Rabu, 01 September 2010

Samudera Jihad Membawa Nikmat

Kosakata jihad tak pernah sepi diperbincangkan. Kali ini, ulama ahli fiqih kaliber dunia, Syaikh Yusuf Qardhawi, mengeluarkan karya monumental terlengkap tentang jihad menurut Al-Quran dan Sunnah.

Berangkat dari istilah-istilah yang sering digunakan dalam terminologi Islam, Qardhawi mencoba membedahnya. Sedikitnya ada tiga istilah yang patut kita kenali dan ketahui bersama.

Jihad

Al-Quran menyebut kata ini, sedikitnya, sebanyak 34 kali. Ia berasal dari kata jahad-yujahidu-jihadan-mujahadah. Secara bahasa, jihad berarti “menanggung kesulitan”. Jihad juga punya pengertian mencurahkan segala usaha, kemampuan, dan tenaga. Bentuk jihad bisa beragam, ada jihad hawa nafsu, jihad dakwah, dan jihad sabar. Selain itu, ada juga jihad melawan musuh dengan menggunakan senjata.

Al-Qital atau peperangan. Berasal dari kata qatala-yuqatilu, qitalan-muqatalah. Menurut Qardhawi, peperangan adalah bagian terakhir dari jihad. Yakni, berperang dengan menggunakan senjata untuk menghadapi musuh. Dari segi makna, Al-Qital tidak sama dengan jihad. Ini karena, kata Al-Qital terambil dari kata al-Qatl, adapun al-jihad diambil dari kata al-juhd. Al-Qital adalah sebuah peperangan yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman, berperang di jalan Allah. Jika peperangan tidak dilakukan oleh orang-orang beriman dan tidak di jalan Allah, maka ia tidak termasuk dalam jihad.

Al-Irhad atau terorisme. Terambil dari kata irhab-yurhibu, yang bermakna memberikan ketakutan kepada pihak musuh. Menciptakan rasa takut tersebut dalam rangka menuju rasa aman. Dalam Al-Quran disebutkan, “Dan dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa” (QS Al-Nûr: 55).

Adapun yang dimaksud dengan terorisme, menurut Qardhawi, adalah menciptakan kondisi takut kepada orang-orang yang disebabkan oleh aktivitas militer, baik individu maupun kelompok. Aksi-aksi terorisme juga tidak seperti yang ada dalam ayat 60 Surah Al-Anfâl, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menakuti musuh Allah dan musuhmu.” Menurut para ulama, menciptakan rasa takut seperti dalam ayat ini, disyariatkan. Mempersiapkan diri secara militer menyebabkan musuh menjadi takut alias keder, sehingga menghalanginya untuk melakukan serangan atau mendahului peperangan.

Ada Syariat Ada Syarat

Sejatinya, tidak banyak orang Islam mengerti betul tentang jihad dan syariatnya. Jika di kalangan Muslim saja tidak banyak yang paham—bahkan terkesan takut ketika istilah jihad disebut—apalagi orang-orang di luar Islam, yang memang belum mengenal ajaran Islam secara utuh.

Dalam sejarah jihad—dalam pengertian perang—yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, tidak pernah menghancurkan umat yang diserbunya atau ditaklukkannya. Tetapi, justru umat tersebut dibangun dalam hal peradabannya, moralnya, dan kesejahteraannya. Adapun jihad, menurut tujuannya, menegakkan kebenaran dan keadilan (QS Âli ‘Imrân: 195), menjamin kebebasan umat manusia merasakan cahaya kebenaran hidayah Islam (QS Al-Baqarah: 217), membangun harga diri umat Islam (QS Muhammad: 35), dan membebaskan golongan lemah dari penindasan penguasa tiran (QS Al-Nisâ’: 75).

Untuk melakukan jihad itu, ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi. Di antaranya, ada pengumuman dan pernyataan terlebih dahulu kepada pihak yang hendak diperangi dan alasannya yang sah (QS Al-Anfâl: 56), adanya pelanggaran atau pengkhianatan yang dilakukan oleh pihak musuh (lihat QS Al-Taubah ayat 4 dan 12), serta untuk membebaskan kaum Muslim yang tertindas di negeri non-Islam (QS Al-Baqarah: 190). Dengan demikian, untuk melaksanakan jihad dalam pengertian perang, selain ada syariatnya, juga ada syarat-syaratnya yang mesti dipenuhi.

Adapun terorisme tidak mengenal norma dan hukum. Terorisme adalah sebuah sistem yang destruktif dengan cara merusak umat manusia, merusak ketenteraman hidup bersama, membuat kekacauan, anti-ketertiban, dan memaksakan kehendak secara sepihak.

Tindakan yang dibenarkan adalah menakuti pihak musuh agar mereka tidak menyerang lebih dulu atau mengobarkan perang. Tapi, tentu saja, tindakan tersebut tidak berlaku untuk sesama Muslim. Dalam sebuah hadist yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Abdurrahman ibn Abi Laila, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menakuti Muslim lainnya.” Bukankah, “Orang beriman adalah orang-orang yang merasa aman darinya atas darah dan harta mereka” (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah).

Dengan demikian, maka tindakan teror secara umum dilarang. Aksi teror menjadi boleh jika dilakukan dengan tujuan dan cara-cara yang disyariatkan. Jika tujuannya disyariatkan, tetapi caranya tidak disyariatkan, atau keduanya tidak disyariatkan, tentu saja, dalam pandangan Islam, diharamkan.

Oleh sebab itu, Qardhawi memberikan pemahaman tentang makna jihad.

Pertama, jihad militer.
Yakni, memerangi musuh melalui kontak fisik, perang. Ini akan terjadi jika kaum Muslim diserang, baik diri, negeri, maupun akidah, dengan pengerahan kekuatan sesuai kemampuan yang dimiliki agar musuh gentar dan tidak jadi menyerang. Inilah aktivitas jihad yang dibenarkan oleh mayoritas ulama.

Kedua, jihad spiritual.
Adalah jihad di ranah nafsu, insting, dan tendensi. Inilah yang dimaksud dengan hadis Nabi Muhammad Saw., “Mujahid itu adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya.” Dan juga, “Orang yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah” (Riwayat Ibnu Hiban).

Ketiga, jihad dakwah.
Yakni, menyampaikan kebenaran Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. kepada mereka yang belum pernah mendapatkan informasinya, baik keluarga dekat, kerabat, maupun handai taulan. Caranya pun mesti dengan yang hikmah dan baik, “Dan serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS Al-Nahl: 125).

Selain tiga jenis jihad tersebut, ada juga jihad madani yang dikenal dengan jihad masyarakat sipil. Jihad ini untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, menutupi tuntunan moral dan materinya, menangani problematikanya, serta membangkitkan dalam segala bidang sehingga mendapat kedudukan yang terhormat. Jihad masyarakat sipil ini, antara lain, di bidang keilmuan dan teknologi, sosial-kebudayaan, pendidikan dan pengajaran, ekonomi, kesehatan dan kedokteran, lingkungan, serta peradaban, dan seterusnya. Pada prinsipnya, jihad masyarakat sipil tujuannya untuk memberdayakan umat. Inilah jihad yang memerlukan komitmen, keistikomahan, waktu, dana, dan kesabaran yang prima.

Dan inilah yang dituntut oleh sebuah bangsa, agar tidak ketinggalan dan menjadi pengekor dari bangsa-bangsa lain. Dari sisi ini, Yusuf Qardhawi berhasil mengelaborasi ayat-ayat dan hadist-hadist sebagai penopang argumentasinya. Samudra jihad membawa kedamaian, ketenteraman, dan kenikmatan bersama.

Salam
Herry Mohamad

Tidak ada komentar: