Minggu, 05 Desember 2010

Pendekatan Hati Memompa Prestasi

Tak kenal maka tak sayang. Ungkapan sangat familier, namun kita tak pernah tahu seberapa familier ungkapan itu terealisasi dalam kehidupan. Sebuah tuntutan yang mesti dijiwai dan diaplikasikan. Sekian hari sudah anak-anak mengenyam pendidikan di sekolah. Peran semua pihak mulai berjalan. Lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus bersinergi, karena lewat anak-anaklah kejayaan negeri akan tercipta.

Mendidik anak memerlukan seni tersendiri. Oleh karena itu, orangtua, guru, dan masyarakat harus mengetahui seni mendidik, agar dapat memahami dunia mereka. Banyak kiat mendidik anak yang harus dikuasai para pendidik. Kegagalan pendidikan anak justru banyak diakibatkan oleh kelemahan pendidik dalam menguasai seni pendidikan. Ada sebagian orangtua maupun guru mendidik anak dengan kekerasan. Sebaliknya, ada yang mendidik terlalu lunak. Sedikit sekali pendidik yang menyeimbangkan dua tipe tersebut.

Kekerasan yang digunakan dapat menimbulkan tekanan psikologis anak. Mereka akan diliputi rasa takut, tidak percaya diri, takut menghadapi kegagalan, dan ragu-ragu mengambil keputusan. Gejala itu muncul akibat pelampiasan emosi terhadap apa yang pernah mereka alami. Di sisi lain, cara mendidik yang terlalu lunak dan memberikan kebebasan tanpa batas akan menimbulkan keburukan dalam pembentukan pribadi anak. Anak susah mandiri, suka mencari jalan singkat demi tercapainya keinginan.

Pandangan moderat berada di antara dua cara pendidikan tersebut. Terkadang cara keras dipakai sebagai salah satu usaha pendekatan, tetapi bukan satu-satunya pilihan. Kekerasan seperti sebuah hukuman terhadap kesalahan yang dilakukan anak hanyalah sebagai solusi terakhir setelah tak ada pilihan lain.

Anak yang berprestasi dalam dunia pendidikan bisa menjadi kebanggaan semua orang. Kebanggaan itu juga akan dirasakan para pendidiknya. Namun, bagi anak yang gagal, merasa semua orang menyalahkan kegagalannya. Padahal, kegagalan itu tidak semata-mata kesalahan si anak. Kegagalan atau kekurangan yang ada pada anak bisa juga disebabkan si pendidik yang kurang bisa menyelami mereka.

Melihat dari salah satu sisi pendidikan mereka di sekolah, sebagian besar waktu anak-anak ada di sekolah. Akankah ilmu itu mereka dapat hanya untuk mengejar intelektualitas, sedang moral terabaikan. Hal itu bisa saja terjadi jika pendidik lalai menjaga calon generasi negeri. Sering terjadi pendidik hanya menyampaikan penjelasan secara lisan maupun tertulis tetapi jarang disertai dengan pendekatan hati. Setiap anak didik itu berbeda, maka pendidik harus bisa memosisikan mereka.

Tatapan mata penuh kasih sayang bisa menambah kekuatan emosional dan rasa percaya diri. Meluangkan waktu khusus bersama anak juga penting, apalagi bagi anak yang sedikit mengalami keterlambatan intelektualitas. Dengan cara tersebut anak merasa terdorong untuk bisa lebih baik lagi. Sebagai pendidik, hendaknya bisa menyatukan hati dengan anak didiknya. Ramah dan berteman, hal itu akan membuat anak merasa makin dekat, sehingga nilai moral dan intelektualitas yang diharapkan ada pada anak didik niscaya akan terwujud.

Salam
Adetya Dewi Wardani

Tidak ada komentar: