Selasa, 01 Februari 2011

Pemimpi (n)

(untuk direnungkan)

Hari ini Bli Fajar menonton film kartun yang cukup inspiratif. Kisahnya tentang keluarga janda dua anak yang sangat miskin. Alkisah, si ibu ini terlihat sedang memasak sesuatu di dapur. Kedua anaknya menangis, sambil terus berteriak ,"Lapar Bu,lapar...."

Si ibu terus mengaduk masakannya yang tak kunjung matang. Tangis si anak sudah reda. Kedua bocah itu tertidur. Lama si ibu memandangi anak-anaknya dengan mata bercucuran. Kedua anaknya bangun dan menangis lagi. Tetapi masakan tak juga masak.

Tangis anak ini didengar oleh pemimpin yang saat itu berjalan kaki untuk mengetahui kondisi dan nasib rakyatnya. Si pemimpin ini masuk ke rumah ibu ini. Dia bertanya,"Mengapa anak-anakmu menangis hingga kini tidur." Si ibu mengaku anak-anaknya kelaparan. "Lalu apa yang kau masak di tungku itu?" Si ibu tak kuasa menjawabnya. "Lihat sendiri Tuan," si ibu ini tidak mengenal lelaki yang ada di hadapannya. Sang pemimpin itu pun melihat tungku itu. Ternyata isi tungku itu bukan makanan melainkan batu.

Si pemimpin ini kaget bukan kepalang. Saat itulah, badan si pemimpin bergetar. Seketika ia pergi ke Istana dan mengambil sekarung gandum, daging di lumbung. Dia pun kembali ke rumah si janda ini.

Sambil menggotong sendiri karung gandumnya, di sepanjang perjalanan ia meminta ampun pada Tuhan. Saat itu ia merasa pemimpin yang gagal dan tidak bertanggung jawab. Dia takut sekali. Takut Tuhan akan menghukumnya kelak di akhirat karena rakyatnya hidup dalam kemiskinan bahkan kelaparan. Padahal hampir setiap pekan ia mengunjungi rakyatnya tetapi masih ada saja yang kelaparan seperti ibu janda dua ini.

Sesampai di rumah wanita itu, si pemimpin ini menurunkan gandumnya dan langsung memasaknya di atas tunggu. Setelah masakannya matang, anak-anak ibu ini dibangunkan. Keluarga ini akhirnya bisa makan kenyang hari itu. Sang pemimpin pun pamit pulang setelah memberikan beberpa uang dinar kepada si ibu. Sepanjang perjalanan sang pemimpin yang dikenal adil dan tegas ini menangis. Ia menangis karena teledor sehingga masih didapatinya keluarga yang kelaparan seperti wanita itu.

Kisah ini sangat abadi. Itulah kisah Khalifah Umar Bin Khattab. Kisah yang senantiasa ditular semua orang dari mulut ke mulut, dan kini dicetak dalam keping VCD. Di banyak agama, kisah inspiratif seperti ini selalu ada dan menjadi inspirasi kepemimpinan.

Kisah ini mengingatkan kita pada kondisi bangsa ini. Kita ingin pemimpin yang mengecek langsung kondisi rakyatnya. Pemimpin yang tidak hanya duduk diam di Istana. Pemimpin yang tidak cuma menerima laporan anak buahnya saja. Pemimpin harus mengetahui dengan mata dan telinganya sendiri tentang kondisi rakyatnya. Bukan cuma hadir untuk menggunting pita atau membuka acara.

Pemimpin juga perlu melaksanakan sendiri dan menolong sendiri rakyatnya yang kelaparan, yang tertimpa musibah, yang terkekang, yang tersiksa, dan mengatasi sendiri masalah-masalah besar yang membuat rakyatnya menderita, atau yang membuat negaranya terancam, sistem hukumnya runtuh, dan yang mengancam sendi-sendi bangunan negara. Itu pula yang dilakukan pemimpoin dalam kisah tadi, memasakkan keluarga kelaparan itu dengan tangannya sendiri.

Pemimpin juga punya sandaran tanggung jawab tidak hanya dalam undang-undang dan konstitusi negara, tetapi konstitusi agama, konstitusi Tuhan. Sehingga ia akan selalu menjaga agar dirinya tidak dihukum Tuhan jika menelantarkan rakyatnya. Impeachment itu menjadi tidak penting. Karena ia punya sandaran transendental kepada Tuhannya. Pemimpin yang seperti ini akan selalu menjaga diri dan perilakunya untuk tetap menjadi pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya.

Kisah tadi penuh makna. Bisakah kita atau pemimpin kita memiliki sikap seperti itu. Ataukah sebaliknya, kita tak peduli pada rakyat, pada semua kisah sejarah yang sejatinya bisa membimbing kita agar kita tidak terjerembab.

Pemimpin juga punya tanggung jawab personal sebagai kepala negara, kepala pemerintahan. Ia musti bertanggung jawab pada kondisi bangsa dan negaranya. Jika tidak mau bertanggung jawab, sebaiknya jangan jadi pemimpin. Pemimpin harus bisa jadi pemimpin bukan pemimpi (n).

Salam
Habe Arifin

Tidak ada komentar: