Minggu, 03 Oktober 2010

Autosuggestion, Tukang Semir

(sebuah cerita)

Seperti biasanya saat aku pulang kampung ke Ponorogo, aku sempatkan untuk main bersama keluarga menyusuri jalan jalan di kota wengker ini, banyak tempat makan yang dapat disinggahi oleh karyawan, mahasiswa dan pelajar untuk sejenak istirahat dan makan siang. Disana ada banyak tempat pilihan untuk ndorong (red; nongkrong. Terlihat disudut lain salah satu pedagang sedang melayani kakang dan senduk (red; panggilan daerah untuk pria dan perempuan khas ponorogo). Tidak lupa kami semua
bertiga segera meluncur ketempat Kang Bagong untuk makan siang. Kami segera memacu kendaraan untuk sekedar berebut tempat dengan pembeli lainnya. Memang sate Kang Bagong paling dicari dan terkenal sejak aku masih pertama kali datang dikota reog ini.

"Alhamdulliah", gumamku dalam hati. Kali aku aku dapat tempat duduk nyaman, maklum biasanya kami bertiga hanya sempat makan dimobil karena tidak kebagian tempat duduk. Segera saja aku pesan menu favoritku, sate plus kulit dan joroan. Seperti biasanya, disela sela waktu menunggu banyak pengamen silih berganti menjajahkan syair lagunya sambil mengharap imbalan recehan tanda penghargaan atas suaranya yang agak sumbang itu.

Terlintas pandanganku disela sela kaki para penikmat sate luar daerah yang sok profesional itu, sok jaim dengan atribut ke kota-kota-annya, terlihat sosok anak kecil belasan usia sekolah dasar sedang mengusap sepatu tamu berharap ada yang mau untuk disemir. ’Permisi pak, semir’ ucap dia. ’Hei ngapain kamu?’, ’mau nyolong!’ teriak salah satu tamu yang berperawakan necis itu. Si tukang semir itu berganti ke sepatu lain dan setiap kali selalu ditolak dengan kasarnya. Tetap aku pandangi tingkah laku anak itu, sudah tiga orang yang menolaknya, pikirku dalam hati. Iba rasanya hatiku melihat anak itu, tak terasa air mataku menetes lembut dipipiku, mengingatkanku dimasa kecilku yang hampir sama dengan dia, bekerja sendiri untuk dapat membayar SPP sekolah.

Kucoba untuk untuk memanggilnya untuk menyemir sepatuku. ’Dik, tolong semir sepatuku ya!’ walau tadi pagi sebenarnya aku telah menyemirnya dan sepatuku masih terlihat mengkilap. Gumamku, itung-itung untuk menolong dia. ’Ya pak’ jawab anak itu. ’Ah jangan panggil aku pak, panggil aja kang’. ’Ya kang!’. ’ngomong ngomong siapa namamu?’. ’Dani, kang’. Kuajak ngobrol terus sampai sampai aku seperti detektif aja, pikirku dalam hati. Tak terasa sudah 10 menit aku ngobrol sama dia hingga aku telah mengetahui latar belakang kehidupannya. Tak tega rasanya aku mendengarnya kalau dia hidup seorang diri dikota reog ini, merantau dari Wonogiri.

Dia telah lama ditinggal ayah dan ibunya sejak berumur 6 tahun. Dan kini ia harus
mencari sesuap nasi sendiri dengan menawarkan keahlianya dalam memoles sepatu. Sejenak aku teringat masa masa susah masa kecil yang sudah ditinggal kedua orang tuaku. Terhenyak lamunanku ketika mendengar, ’Sudah selesai, kang!’ ucap Dani dengan semangatnya. ’Berapa?’ tanyaku. ’Empat ribu rupiah’ jawabnya. Ku keluarkan uang lembaran dua puluh ribuan dari kantongku. ’Uang kecil aja kang, nggak ada kembaliannya’ akunya, ’tunggu kang, aku cari kembaliannya dulu’ impal dia. ’Ya’ balasku dengan rasa percaya yang tinggi. Kembali aku bergurau dengan membicarakan hal hal yang kecil hingga bangganya dia telah bisa menari jathilan disekolahnya.

Tanpa sadar aku telah menunggu setengah jam, dan teringat uang kembalianku belum kuterima dari si Dani itu. Pikiranku mulai bermacam macam hingga pikiran suudzonku mulai terlintas dibenakku, ’memang anak nggak mau diuntung!’ sudah ditolong malah membawa uangku. Kutinggalkan warung Kang Bagong dengan hati yang dongkol, dan kembali kerumah di Wonoketro, Jetis untuk istirahat. Ku perikasa inbox emailku, setelah kutinggalkan kerjaanku beberapa hari. Terlihat banyak surat yang masuk ke Inboxku tak terkecuali kuperiksa juga milist (termasuk milist IGI juga loh),
akun facebook dan twitterku......

Tanpa sadar sudah sebulan lebih aku tidak berkunjung ke warung sate Kang Bagong, maklum aku sudah kembali kerja di Surabaya. ”Di minggu ini saat pulang nanti, pasti aku mampir makan sate lagi”, ucapku dalam hati. Langsung saja terbesit pikiranku
untuk makan siang di warung sate Kang Bagong lagi. Seperti biasanya warung Kang Bagong tak pernah sepi dari pembeli. Kupilih kursi paling pojok yang masih kosong itu. Tidak lebih dari 10 menit menunggu, seporsi sate langsung berada dihadapanku. Sambil mengobrol kami menyantap sate. Disela sela sela kami mengobrol datang seorang anak menghampiriku dengan akrabnya. ’Kang, maaf ya Kang’. Kata dia. ’loh
loh ada apan ini’, rasanya kita belum pernah ketemu, ngapain kamu minta ma’af’, kataku tanpa dosa. ’Nama saya Dani, kang’, ucap dia. ’Dani...!, pikirku dalam hati. ’Em em siapa ya?’. Tanyaku. ’Saya kang, si tukang semir’. Jawab dia dengan terbatah batah. ’Oh ya...ya..saya ingat, kamu....ya.. .kamu!. ’Ini kang, kembaliannya!’ .

Selintas dipikiranku. Sudah satu bulan lebih aku tidak bertemu anak itu, dan teringat kembali bahwa aku masih meninggalkan uang kembalianku sebesar enam belas ribu rupiah padanya. Masih tidak percaya aku menatap anak ini, ternyata masih ada orang yang jujur di negeri ini. Seoarang anak tukang semir yang jujur padahal disana
banyak orang yang licik dan korup dalam dunia kerjanya.

’Ya Allah, terimah kasih telah kau tunjukan pelajaran yang berharga yang kudapat
dari seorang anak tukang semir ini’. Jarang sekali aku menemui seorang yang jujur di negeri ini, negeri yang diributkan oleh perang kekuasaan yang didalamnya terdapat kompetensi saling sikut, saling tendang hanya untuk mendapatkan serupiah demi memenuhi isi perut.

Lama aku termenung hingga aku melupakan kehadiran anak itu.’ Ya ...ya....ambil aja uang kembaliannya'; Pintaku. Namun tak kusangka ia malah mengembalikan uang tersebut. Kini kumengerti mengapa ia tidak langsung mengembalikan uang kembalianku pada saat itu karena ia memang terlambat datang ke padaku karena lama mencari uang kembalian tersebut. Dan setiap hari ia mencariku hanya untuk mengembalikan uang itu.

Alhamdulillah Ya Allah, ternyata masih ada orang jujur di negeri ini. Kini setelah kupetik pelajaran yang berharga itu, aku sadar bahwa kejujuran memang diatas
segalanya. Kejujuran akan membawa keselamatan dan membawa rejeki yang barokah.

Pertanyaan yang selalu hadir dibenakku, apakah kejujuran itu hanya dimiliki oleh orang orang kecil dan terpinggirkan seperti halnya kejujuran yang dimiliki oleh seorang tukang semir, Dani.

Disisi lain para pejabat negara ini terkenal dengan lips service demi mengamankan
kursi jabatannya.

Best Regards
Friends of Yours

Tidak ada komentar: