Kamis, 15 September 2011

Telaga Warna (2)

(sebuah cerita)

Rahayu, Gadis cilik berwajah tirus. Dengan rambut keriting-ikalnya. Berpostur kurus. Tak jauh beda denganku sebenarnya.

Gadis kecil yang pintar. Selalu mendapat nilai bagus untuk tiap pelajaran. Tulisannya rapi. Semua hasil belajarnya mengagumkan. Yang pasti, dalam berhitung, jangan ditanyakan.

Semangat belajarnya sangat tinggi. Ayahnya tukang ojek yang baik hati. Dan ibunya bekerja di pabrik rokok yg kerja dari pagi hingga sore hari. Mungkin itu yang membuat Rahayu sangat mandiri.

Gadis kecil ini senang menungguiku di pinggir meja kerjaku. Bertanya banyak hal yang dia mau. Kepandaiannya tak membuatnya tinggi hati. Tetap baik pada semua temannya. Bahkan rela jadi asistenku. Dengan mengajari berhitung temannya yang belum bisa, jika melihatku sibuk dengan pekerjaanku.

Gadis kecil yang tak banyak bicara. Jika melihatku membaca, dia ikut membaca. Mengambil sebuah majalah dari tumpukan di sudut meja. Duduk di bangkunya. Dan tenggelam bersamaku dalam asyiknya membaca.

Tak banyak bicaranya kadang membuatku khawatir. Ketika suatu hari, ayahnya datang ke rumah. Dan memberitahu kalau uangnya Rahayu pernah hilang sewaktu dikelas.

Bingung. Karena di kelas itu tanggungjawabku. Tak bisa menjawabnya. Karena aku memang tak tau. Hanya bisa minta maaf pada ayahnya. Karena tak bisa menjaga barang kepunyaan putrinya. Untunglah. Ayahnya Rahayu benar-benar orang baik. Tak marah. Malah beliaunya menitipkan pesan agar putrinya tak usah diberitau.

Tertegun. Malu. Betapa besar sayangnya orang itu pada putrinya. Dan akupun hanya bisa berjanji. Akan lebih memperhatikan kondisi di kelas, agar kejadian yang sama tak terulang kembali.

Gadis cilik yang baik hati. Tanpa kuminta, Rahayu sering meminta ijin untuk ngajari berhitung temannya yang belum bisa. Di papan tulis di depan kelas. Dan dengan riang, jika jawaban temannya benar, segera dia melaporkannya padaku.

"Bu Diana, Bayu sudah bisa Bu. Lihat!" Serunya gembira.

Aku pun menengok dari tempatku untuk melihat hasil kerja Bayu di papan tulis. Benar. Aku pun ikut tersenyum.

"Ya. Teruskan" kataku lagi.

Mereka pun lebih semangat dalam berlatih. Meski harus berebut spidol. Berebut tempat di depan papan tulis. Semuanya berlatih dg riang.

Rahayu yang pintar. Aleman dan penyayang. Tak segan mencium pipiku jika hendak pulang.

Rajin belajar dan tekun membaca. Giat berlatih dengan tak tergesa-gesa. Riang bermain dengan gembira.

Sampai jumpa
Diana Dwi

Tidak ada komentar: