(sebuah dokumen sejarah)
Sepak bola adalah harkat-martabat bangsa. Inilah nilai terpenting dan menyejarah sepak bola di Indonesia. Karena nilainya itulah maka sepak bola Indonesia tidak bisa dikalahkan oleh kepentingan apa pun.
Sejarah menunjukkan sepak bola hadir di Indonesia berbarengan dengan ideologi-ideologi besar--komunisme, nasionalisme, sosialisme--pada akhir abad ke-19 dan segera menjadi alat pergerakan kebangsaan di antara para pendiri bangsa yang melakukan perlawanan terhadap kolonialisme pada awal abad ke-20. Karena itu, sepak bola di Indonesia bukan sekadar produk kebudayaan, tapi juga produk politik, yang di dalamnya terkait erat soal-soal identitas, bahkan spirit kebangsaan atau nasionalisme Indonesia.
Sebagaimana pergerakan kebangsaan saat itu, berbagai bond atau klub sepak bola yang bermunculan juga segera diliputi semua sifat khas yang menurut Ben Anderson menjadi zeitgeist atau jiwa zaman saat itu: muda, maju, dan sadar, yang dikiaskan dengan sesuatu yang bersifat terang. Ini bukan hanya sebagai simbol melawan zaman gelap, tapi juga dikotomi yang lebih bersifat moral, politik, dan perbedaan generasi. Dalam perspektif itu, pemuda telah sampai pada tingkat pertumbuhan kesadaran yang fundamental tentang perubahan. Begitu juga di dunia sepak bola. Pencinta sepak bola diliputi pemikiran dan kejiwaan penuh semangat merombak kekangan kolonial seraya menciptakan suasana dan tatanan baru persepakbolaan yang bebas dari stigma kultural yang menghambat.
Stigma kultural itu salah satunya adalah superioritas orang Eropa yang merasuk sampai ke dalam urusan sepak bola, olahraga paling populer di Hindia Belanda. Kalau pernah sohor terpampang pelang peringatan "Verboden voor Inlanders en Hounden" atau "Dilarang Masuk untuk Pribumi dan Anjing" di beberapa tempat di Batavia, seperti di trem, zwembad alias kolam renang, societeit, atau gedung pertemuan, begitu juga di lapangan sepak bola. Soeri, Soekardi, Soejadi, dan beberapa anggota klub sepak bola Ster, Setiaki, dan De Bruinen di Batavia adalah saksi-saksi atas politik klasifikasi kelas yang merembes sampai ke urusan sepak bola. Klub pribumi dilarang bertanding melawan klub Eropa. Bahkan untuk sekadar numpang merumput di lapangan seperti di Hercules, Bataviaasch Voetbal Club, dan Voetbal Batavia en Omstreken.
Nasionalisme Indonesia dalam persepakbolaan akhirnya lahir di hadapan--pinjam istilah Aan Laura Stoler--taxonomic states alias negara yang menjalankan kebijakannya berdasarkan diskriminasi kelas dan ras. Klub-klub pribumi di Batavia segera menghubungkan diri mereka dengan M.H. Thamrin, tokoh Betawi di balik layar keikutsertaan Kaum Betawi dalam Sumpah Pemuda 1928. Selain rasisme kolonial yang menggila, semangat Sumpah Pemuda itu jugalah yang kemudian mendorong pemuda-pemuda pemain sepak bola yang memang tergabung dalam Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan lain-lain untuk melancarkan perlawanan terhadap kebusukan NIVB (Nedherlands Indisch Voetbal Bond), persatuan sepak bola yang dibentuk pemerintah kolonial untuk mewadahi seluruh perkumpulan sepak bola di Hindia Belanda. Berselang dua tahun, 1930, gerakan perlawanan itu memuncak dengan lahirnya PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia).
Dalam konteks itu, PSSI lahir bukan hanya sebagai protes atas rasisme NIVB, lebih jauh lagi adalah simbolisasi tekad mengangkat harkat bangsa sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda. Ada iktikad kuat dunia sepak bola pribumi untuk membuktikan bahwa bangsa terjajah juga manusia. Mereka tidak bisa dianggap tak punya keunggulan dan talenta yang menunjukkan sebagai manusia bermartabat dan mampu mandiri. Inilah nilai sejati sepak bola Indonesia. Lahir sebagai api penggerak dan pengobar utama spirit kebangsaan dan keadaban sebagai masyarakat bermartabat. Karena itu, sepak bola memainkan peranan penting sebagai alat perjuangan mengangkat martabat dan harkat kebangsaan, juga simbol bahwa Indonesia bukanlah bangsa kelas kambing, bangsa tak berkeunggulan, masyarakat yang gagal.
Para politikus penggerak kebangsaan bukan hanya penggemar sepak bola, bahkan tak sedikit yang menjadi pesepak bola tangguh. Sebut saja Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan M.H. Thamrin. Hatta adalah penyerang andal yang juga sohor sebagai lini belakang yang kedot. Sjahrir, saking "gila bola", sampai berkeyakinan "sekolah tak boleh mengganggu hobi bermain sepak bola". Sjahrir memang sohor sebagai penyerang tengah yang "ahli, tangkas, dan pandai". Tan Malaka selama tinggal di Haarlem pada 1914-1916 menjadi pemain sepak bola profesional club Vlugheid Wint (Kecepatan Menang). Dilaporkan "kecepatannya luar biasa", karena itu "ia segera mendapat sukses". Tan Malaka bermain di garis depan. Dia penyerang yang gesit dan licin, terutama sangat berbahaya kalau ia merumput tak bersepatu alias nyeker. Ketika masih di sekolah dasar pada 1911, Sukarno sohor sebagai pesepak bola andal. Selanjutnya, tak ada informasi lagi ihwal Sukarno sebagai pemain sepak bola, tapi kesadarannya tentang posisi sepak bola sebagai medium politik kebangsaan itu terus hidup sampai dia dijatuhkan pada 1965. Ini tecermin dalam bagaimana Sukarno memilih langsung Ketua PSSI dan membuat stadion sepak bola paling megah di dunia saat itu, Gelora Senayan, mengalahkan stadion di Brasil.
Thamrin, politikus Volkraad yang dianggap paling berbahaya di Hindia Belanda, dalam kesaksian keluarga memang disebut sebagai pecandu sepak bola. Thamrin yang mendesak gemeente atau Kota Praja Batavia memperhatikan keperluan klub-klub sepak bola pribumi akan lapangan sepak bola. Dia telah merogoh koceknya sendiri f 2.000 sebagai hibah, sehingga untuk pertama kalinya klub pribumi di Hindia Belanda punya lapangan sendiri. Itulah lapangan VIJ, yang pada 1932 menjadi tempat pelaksanaan Kejuaraan Nasional II PSSI. Saat pertandingan final VIJ versus PSIM, Thamrin secara khusus meminta Sukarno, yang baru saja bebas dari Penjara Sukamiskin, melakukan tendangan pertama tanda dimulainya pertandingan.
Dalam kilas balik, sepak bola memang mengalami politisasi, tapi dalam artian demi mengejar tujuan-tujuan mulia kebangsaan. Malah semangat kebangsaan inilah yang mendorong dan menumbuhkan pemain-pemain sepak bola tangguh dalam skill maupun moril serta manajemen organisasi. Ini dibuktikan dengan kemajuan klub-klub sepak bola pribumi yang begitu pesat. NIVB sendiri mengakui hal ini setelah melihat permainan VIJ, yang mampu mengungguli SIVB dalam Kejuaraan Nasional PSSI III di Surabaya. Padahal SIVB banyak memakai pemain kulit putih terbaik NIVB. Prestasi lebih hebat ditunjukkan PSSI pada 7 Agustus 1937, tim yang dibentuk mendadak berhasil menahan imbang kesebelasan Nan Hwa dari Tiongkok. Padahal kesebelasan yang dipimpin Lee Wai Tong "Sang Raja Bola Asia" itu sebelumnya dengan mudah mempecundangi kesebelasan Belanda 4-0. Prestasi inilah yang mendorong panitia Piala Dunia 1938 di Paris mengundang Indonesia untuk ikut.
Kenyataan sejarah itu bertolak belakang sekali dengan kenyataan sekarang. Menutup mata dan mengabaikan nilai historis sepak bola tersebut artinya sama dengan menyerahkan sepak bola Indonesia hari ini terus dalam cengkeraman kuku dan taring berbisa politikus busuk dan bandar judi yang terang-terangan merajalela di dunia sepak bola. Menjadi pengecut atas kisruh di PSSI sama dengan membiarkan situasi tanpa harapan, hari-hari tergelap sepak bola Indonesia terus berlangsung, karena api spiritnya yang historis sebagai penggerak dan pengobar utama semangat kebangsaan dan keadabannya sebagai masyarakat bermartabat telah dipadamkan.
Semoga Jaya Sepak Bola Indonesia
Tempo Interaktif
J.J. Rizal
Peneliti Sejarah
Jumat, 18 Maret 2011
5 Tips Manajemen Waktu
Dalam buku manajemen waktu karya Marion E. Haynes Edisi Ketiga (2010), dituliskan lima tips manajemen waktu yang efektif. Buku yang diterbitkan oleh PT Indeks ini sangat menarik, dan sangat bagus dibaca oleh para netter agar mampu memanaje waktu dengan baik. Dengan memanaje waktu dengan baik, maka cita-cita kita menjadi terwujud. Kelima hal itulah yang omjay gunakan sehingga dapat tepat waktu menyelesaikan belajar S2 di pascasarjana UNJ.
KeLima Tips Manajemen waktu itu adalah:
1. Buatlah daftar dan tentukan prioritas sasaran mingguan
2. Buatlah daftar “to do” harian, dan tentukan prioritas
3. Curahlan perhatian utama pada prioritas A
4. Tangani setiap tugas sekali
5. Terus menerus bertanya, “Bagaimana cara terbaik menggunakan waktu saya sekarang? dan KERJAKAN!
Intinya adalah “kerjakan apa yang kamu tuliskan, dan tuliskan apa yang kamu kerjakan”. Semua itu dikerjakan menggunakan cara. Cara terbaik untuk memulai adalah memulainya (Marie Edmund Jones).
Pertama, Dengan membuat daftar dan menentukan prioritas sasaran dalam minggu pertama sampai minggu keempat dalam setiap bulannya, maka akan anda dapati progres report yang dicapai selama kurun waktu seminggu itu. Contohnya, ketika anda sedang mengerjakan tesis, maka tuliskan pencapaian yang anda dapatkan dari minggu ke minggu. Dari situlah sebenarnya terekam apa yang sudah anda kerjakan.
Kedua, dengan meggunakan daftar pekerjaan yang harus anda tuntaskan hari ini membuat anda menentukan skala prioritas. Anda harus atur mana yang lebih mudah dulu dikerjakan, dan disesuaikan dengan kondisi anda sendiri. Gunakan catatan kecil untuk mencatat apa yang sudah anda lakukan hari ini, minimal di dalam otak bawah sadar anda agar anda merasakan ketuntasan dari apa yang telah anda kerjakan. Intinya adalah kerja cerdas, kerja keras, kerja ikhlas, dan kerja tuntas.
Ketiga, curahkan prioritas utama anda pada prioritas A atau yang paling penting. Bila target anda lulus kuliah tahun ini, maka curahkan prioritas utama anda menuju target anda itu, dan kesampingkan prioritas lainnya. Dengan begitu anda menjadi fokus pada tujuan anda. Bla anda tidak fokus, maka tak ada satupun pekerjaan yang sampai tujuan atau mencapai hasil yang diharapkan.
Keempat, tangani tugas sekali, dan usahakan mengerjakan pekerjaan lainnya bila anda telah selesai. Jangan mengulang kembali pekerjaan anda yang sudah ditugaskan. usahakan cukup sekali saja anda menuntaskannya. Contohnya, bila proposal tesis anda sudah selesai sampai dengan bab III, maka langsunglah menuju ke bab IV bukan kembali ke bab I lagi. Dengan begitu anda akan segera memulai penelitian, dan mampu menemukan kesimpulan dan saran di bab V. Tesis anda pun akhirnya selesai.
Kelima, terus menerus bertanya kepada diri sendiri untuk memperbaiki diri. Lakukan perenungan dari apa yang telah anda kerjakan, dengan begitu anda selalu mawas diri, dan mampu melakukan refleksi diri agar menjadi manusia yang lebih baik dari hari kemarin.
Cara terbaik menggunakan waktu adalah segera lakukan tindakan, dan buang kemalasan. Kemauan dan pikiran harus disatukan untuk melakukan tindakan nyata dan bukan kata-kata. Ketika anda pandai bicara, maka tindakan anda memberikan contoh atau keteladanan sangat diperlukan. Jangan sombong, karena kesombongan akan menjatuhkan diri anda sendiri.
Selamat menjalankan kelima tips manajamen waktu yang efektif dalam hidup anda. Semoga anda sukses dalam mewujudkan keinginan atau cita-cita anda yang sekarang ini mungkin masih dalam alam pikiran. Segera tuliskan, dan lakukan tindakan nyata dari apa yang anda tuliskan itu. Kesuksesan telah menanti anda!
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Senin, 14 Maret 2011
Pemimpin dan Tsunami
(sebuah cerita inspirasi)
"Ya, hari ini sudah cukup bekerja." Gohei, seorang kepala desa telah menyelesaikan pekerjaannya seharian, dia pulang di rumahnya yang ada di atas bukit.
"Tahun ini hasil padi sangat banyak, melebihi tahun-tahun sebelumnya." cetusnya sambil minum teh, dan beristirahat. Saat itu, tiba-tiba kayu penyokong atap berbunyi keriat-keriut, rumah Gohei yang atapnya terbuat dari rumput bergoyang-goyang seperti tertiup angin keras.
"Ini tidak seperti biasanya" Gohei berlari keluar terpontang-panting dari rumahnya. Gempa ini tidak begitu besar, tetapi Gohei yang sudah tua belum pernah mengalami getaran pelan dan panjang serta gemuruh bumi yang mengeram seperti yang tadi.
Dari halaman rumahnya Gohei memandang desa yang di bawah bukit dengan cemas. Di desa, siapapun tidak ada yang tahu terjadinya gempa karena sibuk untuk persiapan pesta panen.
"Ah...? Apa yang telah terjadi ?"
Saat Gohei memandang ke laut, dia terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa, karena air laut surut ke tengah laut dengan arah angin yang berlawanan sehingga terlihat dasar laut.
"Bahaya ! pasti datang tsunami !"
Gohei seketika memperkirakan akan terjadi tsunami. Kalau membiarkannya begitu saja, pasti jiwa 400 orang penduduk desa yang ada di pantai dan rumahnya yang ada di desa itu ditelan oleh tsunami. Tidak boleh terlambat satu detik pun.
"Ah, Ada ide yang bagus !"
Terinspirasi, Gohei lalu masuk ke rumahnya. Dia mangambil sebatang kayu api dan membakarnya untuk menjadi obor. Gohei cepat keluar dari rumahnya dengan membawa obor ini.
Di depan Gohei, banyak padi yang baru dipanen telah ditumpuk. "Sayang sekali, tetapi untuk menyelamatkan jiwa penduduk desa !" Dengan memperkuat tekad, Gohei membakar satu tumpukan padi tersebut. Api cepat menyebar, tertiup oleh angin. Gohei bertubi-tubi membakar tumpukan padi. Sesudah membakar semua tumpukan padi, dia memandang ke laut dengan bengong.
Matahari telah terbenam dan hari pun menjadi gelap sama sekali. Dalam kegelapan, api terus membakar tumpukan padi. Seorang penjaga kuil menemukan api ini, lalu membunyikan lonceng untuk memberitahukan bahwa telah terjadi kebakaran.
"Lonceng berbunyi....? Mungkin terjadi kebakaran....?"
Para penduduk desa berhenti mempersiapkan pesta dan melihat sekelilingnya. Seorang yang memandang ke bukit menemukan nyala api.
"Rumah Pak Lurah kebakaran !"
"Tidak boleh dibiarkan. Kalian semua, mari kita lekas pergi ke rumah Pak Lurah !"
Para lelaki desa cepat-cepat berlari ke bukit yang kemudian diikuti oleh para orang tua, wanita dan anak-anak. Saat itu, Gohei yang memandang ke bawah dari bukit menunggu-nunggu datangnya para penduduk desa. Akhirnya puluhan pemuda desa berlari naik bukit.
"Pak Lurah, mari kita padamkan api ! Ayo cepat !", seru seorang pemuda desa dengan lantang.
Tetapi Gohei melarang para pemuda yang mau memadamkan api tersebut dan berteriak dengan suara keras.
"Biarkan saja ! Keadaan darurat. Semua penduduk desa harus datang ke sini !"
Para pemuda merasa bingung mendengar ucapan dari Gohei. Sebentar lagi, penduduk desa datang berduyun-duyun. Gohei menghitung satu demi satu penduduk desa yang berlari naik ke sini. Mereka yang telah berkumpul, menatapi wajah Gohei dan tumpukan padi yang sedang terbakar dengan heran.
Saat itu, Gohei berteriak.
"Lihat ! Sudah datang !"
Penduduk desa melihat arah yang Gohei tunjukkan. Di tengah laut terlihat satu garis yang tipis. Garis ini menjadi besar dalam sekejap saja, lalu bergerak maju ke arah desa yang berada di bawah bukit dengan luar biasa cepatnya.
"A....Apa itu ?........ !!!"
"Itu tsunami !"
Para penduduk desa berteriak-teriak. Air laut menghadang ke arah mereka seperti dinding tinggi. Kemudian dinding air menabrak ke daratan seperti gunung jatuh ke darat dengan bunyi yang besar seperti disambar petir.
Orang-orang mundur secara tidak sadar. Tidak terlihat apapun kecuali ombak seperti awan yang menyerbu bukit.
Para penduduk desa tidak bisa melakukan apapun, mereka hanya melihat ombak ganas ini menelan desa mereka sendiri. Ombak putih datang dan pergi 2 atau 3 kali untuk menelan desa. Di atas bukit, semua orang memandang desa terbengong-bengong.
Dengan sinar matahari terbit penduduk desa baru tersadar dan mengingat api dari tumpukan padi yang sudah habis terbakar.
Mereka menyadari bahwa mereka terselamatkan oleh api ini, tanpa berkata apa pun, terus menatapi sosok Gohei, seorang pemimpin yang mau berkorban untuk rakyatnya, walaupun padinya hasil panennya habis, yang penting rakyat terselamatkan...
Salam
Yusuf Mansur
"Ya, hari ini sudah cukup bekerja." Gohei, seorang kepala desa telah menyelesaikan pekerjaannya seharian, dia pulang di rumahnya yang ada di atas bukit.
"Tahun ini hasil padi sangat banyak, melebihi tahun-tahun sebelumnya." cetusnya sambil minum teh, dan beristirahat. Saat itu, tiba-tiba kayu penyokong atap berbunyi keriat-keriut, rumah Gohei yang atapnya terbuat dari rumput bergoyang-goyang seperti tertiup angin keras.
"Ini tidak seperti biasanya" Gohei berlari keluar terpontang-panting dari rumahnya. Gempa ini tidak begitu besar, tetapi Gohei yang sudah tua belum pernah mengalami getaran pelan dan panjang serta gemuruh bumi yang mengeram seperti yang tadi.
Dari halaman rumahnya Gohei memandang desa yang di bawah bukit dengan cemas. Di desa, siapapun tidak ada yang tahu terjadinya gempa karena sibuk untuk persiapan pesta panen.
"Ah...? Apa yang telah terjadi ?"
Saat Gohei memandang ke laut, dia terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa, karena air laut surut ke tengah laut dengan arah angin yang berlawanan sehingga terlihat dasar laut.
"Bahaya ! pasti datang tsunami !"
Gohei seketika memperkirakan akan terjadi tsunami. Kalau membiarkannya begitu saja, pasti jiwa 400 orang penduduk desa yang ada di pantai dan rumahnya yang ada di desa itu ditelan oleh tsunami. Tidak boleh terlambat satu detik pun.
"Ah, Ada ide yang bagus !"
Terinspirasi, Gohei lalu masuk ke rumahnya. Dia mangambil sebatang kayu api dan membakarnya untuk menjadi obor. Gohei cepat keluar dari rumahnya dengan membawa obor ini.
Di depan Gohei, banyak padi yang baru dipanen telah ditumpuk. "Sayang sekali, tetapi untuk menyelamatkan jiwa penduduk desa !" Dengan memperkuat tekad, Gohei membakar satu tumpukan padi tersebut. Api cepat menyebar, tertiup oleh angin. Gohei bertubi-tubi membakar tumpukan padi. Sesudah membakar semua tumpukan padi, dia memandang ke laut dengan bengong.
Matahari telah terbenam dan hari pun menjadi gelap sama sekali. Dalam kegelapan, api terus membakar tumpukan padi. Seorang penjaga kuil menemukan api ini, lalu membunyikan lonceng untuk memberitahukan bahwa telah terjadi kebakaran.
"Lonceng berbunyi....? Mungkin terjadi kebakaran....?"
Para penduduk desa berhenti mempersiapkan pesta dan melihat sekelilingnya. Seorang yang memandang ke bukit menemukan nyala api.
"Rumah Pak Lurah kebakaran !"
"Tidak boleh dibiarkan. Kalian semua, mari kita lekas pergi ke rumah Pak Lurah !"
Para lelaki desa cepat-cepat berlari ke bukit yang kemudian diikuti oleh para orang tua, wanita dan anak-anak. Saat itu, Gohei yang memandang ke bawah dari bukit menunggu-nunggu datangnya para penduduk desa. Akhirnya puluhan pemuda desa berlari naik bukit.
"Pak Lurah, mari kita padamkan api ! Ayo cepat !", seru seorang pemuda desa dengan lantang.
Tetapi Gohei melarang para pemuda yang mau memadamkan api tersebut dan berteriak dengan suara keras.
"Biarkan saja ! Keadaan darurat. Semua penduduk desa harus datang ke sini !"
Para pemuda merasa bingung mendengar ucapan dari Gohei. Sebentar lagi, penduduk desa datang berduyun-duyun. Gohei menghitung satu demi satu penduduk desa yang berlari naik ke sini. Mereka yang telah berkumpul, menatapi wajah Gohei dan tumpukan padi yang sedang terbakar dengan heran.
Saat itu, Gohei berteriak.
"Lihat ! Sudah datang !"
Penduduk desa melihat arah yang Gohei tunjukkan. Di tengah laut terlihat satu garis yang tipis. Garis ini menjadi besar dalam sekejap saja, lalu bergerak maju ke arah desa yang berada di bawah bukit dengan luar biasa cepatnya.
"A....Apa itu ?........ !!!"
"Itu tsunami !"
Para penduduk desa berteriak-teriak. Air laut menghadang ke arah mereka seperti dinding tinggi. Kemudian dinding air menabrak ke daratan seperti gunung jatuh ke darat dengan bunyi yang besar seperti disambar petir.
Orang-orang mundur secara tidak sadar. Tidak terlihat apapun kecuali ombak seperti awan yang menyerbu bukit.
Para penduduk desa tidak bisa melakukan apapun, mereka hanya melihat ombak ganas ini menelan desa mereka sendiri. Ombak putih datang dan pergi 2 atau 3 kali untuk menelan desa. Di atas bukit, semua orang memandang desa terbengong-bengong.
Dengan sinar matahari terbit penduduk desa baru tersadar dan mengingat api dari tumpukan padi yang sudah habis terbakar.
Mereka menyadari bahwa mereka terselamatkan oleh api ini, tanpa berkata apa pun, terus menatapi sosok Gohei, seorang pemimpin yang mau berkorban untuk rakyatnya, walaupun padinya hasil panennya habis, yang penting rakyat terselamatkan...
Salam
Yusuf Mansur
Langganan:
Postingan (Atom)