Rabu, 07 Januari 2009

Waspadalah bila Anda MALAS


Malas adalah musuh utama yang perlu dilawan terus menerus.

Dua puluh lima tahun yang lalu ketika saya masih memimpin bimbingan belajar Airlangga Student Group (ASG) saya memperhatikan bahwa kegagalan utama siswa dalam memperoleh nilai tinggi agar bisa diterima di SMA atau Perti pilihan mereka adalah karena mereka malas untuk berlatih soal-soal. Padahal kalau mereka mau rajin melatih diri dalam mengerjakan soal-soal ujian apa pun maka boleh dikata bahwa mereka pasti akan dapat lolos dalam ujian.

Saya
seringkali melihat anak-anak pintar yang gagal karena malas dan anak-anak yang tergolong rendah prestasinya di sekolah justru berhasil karena mau menerapkan strategi berlatih…berlatih… dan berlatih….! Saya katakan pada mereka bahwa seorang atlit tinju yang akan bertanding di ring tinju selama 10 ronde minimal harus telah berlatih 100 ronde. Itu belum termasuk latihan lari, skipping, punching, dll.

Nah, bayangkan jika kita mesti menyelesaikan 40 soal matematika, misalnya. Berapa ratus soal matematika yang harus kita lahap sebelumnya, termasuk membaca teori dan menghafal penggunaan rumusnya? Saya bahkan wajibkan mereka untuk menyelesaikan minimal 1000 soal bahasa Inggris (karena saya mengajar bahasa Inggris) dan kalau bisa ya 2000 soal. Lahap semua soal dan rasakan betapa mudahnya soal-soal tersebut jika kita telah berlatih sebanyak mungkin soal. Saya tidak sekedar berteori tapi sekaligus membuktikannya.

Baca selanjutnya di :
http://satriadharma.wordpress.com/2008/07/21/malas-adalah-musuh-utama-saya/#more-121

Dialog Cinta Guru & Murid


Lebih dari 2400 tahun yang lalu orang sudah tahu tentang cinta:
Plato bertanya akan cinta dan kehidupan …
Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya,
Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya? “
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas di depan sana.
Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting.
Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta” .
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)”.
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian
tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”
Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya:
“Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya? “
Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi yang bisa kamu tebang dan bawa, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan” Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”

Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya. “
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”
Kesimpulan:
Menentukan jodoh berdasar pengalaman
" tidak buruk-buruk amat" he..he..he..

Team Teaching Dong..?!

Terkejut…, itulah reaksi saya ketika berdiskusi dengan seorang teman masalah team teaching. Menurut teman saya bahwa yang berhak melaksanakan team teaching adalah sekolah yang sudah berstandar nasional atau berstandar internasional dan semua itu ada aturannya. Sementara sekolah yang belum bertaraf nasional/international tidak berhak dan hanya akan sia-sia bila melaksanakan hal tersebut.

Benarkah demikian ….?
Sementara saya berpendapat bahwa team teaching boleh dilaksanakan oleh sekolah manapun yang mau melaksanakannya, sebab itu juga dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Kalau kita lihat bentuk pembelajaran di TK dalam proses pembelajaranya diampu oleh dua orang guru, kolaborasi antara keduanya telah menghasilkan bentuk kerja sama yang harmonis. Demikian juga ketika anak saya masih duduk di kelas 1 dan 2 SD Islam terpadu pengelolaan kelas juga diampu oleh dua orang guru.

Apakah itu bukan merupakan bentuk team teaching…?
Dengan keyakinan yang sangat kuat teman tersebut tetap mengatakan bahwa yang berhak melaksanakan team teaching adalah sekolah yang sudah bertaraf nasional dan atau internasional.

Selang satu hari setelah saya kemudian mendapatkan pedoman penghitungan beban kerja guru tahun 2008 yang diterbitkan dirjen PMPTK yang didalamnya ada menyebutkan bahwa guru yang beban kerjanya belum mencapai 24 jam disarankan untuk melakukan team teaching atau mengajar di sekolah lain, barulah teman tersebut bisa menerimanya. Tapi kenyakinannya yang semula begitu kuat bahwa hanya sekolah yang bertaraf nasional/internasio nal yang boleh melakukan team teaching tetap membuat tanda tanya. Benarkah demikian…?

I don't know...