Minggu, 07 Februari 2010

”Writer’s Block”

Apakah malas menulis atau tak ada sesuatu yang mendorong diri untuk bergairah menulis itu termasuk ”writer’s block”? Atau, apakah tiadanya rasa tertarik untuk menulis itu dapat dikategorikan sebagai ”writer’s block”? Apakah memunculkan minat untuk menulis itu termasuk keberhasilan dalam mengatasi salah satu ”writer’s block”? Menurut saya, karena hal-hal seperti ini dapat digolongkan ke dalam masalah nonteknis menulis, saya menganggap kemalasan menulis adalah salah satu ”writer’s block” yang perlu diatasi segera.

Kemalasan memang bisa melanda siapa saja dan dalam bidang apa saja. Malas belajar, malas membaca, malas berolah raga (menggerakkan tubuh), malas berpikir, dan masih banyak lagi kemalasan yang dapat kita deretkan. Dari segi bahasa, ”malas” berarti ”tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu” atau, arti lain menunjukkan ”tidak suka atau tidak bernafsu”. Jadi, sumber kemalasan itu ada di dalam diri, bukan di luar diri. Tentu, dengan begitu, yang dapat mengatasi rasa malas adalah diri sendiri meskipun kadang-kadang banyak yang mengambinghitamkan hal-hal di luar diri yang menyebabkan rasa malas itu.

Saya tentu tidak ingin memaksa semua orang untuk menulis. Jika orang itu memang tidak ingin menulis atau tak ada dorongan untuk memanfaatkan kegiatan menulis guna merumuskan ide-idenya, misalnya, kenapa harus dipaksa menulis. Namun, apabila orang tersebut—di dalam hatinya—terbetik keinginan untuk menulis lantas dia malas menulis—misalnya menganggap bahwa menulis itu berat, hanya orang yang berbakat menulis yang bisa, atau menulis itu hanya untuk kaum terpelajar, dll.—tentulah hal ini perlu (dan sesungguhnya bisa) diatasi.

Kadang-kadang, ada juga orang yang sehari-harinya menjalani profesi sebagai seorang penulis—entah dia menjadi wartawan, penerjemah, ataupun yang lain—dan terlanda kemalasan menulis. Hal ini muncul karena ada kebosanan di dalam kegiatan yang sudah dijalankan dalam waktu yang lama tersebut. Atau, sang penulis tersebut benar-benar ”blank” atau sama sekali tidak ada yang dapat ditulis. Dia bingung. Dia frustasi. Dia mengalami tekanan hebat. Akhirnya, semuanya itu menumpuk karena tidak segera diatasi dan muncullah rasa malas menulis.

Bagaimana mengatasi kemalasan menulis? Sekali lagi, yang dapat mengatasi kemalasan menulis adalah orang yang mengalaminya. Pertama, dia harus segera mengatasi dan mendeteksi penyebab munculnya rasa malas tersebut. Kedua, dia harus segera mencari sebuah manfaat yang sangat nyata dan jelas yang dapat menghubungkannya dengan rangsangan untuk memulai menulis apa saja—ya, apa saja. Ketiga, dia harus terus bertanya kepada dirinya sendiri terkait dengan kemalasan menulis yang muncul. Untuk yang terakhir ini, saya biasanya langsung menulis dengan menuliskan pelbagai pertanyaan yang terkait dengan diri saya yang lagi terlanda malas menulis.

Contoh: Mengapa saya malas menulis? Apa penyebab saya tidak bergairah menulis? Apakah yang saya tulis tidak ada yang baru alias itu-itu melulu? Ataukah sesungguhnya ketika saya menulis saya tidak pernah memiliki ide yang dahsyat sehingga saya bosan menulis? Bagaimana caranya agar saya dapat bangkit dari keloyoan ini dan seamangat lagi? Apakah saya harus menulis dengan cara yang berbeda dengan yang selama ini saya lakukan?

Kemalasan menulis adalah ”writer’s block” terbesar yang dapat melanda penulis pemula ataupun penulis profesional. Kemalasan menulis ini, dalam kacamata saya, termasuk masalah internal. Ia tergolong dalam persoalan nonteknis. Dan dalam bahasa yang lain, saya sering menyebut ”kemalasan menulis” ini sebagai tiadanya semangat dan gairah menulis. Jika tak segera diatasi, ia akan membakar habis seluruh energi menulis yang dimiliki seseorang.

Salam
Hernowo