Minggu, 07 November 2010

Lagu Anak yang Tidak Mendidik?

Masih ingat syair ini?

Aku seorang kapiten. Mempunyai pedang panjang.
Kalau berjalan prok..prok..prok... Aku seorang kapiten…

Lagu ini jelas tidak nalar. Berjalan prok prok adalah akibat dari menggunakan sepatu yang terbuat dari logam atau bahan yang keras sehingga menimbulkan bunyi prok prok. Padahal yang disebutkan adalah pedang panjang. Seharusnya kalau mau sinkron, syair lagu tersebut digubah menjadi:

Aku seorang kapiten. Mempunyai pedang panjang.
Kalau berjalan dul gundal gandul, dul gundal gandul.


Lagu berikutnya:

Naik naik ke puncak gunung. Tinggi tinggi sekali.
Kiri kanan kulihat saja. Banyak pohon cemara…


Lagu ini mengajarkan seorang anak menjadi pasif dan tidak memiliki inisiatif. Lah, sudah naik gunung koq cuma tolah-toleh kiri-kanan seperti orang bego? Yach mbok kreatif dikit. Buat puisi yang menggambarkan keindahan gunung kek, melukis kek, membuat foto kek atau aktivitas lain yang menggambarkan kreativitas.

Lagu berikutnya:

Di pucuk pohon cempaka. Burung kutilang berbunyi. Bersiul siul sepanjang hari dengan tak jemu-jemu. Mengangguk-angguk sambil berseru. Trilili lili lili lil…

Lagu ini jelas tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seekor burung bersiul-siul sepanjang hari. Pasti burung tersebut juga perlu mencari makan dan minum, selain hanya bersiul-siul sepanjang hari. Lagipula kalau sudah malam tidak mungkin burung kutilang masih bersiul-siul.

Lagu berikutnya:

Nenek moyangku seorang pelaut. Gemar mengarungi luas samudera…

Lagu ini jelas tidak mengajak anak-anak untuk mengenal nenek moyangnya secara baik. Kenapa? Based on sejarah, etnis atau suku di Indonesia yang terkenal dengan jiwa pelaut adalah etnis Makassar, tepatnya yang berasal dari Bulukumba cmiiw. Hal ini masih terbukti sampai sekarang. Mereka terkenal dengan perahu Pinisi. Padahal etnis di Indonesia ada begitu banyak. Sebut saja etnis Jawa, Bali, Padang, Ambon, Papua, dan lain-lain. Dengan menyebut nenek moyangku orang pelaut, secara tidak langsung, terjadi pembunuhan karakter seorang anak akan etnis yang mengalir dalam darahnya. Secara tidak langsung pula, seorang anak yang berasal dari suku jawa dipaksa memiliki nenek moyang yang bukan dari asal usulnya.

Lagu berikutnya. Mungkin pembaca ada yang pernah ikut pramuka dan masih ingat dengan syair:

Di sini senang, di sana senang di mana-mana hatiku senang. Di rumah senang, di sekolah senang. Di mana mana hatiku senang. Lalalaalala…

Ini lagu yang tidak proporsional dan mengajarkan anak menjadi tidak balance dalam hidup. Kenapa? Namanya hidup itu ada turun, ada naik. Ada senang, ada susah. Tidak tepat bila setiap saat selalu senang. Dengan lagu ini anak menjadi tidak siap bila menghadapi kesusahan karena terpatri dengan syair di mana-mana hatiku senang.

Lagu berikutnya:

Burung kakak tua. Hinggap di jendela. Nenek sudah tua. Giginya tinggal dua…

Lagu ini mengajarkan anak menjadi tidak sopan terhadap orang tua. Masa, seorang nenek dipadankan dengan burung kakak tua? Lagu inipun mengajarkan anak-anak untuk mengolok-olok orang yang sudah tua.

Lagu berikutnya:

Bangun tidur ku terus mandi. Tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu. Membersihkan tempat tidurku…

Lagu ini mengajarkan anak untuk tidak terprogram dan mengerjakan sesuatu secara acak dan asal. Seharusnya bangun tidur membersihkan atau mengatur tempat tidur dulu, baru mandi dan menggosok gigi. Lah, ini sehabis mandi langsung menolong ibu. Seharusnya habis mandi yach handukan dulu dan mengenakan baju, kemudian menolong ibu. Masa menolong ibu dalam keadaan badan basah dan bugil? Bukannya malah membuat rumah jadi basah dan becek karena badan belum kering?

Mungkin pembaca masih ada yang ingat dengan Debby Rhoma Irama? Syair lagunya sebagai berikut:

Idih papa genit. Suka ciumin mama. Debby jadi iri. Mau dicium juga….

Lagu ini syairnya tidak baik karena mengajarkan anak untuk suka mengintip aktivitas orang dewasa sehingga menjadi "matang" sebelum waktunya. Selain itu syair yang menyebutkan mau dicium juga mengajarkan wanita kecil menjadi kegatelan. So, jangan heran kalau sekarang banyak kasus video porno. Soalnya, sedari kecil sudah terbiasa untuk mengintip aktivitas orang dewasa, Cuma saja, dulu sarana untuk merekam adegan porno belum banyak dan mudah didapat.

Adakah KoKiers yang ingat dengan lagu Norma Yunita? KoKiers yang lahir tahun 1980-an mungkin kurang familiar dengan lagu ini.

Kakek yang sakti. Tolonglah kami. Tolong pinjam golok saktimu. Untuk kami menjolok bulan…

Anak kecil, kok, sudah mulai dibiasakan dengan klenik dan menyukai kekerasan. Bayangkan saja, kecil-kecil sudah dikenalkan dengan golok. Goloknya sakti pula. Anak-anak juga diajari untuk tidak logis. Memangnya bulain itu sama dengan buah mangga atau jambu yang bisa dijolok? Hehehehe….

Bulan itu letaknya sangat jauh, bermil-mil dari bumi. Bagaimana mungkin menjolok bulan seperti menjolok buah mangga? Bisa pegel-pegel lehernya. Lagi pula, kalau mau menjolok biasanya menggunakan bambu atau galah, bukan golok. Golok untuk menebas atau memotong. Sangat tidak nalar, ya?

Lagu anak-anak jadul berikut dinyanyikan oleh Joan Tanamal. Syairnya seperti ini:

Mama lihatlah kodok melompat. Joan takut Ma, lihat matanya….

Bukankah anak-anak sebaiknya diajarkan untuk menjadi pemberani? Nah, lagu ini malah mengajari anak menjadi penakut. Duh…..Padahal seharusnya usia anak anak adalah masa keemasan untuk mengajarkan banyak hal dan menamamkan jiwa explorer. Dengan kodok aja takut. Bagaimana mungkin mereka memelajari hewan lain yang jauh lebih besar dan berbahaya seperti buaya, ular, dan lainnya?

Adi Bing Slamet dan Chicha Koeswoyo sangat terkenal pada tahun 1970-an. Salah satunya yang bersyair seperti berikut:

Chicha bertanya: "Adi kau mau kemana?''
Adi menjawab: "Mau pergi tamasya."
Chicha bertanya lagi: "Adi boleh aku ikut?"
Adi menjawab: "Tentu asal menurut."

Anak kecil kok mau tahu urusan orang lain dan tidak menghargai privasi orang lain. Lagian, orang mau pergi kemana, kenapa juga mesti ditanya-tanya kalau tidak ada kepentingannya.

Lagu berikutnya, masih agak baru sekitar tahun 1990-an. Tentu banyak KoKiers masih ingat Joshua dengan lagu Diobok-obok.

Diobok-obok airnya diobok obok.
Ada ikannya kecil-kecil pada mabok


Lagu ini mengajarkan anak-anak untuk merusak dan tidak mencintai hewan peliharaan. Ikan yang kecil, lucu dan manis koq airnya malah diobok-obok. Yach, matilah si ikan.

hahaha
KoKiers

Tidak ada komentar: