Kamis, 09 Juli 2009

Kurikulum khusus penangkal narkoba

(sebuah cerita)

Tahun 2008, karena tidak punya duit buat kuliah, saya ambil cuti, alasan ekonomi. Harap maklum, kuliah biaya sendiri dari semester 3 s.d menikah, masih ditambah membiayai adik perempuan di jurusan yang sama. Pulang ke Tegal, bingung tidak punya uang buat skripsi. Secara iseng, saya melamar kerja di tiga STM swasta. Anehnya ketiga STM swasta itu berebut agar saya bisa menjadi salah satu guru tetap yayasan, mungkin karena IPK 3,5 ya? hehehhe maaf.

Keputusan saya ambil pada dua sekolah yang kebetulan satu dekat dengan rumah, baru berdiri. Sekolah yang lain harus menempuh waktu 45 menit dengan angkutan. Pada sekolah inilah saya menemui anak-anak narkobawan dan pil koplo.

Awalnya saya tidak begitu menyadari, beberapa anak mengkonsumsi rokok, terkadang seperti sedang teler. Saya wali kelas dan sekaligus guru tetap walaupun belum lulus. Saya tahu beberapa anak narkobawan dari guru BP. Anehnya tiap pelajaran komputer, nilainya selalu bagus 8, 9 atau 10. Pada pelajaran lain amburadul, paling tinggi 3. Saya penasaran, kebetulan sang anak sangat sering bertanya pada saya, tentang sagala yang berhubungan dengan komputer. Dia cerita, bahwa anak dari ibu kostnya punya komputer 286 (belum pentium) tapi rusak. Momen itu saya manfaatkan untuk mengekplorasi masalah anak, akhirnya ketahuan bahwa Bapaknya menikah lagi setelah ibunya meninggal dunia. Si anak takut kasih sayang bapaknya akan direbut oleh adik tirinya yang sebentar lagi lahir. Setelah mengetahui pokok permasalahannya, saya ajak dia untuk meninggalkan narkoba. Secara perlahan tapi pasti saya ajari dia pemrograman komputer pascal, perakitan dan servis gratis. Kemudian untuk praktek sekolah, saya memanfaatkan rental diseberang sekolah untuk praktikum. Biaya ditanggung mereka, saya laksanakan diluar jam mengajar. Eh, malah dikira mroyeki, padahal gratis tis! Aku mangkel banget. Walau demikian the show must go on.

Sianak sembuh total dari narkoba, beruntung dia baru tahap coba-coba. Akan tetapi, karena ada sedikit masalah dengan yayasan dan saya sudah punya uang untuk skripsi, saya harus meninggalkan Tegal ke Yogyakarta. 25 siswa dua diantaranya perempuan bertandang ke rumah saya, setelah guru pengganti dikatakan tidak enak. Yang membuat saya bersedih adalah, mereka kembali coba-coba narkoba lagi setelah saya tidak mengajar mereka. Bahkan ada kejadian menggelikan, ketika seorang guru yang tidak bisa menterjemahkan POWER SUPPLY, manjadi SATU DAYA bukan Catu Daya, Si anak tega melempar gurunya dengan sepotong kapur sambil teler sambil berkata "kata Pak Rochmat, catu daya pak bukan SATU DAYA"... Saya hanya bisa bersedih mendengar semuanya.

Beberapa tahun kemudian, teman sinarkoba ada yang kuliah di AKPRIND Yogya mengabarkan bahwa sinarkoba sudah bekerja di PT X.

Kesimpulan:
1. Orang tua adalah segalanya dalam masalah ini, mencari pengganti kasih sayang orang tua amatlah sulit, guru, wali kelas, bertemu hanya 5 jam di sekolah. Bahkan sekolah full day pun tak bisa menggantikan.

2. Tumbuhkan minat anak dan fasilitasi itu sedini mungkin, sehingga dia merasa dikasihi dan disayangi.

OOT: Pernah saya menyuruh tidur anak paling bandel disekolah yang kebetulan kerja sebagai kenek angkutan, di atas kuburan baru pada saat jam jerit malam perkemahan, tentu dengan pendampingan saya, alhamduillah dia bertobat. Maaf barangkali cara saya terlalu kejam. Saya sadar jika anak "teknik" tidak diajarkan kedisplinan yang ketat, maka ia bisa menjadi korban dari pekerjaannya.

Salam,
Melly Kiong
sekedar sharing pengalaman menangani anak narkobawan.