Selasa, 02 Agustus 2011

Sebuah Kritik dari Si Cerdik yang Licik

Entahlah, saya selalu terpukau melihat Para Pencari Tuhan. Wabil khusus tokoh Pak RW yang diperankan Idrus "Wedus" Madani. Ia gabungan antara cerdik dan licik, politis dan diplomatis, culun-lucu dan culas. Ia selalu berhasil menunjukkan karakternya itu.

"Kritiknya" penting. PPT pagi ini misalnya. Ia berhasil menjungkalkan Bang Jack dan ustad Fery, pengurus dan ulama masjid. Tujuan utamanya tak lain: cari duit. Tapi dia mampu membuat alasan yang cerdik tapi licik melalui 3 dosa dan kegagalan Bang Jack yang tak bisa dibantah. Khususnya poin ketiga: bahwa ulama tidak bisa mendidik umatnya untuk lebih aktif di masjid dan memakmurkannya.

Menurut saya penulis skenario ini luar biasa. Ia mampu membalik opini publik tentang merosotnya moralitas masyarakat dengan sangat bernas. Bukankah kemorostan moralitas masyarakat juga bisa diartikan sebagai kegagalan ulama melaksanakan dakwahnya? Logika ini linier bila pengangguran dan kemiskinan merajalela merupakan indikator kegagalan pemerintah/presiden melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.

Indrus "Wedus" Madani pada episode sebelumnya menancapkan kalimat yang cukup menggelitik. "Semakin tinggi kedekatan seseorang pada Allah maka potensi bisnisnya juga semakin besar."

Ulama-ulama sekarang ini mungkin memasuki "golongan " seperti yang diucapkan Idrus "Wedus" Madani itu. Mungkin, karena bisa jadi ketaatannya pada Allah semata-mata untuk meningkatkan daya jualnya kepada publik. Maka beramai-ramai para ustad membuat "kreativitas" agar lebih "laku" di pasaran. Di Bekasi, misalnya, dua ustad sampai berkelahi dan salah satunya tewas memperebutkan "kapling" jamaah.
Di PPT pagi ini, kita juga disuguhi kritik penting yang sehari-hari tidak pernah kita sadari, yaitu sesuatu menjadi penting ketika kita merasa kehilangan. Kalimat ini diucapkan Ustad Fery.

Ketika menjadi pengurus Mushola, Ustad Fery bahkan sering berdakwah "ngamen" ke mana-mana, tak pernah menjadi imam dan pengajian di musholanya sendiri. Bang Jack juga tidak menyadari bahwa mushola yang didiaminya merupakan kontrakan gratis yang selama ini tak pernah disadari. Begitu keduanya "dipecat" oleh Pak RW, "Si Wedus" Idrus Madani, barulah mushola baik sebagai tempat ibadah dan sebagai "kontrakan gatis," menjadi urgent.

Yang jauh lebih "dalam" dari kritik ini adalah kehilangan sesuatu menjadikan sesuatu itu menjadi sangat berharga. Banyak Al Quran di rumah, di mushola, di masjid-masjid, tapi acap kita abaikan. Menyentuh pun tidak. Sunnah Rasulullah pun acap ditinggalkan atau dianggap biasa saja. Bahkan menjadi Islam seolah sebuah kewajaran dan bukan hadiah paling istimewa setiap kita. Seperti kewajaran kita mengirup oksigen atau menikmati matahari yang hangat. Semuanya dianggap biasa saja dan bahkan tak berharga. Kita nyaris tak pernah merasakannya sebagai rezeki yang luar biasa.

Ketika kita kehilangan Islam, kehilangan Iman, kehilangan oksigen, kehilangan matahari, barulah kita sadar sesadar-sadarnya bahwa semua itu penting dan sangat-sangat berharga, lebih berharga dari bumi dan seisinya.

Salut untuk PPT. Salut untuk penulis skenarionya. Salam dari saya. Salut juga untuk Dedy Mizwar. Wabil khusus Idrus "Wedus" Madani. PPT, Sederhana tapi brilian.

Salam
Habe Arifin

Tidak ada komentar: