Rabu, 06 Juli 2011

Menjadi Guru: Sebuah Penutup

Jadi, hmmm…Guru … Apa yang ada di pikiran kita saat membayangkan profesi ini ? Profesi paling mulia di muka bumi ? The mother of all professions ? Anak tiri pemerintah ? Pahlawan tanpa tanda jasa? Pahlawan yang sudah mulai diakui kehadirannya? Penuturan di bawah ini mungkin bisa membantu kita memaknai profesi guru….

Apa yang sesungguhnya bisa dilakukan seorang guru?

Loretta adalah guru lulusan sebuah universitas di Amerika Serikat. Dalam suatu kesempatan Eko, sepupunya yang bekerja sebagai Chief Executive Officer di sebuah perusahaan multi nasional, mengajukan pertanyaan,”Apa sih sesungguhnya yang dilakukan seorang guru? Kok, kamu akhirnya jadi guru? Capek-capek kuliah, lembur buat tugas ratusan kali, kedinginan, jauh dari keluarga dan akhirnya jadi guru? Kata pepatah, ‘Those who can, do. Those who can’t, teach’.

Loretta menanggapi pertanyaan itu setelah berpikir sejenak….

“Kamu mau tahu apa yang saya perbuat?

Saya membuat anak-anak bisa belajar lebih keras dari yang mereka kira dan dari yang orang tua mereka sangka.

Saya membuat mereka bisa duduk selama 40 menit kendati orang tua tak mampu membuat mereka duduk tenang selama 10 menit tanpa bantuan Ipod, DVD player, MP 3 player atau video game.

Saya membuat nilai 6 di tangan mereka serasa seperti piala di tangan Susi Susanti ketika ia menjuarai Olimpiade.

Kamu mau tahu apa yang saya perbuat?
Saya membuat mereka takjub.

Saya membuat mereka berpikir.

Saya membuat mereka bertanya.

Saya memberi mereka pujian sehingga rasa percaya diri meningkat.

Saya mengajak mereka menyanyi di acara sekolah sehingga mereka berani tampil di depan umum.

Saya mengajarkan mereka untuk minta maaf seusai mereka melakukan kesalahan.

Saya mengajarkan mereka agar menghormati semua orang termasuk petugas kebersihan di sekolah serta penjaga kantin.

Saya mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat.

Saya meminta mereka untuk menanggung konsekuensi dari pelanggaran yang mereka lakukan.

Kamu mau tahu apa yang saya perbuat?
Saya mengajar mereka membaca, menulis dan berhitung sehingga mereka tak mudah ditipu.

Saya menyuruh mereka untuk membaca, membaca dan membaca.

Saya meminta mereka berdiskusi dan mempertahankan pendapat jika mereka bisa menopangnya dengan alasan yang kuat.

Saya meminta mereka untuk memahami pandangan temannya dan tetap menaruh rasa hormat walau mereka tak setuju saat berdiskusi.

Saya meminta mereka untuk menghargai perbedaan.

Saya meminta mereka untuk mengakui kesalahan jika terbukti mereka salah.

Saya membawa mereka ke museum.

Saya meminta mereka untuk menyanyikan Indonesia Raya dengan khidmat saat upacara bendera.

Saya meminta mereka tunduk, mengenang jasa pahlawan saat Lagu Syukur dikumandangkan.

Saya mengajarkan mereka untuk menghargai pahlawan.

Lebih dari semuanya, saya membuat mereka paham betul, bahwa jika mereka melakukan sesuatu dengan segala yang mereka miliki dan dengan semua potensi yang ada, pasti mereka akan berhasil.

Saya menyuntikkan semangat ke dalam tubuh mereka.

Saya memberikan mereka inspirasi.

Saya menyebarkan optimisme dan cinta kasih.

Guru memang tidak punya uang sebanyak pengusaha, apalagi CEO kayak kamu. Hmmm….I do not make money, I make a difference…Eko, what do you make?

Jadi, untuk yang terakhir kali, apa yang melekat di benak saat kita mendengar kata ‘guru’ ? apa sesungguhnya ‘menjadi guru’ itu ? Sindhunata, Pemimpin Redaksi majalah bulanan Basis, dalam sebuah tulisannya pernah mencoba menggugah kita untuk merenungkan apa makna pendidikan sesungguhnya (2001:3).

“…betapa pendidikan kita telah banyak menyeleweng dari tugasnya yang paling dasar, yakni membantu anak didik menjadi manusia yang bebas dan merdeka. Pendidikan perlu membuat manusia terkejut, mengapa ia begitu tertutup, padahal kesadarannya menuntut, hanya bila mau terbuka maka ia akan bahagia. Pendidikan juga perlu membuat manusia kaget, mengapa ia begitu takut, padahal kesadarannya menuntut, agar ia berani untuk memperjuangkan hidupnya. Pendidikan juga harus membuat ia benci terhadap dirinya, mengapa ia membenci dan menindas orang lain, padahal kesadarannya menuntut bahwa hanya dengan saling mencintai dan hormat satu sama lain, ia akan menjadi manusia bahagia dalam masyarakatnya”.

Marilah kita memaknai profesi guru dengan merenungkan pernyataan mengenai arti pendidikan yang dilontarkan Sindhunata di atas.

Selamat berpikir
Salam
Meicky

Tidak ada komentar: