ini. Entah sejak kapan ia tinggal di rumah kami tapi saya baru sadar beberapa hari yang lalu. Beberapa hari ini saya memang tidak pergi ke mana-mana seperti biasanya dan tinggal di rumah saja. Saya bergantian dengan istri saya yang harus ke Surabaya dan Jogya untuk urusan bisnisnya. Jadi istri saya sekarang yang melakukan bisnis dan saya yang menjadi penjaga anak-anak (I love it!). Dan ketika tinggal di rumah berhari-hari dengan tugas menjaga rumah dan anak-anak inilah yang membuat saya sadar bahwa ada penghuni baru di rumah kami yang cukup besar ini.

Berbeda dengan penghuni lain yang sesekali datang ke rumah kami dan menginap entah di kamar atas atau di kamar belakang yang memang kami persiapkan bagi tamu, penghuni baru ini tidak dikenal oleh anak-anak kami dan bahkan tidak pernah minta ijin kami untuk tinggal. Ia datang dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kami menamainya sebagai ‘penghuni gelap’.

Bagaimana kami tidak menamainya penghuni gelap jika ia tidak pernah minta ijin untuk tinggal, tidak pernah mengucapkan salam baik ketika ia datang atau pun keluar? Ia datang ketika hari menjelang sore dan menghilang sebelum kami bangun pada subuh hari! Tak satu pun di antara kami yang disapanya. Bahkan ia lewat begitu saja suatu kali ketika saya memergokinya keluar rumah. Saya hanya bisa terpana melihatnya lewat dengan cepat tanpa bisa sekedar mengucapkan “Hai…!” padanya. Meski demikian kami tahu bahwa ia selalu datang dan tinggal di rumah kami SETIAP HARI seolah rumahnya sendiri karena ia meninggalkan kotoran bekas makannya di lantai rumah kami yang secara rutin dibersihkan oleh pembantu kami yang datang setiap pagi untuk menyapu dan mengepel lantai. Berhari-hari ini saya juga melihat sisa-sisa makanannya berserakan di atas lantai kayu rumah kami.

Saya sebenarnya sudah melihat bekas sisa-sisa makanannya di lantai selama beberapa hari dan bertanya-tanya siapa yang makan begitu sembarangan dan meninggalkan sisa-sisanya begitu saja tanpa mau membersihkan? Anak-anak saya tentu tidak akan melakukan hal ini karena mereka telah mendapat pelajaran yang cukup intensif (dan ekstensif) dari ibunya soal meninggalkan sisa makanan dan peralatan makan di sembarang tempat. Istri saya tidak akan segan-segan meningkatkan oktaf suaranya sampai beberapa decibel jika ada anak kami yang dengan sembrono meninggalkan sisa makanan dan peralatan makan. Bahkan kepada sepupu-sepupun dan teman-teman mereka! A rule is a rule and my wife is the boss at home.

Jadi setelah melihat sisa makanan berserakan dilantai selama beberapa hari tanpa tahu siapa yang melakukannya saya kemudian merasa seperti menemukan sebuah misteri di rumah saya sendiri. Saya mencoba untuk menanyai anak-anak saya. Tidak mungkin mereka tidak tahu karena mereka tahu bahwa kecerobohan semacam ini tentu tidak akan ditolerir di ‘home sweet home’ ini. Tidak perduli siapa yang meninggalkan bekas makannya semua bisa kena semburan amarah istri saya (bahkan bapaknya anak-anak sekali pun). So don’t mess with her about it. Tapi mereka semua menggelengkan kepala. Jelas tak mungkin mereka akan berani melakukan kelalaian besar macam begini. Apakah mungkin itu perbuatan sepupu-sepupu mereka? Saya jadi bertanya-tanya selama beberapa hari itu.

Rumah kami memang terbuka bagi teman-teman dan sepupu-sepupu anak-anak kami. Mereka bisa datang begitu saja dengan atau tanpa ‘assalamu alaikum’ (mereka kadang hanya mengucapkan ‘Lekum’ dan kami jawab setimpal dengan ‘Kum Lam..!”). Mereka juga bisa menyantap apa saja baik yang terhidang di meja, di kulkas, atau rak persediaan makan kami. Kami bahkan selalu mengingatkan anak-anak tersebut untuk makan siang atau makan malam jika waktu makan telah tiba. Anak-anak selalu lupa makan jika sudah asyik bermain. Apalagi kalau bermain game di ‘warnet’ rumah kami. Kami memang menyediakan 3 unit PC di ruang belakang bagi anak-anak untuk internet dan seringkali para keponakan kami datang berombongan dan bermain mulai pagi sampai sore, utamanya kalau hari libur. Kalau sudah begitu maka mereka harus selalu diingatkan untuk makan atau sholat pada waktunya. Tapi saya senang jika barisan sholat kami menjadi penuh dan kami harus mengeluarkan sarung cadangan untuk mereka pada waktu sholat tiba.

Sebelum penghuni gelap ini sebetulnya kami juga sering kedatangan tamu tak dikenal yang datang hanya untuk sekedar numpang makan menikmati hidangan yang ada di atas meja makan kami. Tapi berbeda dengan penghuni gelap yang ‘sloppy’ tersebut, tamu ‘numpang makan’ ini sering datang berdua dan kabur begitu kami masuk ke ruang makan. Kami sudah tahu cukup lama dengan kelakuan tersebut dan kami tidak keberatan. Mereka tidak pengotor dan hanya mengambil makanan sisa. Oleh istri saya tamu tersebut malah sering ‘diundang’ dengan menyisakan beberapa butir nasi di atas meja makan kami. Dan nampaknya ‘tamu numpang makan’ kami tersebut tahu hal tersebut dan secara rutin datang untuk mengambil ‘jatah makan’ dari istri saya tersebut. Kami bahkan menganggap kedatangan mereka sebagai hiburan dan berupaya tidak mengganggu mereka selama mereka menikmati hidangan tersebut. Setelah puas makan barulah mereka kabur melalui kisi-kisi tembok atau atap rumah kami yang terbuka. Dua ekor burung gereja tersebut telah kami anggap sebagai bagian dari penghuni rumah kami. Kami kemudian menjadi akrab dengan mereka. Kami malah sering menanyakan mereka kalau lama tidak tampak. Sayang sekali bahwa mereka sekarang sudah tidak pernah lagi datang ke rumah kami karena rumah di sebelah kami sekarang sedang dibangun dan jalan keluar masuk mereka menjadi terganggu. We surely miss them!

Sekarang tentang penghuni gelap tersebut!

Setelah menanyai anak saya satu persatu saya baru sadar bahwa rumah kami memang kedatangan tamu ‘penghuni gelap’ karena hanya datang pada sore hari dan menghilang sebelum subuh. Tapi ia meninggalkan sisa-sisa bekas makannya di atas lantai ruang tamu kami setiap pagi! Saya pernah melihatnya sekali ketika ia sedang menikmati harinya di rumah kami. Dengan santainya ia bergelantung di plafon kami yang paling tinggi seolah tempat itu sebuah istana baru baginya. Ia benar-benar penghuni gelap karena warna kulitnya begitu hitam legam dan tanpa penerangan yang cukup kita tidak akan mudah mengenalinya. Saya cukup terpesona melihatnya. Dengan nyamannya ia bergelantung di tempat tertinggi di rumah kami dan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun ia berkelebat cepat keluar melalui ruang terbuka rumah kami dengan sayapnya yang lebar dan hitam tersebut. Sekarang saya tahu siapa yang makan begitu ‘sloppy’ seperti itu. Setiap malam ia rupanya berburu buah-buahan di luar rumah dan membawanya ke ‘istana’ barunya di plafon tertinggi kami dan menikmatinya di sana. Tentu saja ia tidak akan perduli dengan biji-bijian dan kulit sisa buah yang ia makan tersebut dan ia tinggalkan berserakan di atas lantai kami. Saya heran karena ia tinggal di sana berhari-hari sendirian tanpa satu pun teman. Saya tak tahu apakah kelelawar adalah binatang solitaire atau binatang berkelompok tapi melihat seekor kelelawar tinggal sendirian di rumah kami adalah sebuah misteri yang menyenangkan. Seekor kelelawar tinggal di rumah saya dan itu membuat saya berpikir.

I feel connected. Tiba-tiba kepala saya penuh dengan berbagai pertanyaan. “Siapa dia…?! Mengapa ia tinggal di rumah kami dan tidak tinggal di tempat tinggal yang ‘normal’ baginya…?! Apakah ia sedang dikucilkan oleh kelompoknya dan harus menyingkir ke rumah manusia…?! Apakah ia cukup merasa nyaman di sana (nampaknya ‘ya’ karena ia telah tinggal di sana berhari-hari)..?! di mana ia mencari makan dan buah apa makanan favoritnya…?! Tidakkah engkau merasa kesepian bergantung sendirian di sana tanpa teman dan pasangan (atau engkau justru sedang sebal dengan teman dan pasanganmu yang selalu ribut untuk hal-hal remeh dan sedang mencari ketenangan di sini)…?! Kemana engkau pergi ketika tak berada di rumah kami (atau rumah ‘kita’)…?! How’s your life, Mr Mysterious Bat..?! Would you share your story with us here, perhaps one day …?!

Salam
Satria Dharma

Tidak ada komentar: