Kamis, 15 September 2011

Rajanya Pengutang Dunia

Jumlah utang pemerintah Amerika Serikat yang terus menggunung dikhawatirkan membuat negara tersebut kembali terjerumus ke dalam resesi yang kedua setelah resesi 2008 (double-dip recession). Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono, mengungkapkan sepanjang 2010 saja Amerika sudah menambah utang baru sebanyak US$ 1,2 triliun.

Walhasil, saat ini total utang Negeri Abang Sam sudah mencapai US$ 12 triliun. Jika dibandingkan dengan total produk domestik bruto (PDB) negara itu yang sebesar US$ 14,5 triliun, rasio utang terhadap PDB Amerika sudah 82,7 persen.

Bandingkan dengan rasio utang terhadap PDB Indonesia, yang hanya sebesar 27 persen. "Potensi krisis utang di sana besar sekali," ujar Tony ketika dihubungi kemarin.

Rasio utang yang sangat tinggi ini terjadi karena Amerika menyelamatkan ekonominya dengan mempertinggi defisit anggaran negara. Defisit tersebut kemudian ditutupi dengan menciptakan utang baru lewat obligasi negara.

"Langkah itu terpaksa diambil karena Amerika tidak punya pilihan lain untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya," tutur dia.

Sebelumnya, kata Komisaris Independen Bank Permata ini, Amerika sudah menurunkan suku bunga dengan tujuan agar konsumsi dan produksi barang naik. Namun langkah ini gagal. Konsumsi tak mau bergerak.

Setelah kebijakan moneter gagal, pilihannya tinggal kebijakan fiskal, yakni menaikkan pajak atau menciptakan utang baru. Tentu saja, di tengah kesulitan ekonomi, kebijakan menaikkan pajak sangat tidak populer.

Tidak hanya di Amerika, hantu masalah utang juga gentayangan di Eropa. Beberapa negara Eropa, seperti Yunani, Italia, dan Belgia, mempunyai rasio utang lebih dari 100 persen PDB.

Bukan berarti negara-negara Eropa lainnya aman, karena rasio utang Irlandia, Portugal, dan Prancis di atas 80 persen. "Padahal rasio utang terhadap PDB yang aman sekitar 30 persen," kata mahasiswa teladan I UGM 1985 ini.

Tempo mencatat, dua di antara negara-negara Eropa tersebut, yakni Yunani dan Irlandia, sudah menengadahkan tangan meminta bantuan dana kepada Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan mengumumkan pengganti penasihat ekonominya, Lawrence Summers, pada pertengahan Januari 2011. Informasi ini disampaikan oleh juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, pada Ahad lalu.

Meski demikian, kata Gibbs, tidak ada perubahan besar lainnya di kabinet Obama. Sebenarnya Summers sudah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Kepala Dewan Ekonomi Nasional pada September lalu, tapi ia masih bekerja sampai saat ini.

"Saya memperkirakan direktur baru Dewan Ekonomi akan diumumkan pada pekan pertama atau kedua setelah Kongres kembali bersidang," kata Gibbs. Anggota Kongres yang baru akan diambil sumpahnya pada 5 Januari 2011.

Summers, yang menjabat menteri keuangan pada era pemerintahan Presiden Bill Clinton, dianggap terlalu dekat dengan Wall Street. Dengan pemberhentian ini, berarti tinggal Menteri Keuangan Timothy Geithner yang tersisa dari tim ekonomi awal Obama.

Salam
Ahmad Rizali

Tidak ada komentar: