Sabtu, 06 Desember 2008

Klub Guru Dan Kebangkitan Nasional Para Guru


Oleh: Sopyan Maolana Kosasih, S.Pd.
Subjek atau objek adalah dua kata yang berseberangan dan memiliki implikasi berbeda dalam kehidupan. Setiap orang di dunia ini selalu bercita-cita menjadi subjek bukan menjadi objek. Begitupun dengan guru yang selalu berusaha memastikan bahwa dirinya adalah subjek dalam gerakan pendidikan nasional. Hanya sampai saat ini peran dan potensi guru masih terkungkung dalam keranda birokrasi era orde baru yang hanya dijadikan objek program untuk mensukseskan pembangunan. Penekanan terhadap pentingnya loyalitas, kuatnya budaya feodal dalam struktur pemerintahan sangat berpengaruh terhadap pengembangan kreatifitas guru. Tekanan dan ancaman terhadap guru yang dianggap tidak melakukan instruksi berupa penjegalan karir dan pangkat seakan menjadi sejarah pada titik terendah dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Dampak dari hal tersebut adalah terbentuknya jiwa kerdil dan miskin kreatifitas. Peningkatan prestasi tidak perlu ditunjukkan dengan kreatifitas guru karena prestasi bisa diperoleh dengan cara-cara yang diluar pakem pendidikan. Jika upeti semakin tinggi, akan semakin besar peluang untuk mendapatkan karir dan prestasi. Dampak jangka panjang dari fenomena tersebut adalah menjadi rendahnya kreatifitas guru yang disebabkan oleh perasaan prustasi dan hilangnya kepercayaan diri untuk maju dengan cara-cara yang jujur dan terhormat.
Era sudah berganti, zaman sudah berubah seiring dengan gerakan reformasi yang bertujuan untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Sayang sekali sampai saat ini perubahan positif dari guru belum berubah secara signifikan. Guru masih dihinggapi rasa takut, guru masih dikelilingi oleh perasaan tidak percaya diri, bahkan guru sudah tidak merasa memiliki peluang apapun selain menunggu pensiun. Hal tersebut tidak bisa sepenuhnya disalahkan terhadap guru, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa raja-raja kecil dalam birokrasi pendidikan masih dahsyat mencengkram dalam menentukan nasib guru. Akibatnya guru tetap terpuruk bahkan dunia pendidikan dan masyarakat Indonesia yang seharusnya merasakan kenikmatan kenaikan anggaran 20% anggaran pendidikan menjadi tidak berarti sama sekali.
Namun tidak seharusnya semuanya terpuruk, ada harapan dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia. Angin besar kesadaran dan meningkatnya semangat juang untuk meningkatkan kualitas diri para pengajar semakin berkibar. Kehadiran Klub Guru Indonesia seolah menjadi angin segar dalam memperbaiki carut marut dunia pendidikan. Perasaan senasib sepenanggungan dikelola secara positif dengan ajakan memperbaiki kinerja seolah menjadi jawaban kekosongan hati para guru. Sambutan meriah dan optimis selalu muncul di berbagai daerah. Harapan-harapan itu semakin membesar dan menjadi tren di kalangan guru. Guru begitu bangga menunjukkan bahwa dia sudah menjadi anggota klub guru. Guru menjadi bangga ketika ikut menghadiri acara seminar dan workshop yang memang berbeda.
Dahulu guru baru bersedia mengikuti beragam pelatihan jika diadakan oleh pemerintah dengan beban biaya semuanya ditanggung sekolah atau pemerintah. Bahkan setelah selesai kegiatan (sering juga kegiatan selesai lebih cepat dari yang diagendakan) para guru akan mendapat uang saku yang cukup besar. Rasanya pada waktu itu seperti mimpi jika ada guru yang mengikuti aneka pelatihan dengan biaya mandiri. Semuanya akan kembali kepada sisi-sisi untung rugi.
Namun sekarang sudah mulai berbeda. Pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Klub Guru selalu penuh dan tidak jarang harus menolak peserta dikarenakan kapasitas ruangan yang terbatas. Biaya seminar ditanggung sendiri oleh guru karena memang kegiatannya dilakukan tanpa melakukan prosedur birokrasi seperti yang lazim terjadi sebelumnya. Hal tersebut menjadi gejala positif dikalangan guru, karena sebelumnya kepala sekolah atau kepala dinas memberikan penugasan masih terbatas kepada kelompok tertentu yang dianggap dekat dan memiliki hubungan khusus. Dengan sendirinya guru yang sering diutus akan memiliki kemampuan yang diatas rata-rata jika dibandingkan dengan guru yang tidak pernah ditugaskan untuk mengikuti pelatihan.
Pada waktu program sertifikasi dilaksanakan, betapa kesenjangan itu terlihat dengan jelas. Guru-guru yang sering diberi tugas dan jabatan dengan mudah lulus dan mendapatkan sertifikat. Berbeda sekali dengan para guru yang jarang bahkan tidak pernah diberikan tugas ataupun jabatan. Mereka harus melalui tahap diklat bahkan tidak jarang guru tidak lulus sama sekali. Tumbuhnya kesadaran akan perlunya kesejajaran dikalangan guru jelas menjadi angin segar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Semakin sering guru mengikuti pelatihan dan seminar yang diadakan oleh Klub Guru, maka akan semakin terbuka wawasan dan informasi yang sebelumnya hanya bisa didapatkan oleh segelintir guru. Dengan mudahnya guru-guru mendapatkan informasi menjadikan guru semakin percaya diri dan semakin kritis terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan.
Pemerataan informasi dikalangan guru berdampak cukup positif karena para kepala sekolah tidak lagi merasa sebagai orang yang paling tahu dalam melaksanakan kebijakan sekolah. Saat ini semakin banyak guru yang sudah dapat mengkritisi segala kebijakan tersebut walau hal itu belum terjadi di semua sekolah. Jenis pelatihan yang beragam diharapkan akan tetap menjaga konsistensi guru dengan animo tinggi untuk menghadiri semua pelatihan yang disajikan. Pemilihan tema yang memang menjadi kebutuhan guru adalah salah satu kunci sukses Klub Guru. Dunia ICT (information communication and technology) misalnya. Guru sangat antusias untuk mendapatkan penjelasan dari para pakar yang diundang Klub Guru. Metodologi dan pendekatan serta aneka kegiatan yang menggunakan teknologi informasi memberikan pengalaman baru dan berharga bagi guru. Memperoleh informasi dari kegiatan yang diikuti serta menjalin silaturahmi dengan para peserta lain di lokasi seminar menjadi sebuah ritual menarik dikalangan guru. Mereka semakin terbuka akan kemajuan-kemajuan serta inovasi-inovasi yang dilakukan oleh guru atau sekolah lain. Diharapkan komunikasi seperti itu akan mendorong para guru untuk menduplikasi kegiatan-kegiatan positif sekembalinya dari seminar atau pelatihan yang diikutinya. Forum lain yang menarik bagi kalangan guru adalah tersedianya layanan milis yang bernama Klub Guru Indonesia.
Dalam forum ini, para guru setiap saat mendapatkan informasi terbaru mengenai dunia pendidikan dalam skala nasional dan internasional. Diskusi intensif serta pertukaran informasi yang dinamis membuat cara pandang guru semakin luas. Disadari atau tidak, semua informasi yang dibaca oleh guru melalui media milis telah membentuk cakrawala berbeda dibandingkan sebelumnya. Topik-topik hangat dalam milis sudah menjadi tema diskusi di ruang guru. Kreatifitas guru dalam melakukan diseminasi luar biasa. Guru yang hendak menjadi anggota Klub Guru pun dimudahkan untuk melakukan registrasi. Hanya dengan membuka website www.klubguru.com formulir pendaftaran pun sudah bisa didownload, diisi dengan data yang lengkap kemudian dikirim balik lewat surat elektronik yang sudah disertai photo. Semuanya serba mudah dan terjangkau.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama guru sudah mendapatkan kartu anggotanya yang sangat eksklusif. Kemudahan-kemudahan seperti ini jelas sangat memotivasi guru untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Perkembangan positif ini diharapkan akan menjadi sebuah gerakan moral yang mampu menjangkau semua kalangan guru tanpa harus membedakan status guru honorer, guru sekolah negeri, guru sekolah swasta. Semua kalangan ini secara prinsip sangat menentukan kelangsungan dan keberhasilan pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945.
Guru yang kreatif, guru yang percaya diri, guru yang selalu berada di garis depan dalam memperoleh informasi akan menjadi teladan bagi siswanya untuk menjadi yang terbaik. Komunikasi dan interaksi yang seimbang antara guru dengan siswa akan meningkatkan percepatan prestasi pendidikan di Indonesia. *Sopyan Maolana Kosasih, S.Pd., Guru SMPN 3 Bogor, lebih lengkap lihat blognya http://sopyanmk.wordpress.com