Rabu, 17 November 2010

Negara Tak Boleh Kalah Lawan Gayus

Aliksah seorang narapidana bernama Anton Medan. Di sel tahanan yang dingin di LP Cipinang, ia mengaku sempat mempunyai anak. Ia melakukan hubungan suami isteri secara diam-diam dengan menyewa ruangan para petugas. Maka, bisnis seks saat itu bukan barang gelap lagi. Setiap nafsu terlayani walau sesaat di ruang-ruang para petugas sipir penjara atau malah ruangan kepala Lapas.

Sejak itu, kisah bisnis seks di penjara terus terjadi. Tidak hanya sang isteri yang menjenguk dan dijadikan pelampiasan nafsu, WTS pun sering kali disewa di sana. Para napi narkoba yang berkewarganegaraan asing biasanya menggunakannya. Seorang napi yang dikenal public juga dikabarkan berkencan dengan koleganya di kamar khusus di atas sofa yang dingin. Setiap ada uang, semua kebutuhan di penjara bisa terjamin.

Dan begitulah ketika Gayus Tambunan memakai uangnya untuk urusan rehat. Dia tak hanya bisa pulang ke rumah dan mengencani isterinya, tetapi dia juga bisa plesiran. Penghuni Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat yang ada di sini tak hanya Gayus. Besan Presiden SBY Aulia Pohan juga pernah menginap di sini. Juga Susno Duadji, mantan Kabareskrim, sampai sekarang juga ditahan di sini. Susno juga diduga bisa keluar masuk dengan enteng. Bagaimana Aulia Pohan?

Jika yang lain bisa, kemungkinan besar, Aulia Pohan juga bisa keluar masuk sesukanya. Asal ada uang, Rutan Mako Brimob bisa dibeli dan dipesan kapan saja dan oleh siapa saja. Tak percaya, lihatlah kasus terpidana teroris Bom Bali Ali Imron juga bisa keluar masuk sesukanya. Ia bahkan pernah kongkow-kongkow di Starbuck Café Thamrin Jakarta bersama pejabat Densus 88. Ali Imron yang tubuhnya makin tambun dan tampak sumringah itu tidak pernah mengigil di teralis penjara. Apa saja bisa dilakukannya. Termasuk jalan-jalan dan kongkow-kongkow seperti di Starbuck itu. Maka rumah tahanan dan penjara seperti bukan lagi sarang penyamun bagi kalangan berduit.

Kini, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengusulkan dibuat ruang khusus seks di setiap penjara di Indonesia. Usulan ini dilandasi alasan kemanusiaan. Sebab, napi juga manusia yang harus diperhatikan masalah yang sangat manusiawi yakni kebutuhan seksnya.

Sekilas usulan ini baik. Tetapi sejatinya tidak tepat. Usulan ini sering dimunculkan dengan beragam argument kemanusiaan. Justru di sinilah pentingnya penjara. Setiap orang di lapas merupakana orang-orang yang dikekang kebebasannya, dirampas kebebasannya. Mereka dalam rangka menjalani hukuman atas perbuatan bejat yang dilakukannya. Aparat keamanan dan Negara diberi kewenangan untuk merampas kebebasan orang-orang jahat itu dan Negara memasukkanya ke penjara. Di dalam penjara mereka betul-betul dikekang kebebasannya, tidak boleh melakukan kegiatan di luar aturan. Di situlah sejatinya aturan itu ditegakkan.

Dengan dirampas kebebasannya, kita berharap para napi akan sadar, jera dan tidak lagi melakukan perbuatan kejinya. Dengan dikekang kebebasannya dan hak-haknya, para napi diharapkan bisa menjadi orang baik-baik ketika kembali ke masyarakat. Ironisnya, semua kewenangan untuk merampas kebebasan dan mengekas kebebasan itu justru diperjualbelikan oleh petugas dan pejabat rumah tahanan dan Lapas.

Tidak boleh ada ruangan khusus sesks di dalam penjara. Aturan ini ditegakkan agar napi menjadi jera dan tak melakukan perbuatan jahatnya. Juga tidak boleh petugas menjualbelikan aturan ini demi uang dan harta lainnya. Di sinilah kita diuji apakah kita bisa menegakkan aturan, kuat dan tegas melawan mafia kejahatan yang juga masuk ke dalam rutan dan penjara. Kita harus kuat. Kita harus tegas terhadap setiap kejahatan dan setiap pelaku pelanggaran hukum. Kita tidak boleh kalah dengan mereka. Negara juga tidak boleh menjadi impoten terhadap para mafioso kejahatan ini.

Best Regards,
Mahmuddin

Tidak ada komentar: