Rabu, 13 Mei 2009

Kisah pilu perdagangan manusia


Dengan naskah yang kuat dan dukungan pemain yang punya modal akting mumpuni, film Jamila & sang Presiden menjadi sebuah tontonan yang menarik. Film ini akan menggiring penonton pada sudut pandang Jamila sebagai manusia normal, ketika harus menerima nasibnya hidup di dunia.

FILM Jamila & sang Presiden berkisah tentang kelamnya dunia pelacuran dan dunia perdagangan manusia di republik ini. Sebuah refleksi yang diharapkan dapat membuka mata masyarakat betapa masalah ini adalah masalah amoral yang datang dari kemiskinan, kebodohan, kemunafikan, keserakahan, dan lemahnya penanganan hukum.

Ini memang bukan naskah asli, melainkan diadaptasi dari naskah teater yang ditulis dan disutradarai Ratna Sarumpaet. Di film ini, dia pula yang menjadi penulis skenario dan sutradaranya. Berangkat dari naskah teater, tidak mengherankan kalau cerita yang disajikan dalam film yang diproduksi bersama antara Satu Merah Panggung dan Multivision Pictures (MVP) begitu kuat dan dramatis.

Namun, jangan membayangkan kalau sajian cerita akan berat dan sedikit susah diterima kebanyakan orang, layaknya lakon teater. “Saya menyadari ini untuk film, penontonnya masyarakat luas, tidak terbatas seperti teater. Makanya, ada perubahan di sana sini, meski tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan,” kata Ratna.

Bos Satu Merah Panggung inilah yang membuat naskah untuk versi drama atau teater melalui survei yang begitu lama. Ratna pun harus menjelajah ke berbagai daerah yang diindikasikan sebagai lahan subur perdagangan manusia, yakni di Medan, Batam, Jawa Barat, Jakarta, dan Surabaya.

Dalam film pertamanya ini, Ratna didukung orang-orang yang piawai di bidang perfilman dan akting, antara lain Frans Paat (penata artistik), Monod (DOP), dan Shasta Shunu (editing). Plus didukung pemain andal, seperti Christine Hakim, Atiqah Hasiholan, Eva Cecilia, Jajang C Noer, Ria Irawan, Surya Saputra, Fauzi Baadila, Dwi Sasono, Marcelino Lefrand, Adji Pangestu, dan lainnya.

Dengan durasi sekitar 100 menit, film ini akan menggiring penonton pada sudut pandang Jamila sebagai manusia normal, ketika harus menerima nasibnya hidup di dunia. Cerita dimulai dari Jamila yang berprofesi sebagai pelacur dan menyerahkan diri ke kepolisian karena telah membunuh kekasihnya, seorang menteri bernama Nurdin. Namun, di balik perbuatannya itu Jamila hanya ingin menemukan adiknya Fatima yang sudah lama tidak dijumpainya. Dia berjanji ingin menyelamatkan Fatima sebelum ajal menjemput.

Selama di penjara, mulai dari awal masuk hingga akhirnya dijatuhi hukuman mati, terjadilah rangkaian kisah balik yang menceritakan kehidupan pahit Jamila. Pertarungan dan realitas sosial yang dihadapi Jamila menjadi inti utama cerita ini. Permohonan pengampunan yang di ajukan untuk presiden, agar dia tidak dihukum mati terhalang oleh banyak kepentingan. Waktu pun terus berjalan dan permohonan pengampunan belum kunjung juga.

Akankah Jamila diampuni atau harus menjalani hukuman mati? Mendidik Para pelakon yang bermain dalam film ini pun dikenal memiliki karakter yang sudah mumpuni. Sebut saja Christine Hakim yang langsung setuju memerankan sosok sipir penjara. Menurutnya, cerita Jamila dan sang Presiden yang naskah aslinya berjudul Pelacur dan Presiden itu benar-benar sangat mendidik. Apalagi Unicef memakai cerita itu untuk kegiatan anti-traficking.

Sementara itu, pemeran utama Jamila, Atiqa Hasiholan, menganggap cerita ini sebagai cerminan sebagian kecil masyarakat. “Pelacur itu juga manusia dan memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti warga lainnya.” Melihat film Jamila dan sang Presiden yang diangkat dari cerita keseharian di masyarakat, bagaikan menyaksikan sebuah film dokumenter Indonesia. Meski temanya sangat serius, film ini dikemas dengan lebih ringan sehingga penonton bisa menikmatinya.

Ratna pun berkeinginan agar film ini bisa menyedot banyak penonton. Lebih dari itu, Ratna berkeinginan agar tema anti perdagangan manusia bisa diterima banyak kalangan. Klo masih penasaran tonton aja di bioskop kesayangan Anda.