Senin, 01 Februari 2010

Tantangan Buat Indonesia

Indonesia yang kita kenal di bangku sekolah adalah Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan seni budayanya. Indonesia dikenal juga sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk terbanyak no 4 di dunia, kl. 210 juta penduduk, negara terluas no 15 didunia dengan luas 1.904.569 km2.

Sayangnya kekayaan Indonesia yang konon katanya makmur tersebut, sudah lama tidak pernah dinikmati oleh penduduknya. Jumlah penduduk hidup dibawah garis Kemiskinan 26 % (37 Juta), jumlah pengangguran terbuka 10 juta, ditambah setengah menganggur dan mencari kerja menjadi 35 juta. Angka pangangguran di kalangan usia muda dunia pada thn 2005 mencapai 13,5 %, jumlah yang lebih tinggi dibanding pengangguran usia dewasa yang hanya mencapai 4,6 %. Sebuah ramalan bencana serius yang menanti.

Dikenalnya Indonesia sebagai Negara penghutang No. 6 didunia dengan warisan tanggung jawab piutang yang harus ditanggung oleh anak didik kita ini pun menumpuk seperti tak pernah habis karena memang tak pernah berkurang. Sebuah derita berkepanjangan yang diwariskan untuk generasi berikutnya.

Secara mendasar krisis yang dihadapi di Indonesia adalah akumulasi dari banyak persoalan yang diwariskan pada generasi berikutnya. Indonesia saat ini perlu melakukan perubahan, daya yang mampu mengubah tantangan menjadi solusi.

Pada tahun 1999, Direktur Jendral Unesco pada konfrensi umum Unesco yang ke 30, mengeluarkan seruan internasional untuk mempromosikan pendidikan kreativitas dan kesenian di sekolah sebagai bagian dari pembentukan budaya perdamaian. Walaupun beliau telah meminta setiap aparat negara mengambil keputusan administratif yang tepat, aliran dana dan undang-undang yang mengaturnya untuk memastikan bahwa pendidikan seni ini menjadi ”mainstream" dan wajib masuk dalam lingkaran program sekolah, tetapi secara signifikan belum terjadi perubahan dalam pola pendidikan di negara kita. Nampaknya krisis moneter kita tahun 1998 seolah menjadi saksi bisu dari terabaikannya pembinaan kreativitas di jenjang pendidikan.

Walaupun berselang 10 tahun, seruan Presiden Yudhoyono pada peringatan hari Ibu tentang menumbuhkan kreativitas jelas perlu didukung. Beliau menyerukan, ”kita canangkan tahun Indonesia Kreatif 2009”, selayakya mampu mengingatkan kita kembali bahwa seruan ini bukan persoalan masalah pentingnya ”Kreativitas” saja tapi juga bagaimana konsistensi aplikasi di lapangan mengenai pembinaan kreativitas yang benar-benar memberi ruang berpikir dan kebebasan anak mengeluarkan ide untuk melakukan inovasi yang berguna dalam konteks budaya lokalnya, menjadi negara dengan sdm yang mandiri melakukan inovasi tanpa meniru apa yang datang dari luar, menjadi sdm yang mampu memproduksi sumber daya alam dan potensi seni budayanya sendiri secara kreatif.

Menjadi kreatif bukan persoalan bakat. Kreativitas adalah sebuah kemampuan yang perlu dioptimalkan, Kreativitas adalah kata kunci dari daya ubah yang mampu mendorong manusia dalam melakukan perubahan, berinovasi, melejitkan proses belajar anak menjadi proses kreasi sehingga belajar adalah memahami bukan sekedar menghapal tanpa terbiasa menjawab tantangan baru.

Kita butuh daya ubah, belajar dari kebudayaan sendiri untuk masa depan yang lebih baik. Memotivasi generasi muda untuk memberi kontribusi lebih besar dalam membangun masyarakat, ekonomi, dan negara.

SEBUAH RAMALAN

Membicarakan kesusahan tanpa ada solusi tak akan pernah membawa perubahan. Ciputra (2007) berhasil menyumbangkan idenya dalam mencetak generasi yang berbakat entrepreneurship, sebuah kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Mendidik para generasi muda agar kelak mampu memproduksi sumber daya alam dan potensi seni budayanya sendiri secara kreatif , agar membawa kesejahteraan bagi mereka dan bangsa Indonesia sendiri.

Jakob Oetama (2009) mengingatkan kita bahwa pada era ekonomi yang berbasis pada ide, saat ekonomi industrial beralih ke ekonomi kreatif dan korporasi berada di simpang jalan, perubahan mau tidak mau harus dihadapi sebagai tantangan. Dimana ada tantangan disitulah kreativitas akan tumbuh subur.

Yang menarik adalah isi skripsi Prof. Primadi Tabrani (1970) di FSRD ITB tentang kreativitas dan humanitas. Buku ini memberi kita sebuah cara tentang bagaimana manusia berpikir secara kreatif dan bagaimana kemudian kreativitas memanusiakan manusia secara utuh. Secara mendalam beliau menguraikan interaksi dari proses komunikasi dan luar, proses yang secara sederhana kita pahami sebagai proses belajar. Belajar, interaksi yang menarik kemampuan berpikir dengan pengalaman belajar itu sendiri, pada hakekatnya bukan sekedar mentransfer ilmu dan keterampilan, tapi bagaimana manusia memanfaatkan “seluruh anugerah ilahi” untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut.

Secara mendasar penggunaan kata seluruh atau total ini adalah sebuah kritik yang sekaligus menjadi sebuah ramalan yang jitu bahwa belajar tanpa melibatkan kreativitas hanya akan menjadikan seorang manusia yang banyak ”tahu” karena hapal bukan banyak ”bisa” karena belajar. Perbedaan menghapal dan belajar ini terletak pada bagaimana manusia harus mengingat banyak data dan fakta tanpa tahu bagaimana menggunakannya dan yang satu lagi bagaimana seorang manusia tidak harus hapal data dan fakta tetapi bisa memberikan kontribusi melalui kreasinya. Beliau mengingatkan bahwa data dan fakta bukan untuk dihapal tetap hanya sebuah bahan untuk dijadikan sebuah sumber belajar untuk mencari sebuah solusi.

Kemampuan beliau memprediksikan gambaran besar tentang kekacauan dunia pendidikan di Indonesia karena mengabaikan kreativitas dalam dunia pendidikan telah menginspirasi banyak mahasiswanya menjadi kreator-kreator ulung di bidang komunikasi visual, pendidikan, seni dan budaya. Penelitian beliau mengenai peran kreativitas sebagai sebuah kemampuan yang selayaknya masuk dalam kurikullum pendidikan menjadi nyata sebagai sebuah ramalan untuk generasi di abad 21.

Kesadaran berpikir kreatif merubah proses belajar jadi proses kreasi, merubahan masalah menjadi solusi. Inilah tantangan bagi pendidikan di Indonesia. Industri kreatif adalah sebuah bentuk kewirausahaan dan merupakan sebuah pilihan profesi. Bagaimana membuat setiap anak menjadi manusia yang memiliki daya kreatif untuk melakukan perubahan sesuai dengan pilihan profesinya kelak adalah pesan dari kesadaran berpikir kreatif itu sendiri.

Salam
Dhitta Puti Sarasvati