Minggu, 05 Oktober 2008

Golput dan Kegagalan Partai Politik

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, sudah menjadi ‘rahasia umum’, pemilu langsung di Indonesia, khususnya Pilkada disejumlah daerah, ‘dimenangkan’ oleh golput. Fenomena golput, diakui atau tidak, menunjukkan bahwa masyarakat kita sudah apatis dengan ‘pesta demokrasi’ ini. Fenomena golput di Indonesia tentu ironis mengingat:
(1) Indonesia baru saja mendapat predikat sebagai ‘juara demokrasi’ dan mendapat puja-puji internasional sebagai salah satu negara paling demokratis, setelah sukses melangsungkan Pemilu 2004.
(2) Biaya yang dikeluarkan selama lima tahun terakhir dalam penyelenggaraan pemilu langsung, menurut penelitian LIPI, mencapai lebih dari Rp 400 triliun.
(3) Indonesia adalah satu-satunya negara didunia yang menyelenggarakan pemilu langsung terbanyak, yakni 160 pilkada pada tahun 2008 atau 3 hari sekali. Yang lebih ironis dari sekadar golput, pemilu langsung yang menghabiskan ratusan triliun rupiah itu menghasilkan banyak para wakil rakyat dan kepala daerah yang korup dan bermasalah. Sudah terlalu sering media kita mempublikasikan para pejabat dan wakil rakyat yang korup di seluruh daerah di Indonesia.
Bahkan menurut catatan Kompas, pemerintahan dari Aceh hingga Papua sudah terjerat korupsi, tanpa kecuali. Kita jadi bertanya, apa sesungguhnya yang sedang terjadi di negeri ini? Mengapa rakyat cenderung apatis dengan Pemilu/Pilkada? Mengapa pula demokrasi tak kunjung mensejahterakan rakyat? Apa sebetulnya yang dikehendaki oleh mayoritas masyarakat kita yang sering dikatakan sebagai ‘massa mengambang’? Bagaimana pula nasib partai-partai Islam ke depan? Yang lebih penting lagi, bagaimana peluang dan tantangan perjuangan penerapan syariah Islam di Indonesia ke depan terkait dengan semakin apatisnya rakyat terhadap ‘pesta demokrasi’?
Itulah beberapa pertanyaan yang coba dicarikan jawabannya. Simak pula sejumlah tema menarik lainnya yang juga layak untuk dikaji.
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.