Minggu, 05 Juni 2011

Pancasila di Zaman Edan

Membaca opini Kompas Cetak Rabu, 1 Juni 2011 di halaman 6 yang berjudul pancasila di zaman edan, membuat saya bersedih hati. Tulisan pak Daoed Joesoef, Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini begitu menarik hati saya untuk membuat sebuah tulisan baru. Sebuah tulisan dari sisi profesi saya sebagai salah seorang guru. Semoga segenap orang Indonesia punya pemahaman lebih baik mengenai Pancasila sebagai manual bangsa dan berpartisipasi aktif untuk memajukan negeri ini.

Pancasila yang kita kenal saat ini nampaknya sudah menjauh dalam kehidupan nyata kita. Para guru di sekolah harus berupaya kembali menanamkan nilai-nilai luhur itu dalam pembelajarannya. Pancasila yang selalu dibacakan di saat upacara bendera semoga menyatu dalam alam bawah sadar kita. Sehingga tindak tanduk kita sebagai warga negara yang baik akan selalu bersentuhan dengan pancasila sebagai dasar negara. Revitalisasi pancasila jelas sangat diperlukan agar bangsa ini kembali menjadi bangsa yang berbudaya dan beradab.

Terjadinya KKN, kekerasan, kemiskinan, penegakan hukum yang belum berkeadilan adalah bukti nyata bahwa pancasila belum menyatu dalam alam bawah sadar kita. Banyaknya koruptor yang lari ke luar negeri menunjukkan betapa lemahnya penegakkan hukum di negeri ini. Kasus Nazarudin menjadi bukti bahwa pancasila masih disandera oleh pejabat negara.

Sebagai seorang pendidik tentu saya tak tinggal diam. Kami para guru terus berusaha agar pancasila masuk ke relung hati siswa yang terdalam. Ketuhanan yang Maha Esa harus benar-benar terjadi dari keberagaman keagamaan di negeri ini. Orang yang ber-Tuhan seharusnya tak berani melakukan korupsi. Sebab korupsi itu sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun. Tapi kenapa banyak pejabat yang melakukannya?

Di sinilah pada akhirnya kita kekurangan keteladanan dari para pejabat negara. Peserta didik melihatnya di televisi-televisi mereka. Pada akhirnya ketuhanan yang maha esa dalam sila pertama hanya milik anak-anak sekolahan yang masih suci dari zaman edan. Semoga terus bertahan hingga mereka dewasa nanti. Kita harus menyiapkan generasi baru yang memiliki nilai-nilai luhur Pancasila.

Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam sila kedua pancasila justru banyak dilanggar oleh mereka yang katanya berkeTuhanan. Di situlah kita menjadi bersedih hati. Kita tak menjadi bangsa yang saling mengasishi antar sesama, tetapi justru menjadi bangsa yang saling bertengkar dan berkelahi dengan menggunakan kekerasan. Akibatnya, justru sangat merugikan. Kalah jadi abu, menang jadi arang. Itulah yang terjadi pada kasus Ahmadiyah.

Persatuan Indonesia pun akhirnya menjadi tercerai berai. Bhinneka tunggal ika serasa terkoyak-koyak, dan kita seperti sapu lidi yang menjadi lidi. Kekuatan lidi tentu akan melemah dibandingkan sapu lidi. Seharusnya kita menjadi sapu lidi yang kuat agar mampu menghapus korupsi dari negeri ini. Persatuan Indonesia harus terjaga sepanjang masa, dan pancasila menjadi alat pemersatunya.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan seyogyanya membuat bangsa ini menjadi lebih arif dan bijaksana. Sebab segala persoalan di musyawarahkan secara baik. Bukan seperti sekarang ini, dimana musyawarah tak ada lagi karena para pejabatnya terlalu otoriter dan menganggap pendapatnyalah yang paling benar. Pendapat rakyat hanya menjadi catatan tidak penting dan kurang terbaca oleh para pemimpin kita.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum terjadi. Dimana yang miskin makin miskin dan si kaya makin kaya. Kemiskinan dan kebodohan terjadi di negeri ini. Pendidikan dan kesehatan belum merata terasakan. Terjadi kesenjangan sosial yang cukup tajam, dan berakibat rakyat tak lagi percaya bila pemimpinnya sanggup untuk berbuat adil.

Menarik sekali tulisan pak Daoed Joesoef di bagian terakhir artikelnya. Kalau presiden SBY benar-benar berniat mewariskan suatu warisan berharga, sekaranglah momentum mewujudkan itu. Kabinet dirubah menjadi kabinet pancasila yang berprogram kerja betul-betul pancasila.

Pancasila harus dimulai dari para pejabat negara dan bukan rakyat kecil yang menderita. Sebab kelima sila dalam pancasila akan lebih terasa nilai-nilainya bila itu telah dilakukan oleh para pejabat negara. Keteladanan harus dicontohkan di muka publik agar bangsa ini tak menjadi bangsa yang munafik. Wong cilik akan menjalankan pancasila dalam kesehariannya, tetapi wong licik akan menyandera pancasila dengan kekuasaannya.

Salam
Wijaya Kusumah

Tidak ada komentar: