Minggu, 15 Februari 2009

Organic Computing

Menyingkap Rahasia Makhluk Hidup
Apakah Anda saat ini menggunakan Windows?
Jika ya, maka setidaknya 30 juta baris perintah sedang ngendon untuk Windows 2000, atau 40 juta dalam XP, hingga 50 juta penyangga Vista. Dengan XP Service Pack 1, maka ketahuilah ada 400 buah patch di dalamnya. Catat juga SP2 yang total tambalannya tiga kali lipatnya.
Linux?
Selamat, Anda dapat diskon dan hanya menelan 10 jutaan baris perintah. Mungkin tidak Anda sadari, bahwa 'gundukan' perintah tersebut berpotensi menjadi sumber dari berbagai ketidak-nyamanan yang kadang cenderung terlupakan. Langkah restart atau Ctrl+Alt+Del menjadi suatu kebiasaan yang seolah sudah dapat diterima sepenuhnya sebagai bagian dari solusi. Namun tahukah Anda potensi besar semacam itu dapat berakibat sangat fatal dan menyengsarakan dalam tujuan penggunaan yang berbeda?
Dalam sebuah buku terbitan 1993 berjudul "Digital Woes: Why We Should Not Depend on Software", Lauren Ruth Wiener menyebutkan bahaya yang muncul dari program-program berukuran raksasa. Contoh yang diangkat adalah sebuah peristiwa di tahun 1962, tepatnya pada tanggal 22 Juli. Roket pembawa Mariner I yang sedang diterbangkan ke Venus terpaksa diledakkan di angkasa karena kesalahan sepele yakni alpanya sebuah tanda "bar" (rata-rata) dalam sebuah baris perintah. Komputer disentral terus-menerus menyatakan roket tidak dapat dikendalikan meski sejatinya segalanya baik-baik saja. Juga dipaparkan di tahun 1991 sebuah perusahaan bernama DSC Communication Software menguji sebuah perangkat lunak telekomunikasi yang akan digunakan untuk jaringan telepon kabel untuk beberapa kota besar Amerika.
Dalam pengujian selama 13 minggu, didapatkan bahwa program bekerja dengan baik dan siap digunakan. Kemudian mereka "menyempurnakan" program itu dengan memperbaiki 3 baris perintah diantara jutaan baris yang ada dan memutuskan untuk langsung memasangnya tanpa menguji lagi karena akan membutuhkan waktu tambahan selama 13 minggu lamanya. Hasilnya, sistem crash dan memunculkan gangguan sambungan telepon serta kerugian yang amat besar.
Inikah masa depan dunia software?
Program yang berisi puluhan juta baris dan dikerjakan oleh ribuan orang, sehingga bisa dipastikan menyimpan gunungan bug di dalamnya? Kekhawatiran yang tinggi pun menyeruak. Berbagai penelitian untuk mendapatkan alternatif solusi dicari. Akhirnya para pakar menemukan jawaban yang sejatinya sederhana dan mudah diduga: meniru makhluk hidup. Setiap makhluk hidup adalah sesuatu yang berdiri sendiri satu sama lain. Seorang manusia akan tumbuh dengan sendirinya setelah keluar dari rahim sang ibu, hingga kemudian ia mempelajari hal-hal kecil didunia ini untuk kemudian mendapatkan yang lebih besar. Maka kesimpulan yang didapatkan adalah kita tidak harus menentukan seluruh kemampuan sebuah sistem melainkan 'membekalinya' dengan kemampuan untuk belajar secara otonomi. Pada saatnya, sistem itu sendirilah yang akan menentukan kapan ia menggunakan kemampuan yang ditanamkan kepadanya.
Di negara Republik Federal Jerman, riset ini diwakili dengan topik Organic Computing dan saat ini merupakan salah satu tema prioritas dalam kebijakan pengembangan serta riset. Deutsch Forschungs gemein schaft disingkat DFG atau "German Research Foundation" mengalokasikan tidak kurang dari 2 juta Euro setiap tahunnya untuk membiayai puluhan proyek penelitian di berbagai universitas yang diketuai oleh Institute of Applied Informatics and Formal Description Methods di Universität Karlsruhe. "Organic Computing" atau OC secara sederhana dapat dijelaskan sebagai "perupaan sistem yang ada pada makhluk hidup pada perangkat komputer". Contoh umum dalam dunia teknologi adalah Fuzzy Logic (Logika Tak Tentu), yang merupakan perluasan dari Binary Logic atau Logika Biner. Jika biner hanya memiliki dua nilai dasar yakni NOL dan SATU, Fuzzy Logic mengijinkan kita untuk menggunakan bilangan desimal diantaranya.
Korelasinya dengan makhluk hidup?
Semisal saat kita berusaha menentukan apakah seorang laki-laki berusia 21 tahun memiliki tinggi badan 160 cm dapat dikatakan 'tinggi' atau 'pendek' (0 atau 1), maka dengan Fuzzy Logic kita memiliki pilihan untuk mengatakan 'agak tinggi', 'agak pendek', 'rata-rata' dan sebagainya. Juga Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Algoritma yang telah umum dikenal oleh mahasiswa teknik ini meniru cara kerja sel-sel syaraf otak (neuron) dan menyimbolkannya dengan beberapa layer (lapisan). Sebagaimana otak, kita harus terlebih dulu memberikan training. Semisal kita ingin program dapat mengenali huruf A dalam berbagai bentuk font, maka kita harus melatihnya hingga algoritma tersebut memahami maksud kita. Ada lagi istilah algoritma koloni semut atau Ant Colony Optimization, yang diilhami oleh perilaku sekelompok kawanan semut. Ditemukan diawal tahun 90-an oleh seorang berkebangsaan Italia bernama Marco Dorigo, algoritma ini menjadi salah satu tonggak riset OC. Berbagai publikasi ilmiah Prof. Dorigo kini telah dikutip sebagai referensi dalam puluhan ribu karya ilmiah (termasuk Tugas Akhir di S1 dan thesis MSc saya ). Temuannya dapat menjawab secara meyakinkan berbagai problematika dalam permasalahan optimasi dan efisiensi, dan itu berawal dari pengamatannya terhadap makhluk hidup kecil ciptaan Allah bernama semut.
Anda mungkin bertanya, memangnya ada apa dengan semut?
Semut adalah makhluk kecil yang sering kita lihat, kadang terkesan mengganggu dan ingin kita usir atau bahkan dimusnahkan. Namun tanpa dinyana, semut memiliki sebuah keistimewaan dalam hal menemukan jalur menuju makanan. Dorigo mengamati kawanan semut yang berangkat dari sarang untuk mengambil makanan di suatu lokasi yang tidak jauh. Semut-semut itu, seperti biasa yang kita lihat, mengambil suatu jalur tertentu yang dipergunakan beramai-ramai. Saat ditaruh obstacle atau rintangan yang menutup jalur itu, kawanan semut ternyata mampu dengan segera mendapatkan jalan terdekat untuk menyambungnya kembali.
Hanya itu saja?
Ternyata tidak. Saat rintangan itu diletakkan sedemikian hingga salah satu alternatif jalan berjarak lebih dekat dibanding yang lain, kawanan semut tersebut tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan jarak terdekat (optimal) dalam waktu singkat (efisien). Ini didapatkan setelah percobaan terhadap kedua alternatif.
Bagaimana bisa?
Dalam melakukan setiap perjalanannya, setiap semut meninggalkan jejak yang dikenal dengan istilah pheronome. Zat ini dapat dilacak oleh semut-semut lain yang lewat berikutnya. Otomatis dalam rentang waktu yang sama, jarak yang lebih singkat dilalui lebih banyak semut sehingga baunya lebih kuat. Bau ini kemudian menjadi petunjuk bagi semut yang sedang berhadapan dengan pilihan jalan untuk memutuskan jalan mana yang dilalui hingga akhirnya seluruh semut mampu memilih dengan tepat jarak yang terdekat.
Subhanallah!
Oleh Dorigo, cara kerja kawanan semut itu kemudian diadaptasi dalam sebuah algoritma bernama Ant Colony Optimization (ACO) yang hingga kini telah memiliki puluhan varian untuk berbagai permasalahan. Semisal yang pernah penulis lakukan dengan metode ini adalah scheduling atau penentuan urutan lokasi yang dikunjungi dalam area kota Surabaya. Contoh sederhana, jika saat ini kita berada di titik Adan hendak mengunjungi 3 titik lain yakni B, C, dan D, untuk kemudian kembali ke A. Yang diminta adalah jarak tedekat (optimal) untuk melakukan perjalanan tersebut. Bisa jadi jawabannya adalah A–B–C–D–A atau A–D–C–B–A atau 4 kemungkinan lain. Memang solusi untuk 4 titik relatif mudah, namun akan jauh lebih rumit jika terdapat lebih banyak titik. Hasil yang didapatkan menggunakan ACO, dari sejumlah 23 percobaan dengan jumlah titik bervariasi antara 12 dan 20 ditemukan penghematan jarak tempuh total sebesar 14,78% atau 729 km dibandingkan metode konvensional. Penghematan yang luar biasa, apalagi jika dikaitkan harga BBM yang membubung tinggi. Untuk contoh kasus yang berbeda dikota Darmstadt, Jerman tempat saya menempuh kuliah master, hasilnya juga memuaskan.
Subhanallah, solusi itu ternyata telah Allah sediakan dalam makhlukkecil-Nya yang bernama semut. Ciptaan yang kadang kita remehkan danyang kita ingat hanyalah gigitan serta gangguannya. Tidak hanya ACO, dalam dunia engineering juga dikenal metode Genetic Algorithm (GA) yang didasarkan pada pembelahan dan penyilangan gen manusia, Behavior Based sebagai bentuk tiruan kecerdasan makhluk hidup dalam mengenali lingkungannya, dan masih banyak lagi. Kita bayangkan di masa depan setiap mobil dan kendaraan lain yang berlalu lalang di jalan raya memiliki kemampuan 'belajar nyupir' hingga menempatkan diri di tempat parkir setelah terlebih dulu menemukan ruang kosong. Robot pembersih mampu melihat jenis lantai dan kotoran yang ada dan kemudian menentukan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugasnya. Sistem pengamanan rumah pun bisa menentukan apakah yang sedang berteriak di depan pintu adalah si pemilik yang sedang kehilangan kunci rumah ataukah tukang sayur yang kebetulan mampir.
Sungguh sangat layak kita senantiasa bertasbih, Maha Suci Allah yang telah menciptakan semua makhluknya dengan kesempurnaan. Sebagai muslim, insya Allah kita semua meyakini bahwa ada berbagai rahasia Allah lainnya yang masih 'berserakan' dan menunggu untuk ditemukan oleh manusia dalam rangka memberikan kebaikan kepada seluruh alam. Upaya itu akan semakin menemukan hasil, insya Allah bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran umat ini dalam mendekat dan berjuang menuju kejayaan Islam. QS. 10:3.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? QS. 16:13 dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
Wallahu a'lam.

Kamis, 12 Februari 2009

Bahasa Cinta

By: Fery Irianto S.W

Apakah dikau mengerti...
Apakah dikau memahami...
Arti bahasa cinta
Bahasa yang lahir dari nurani
Bahasa jiwa
Jiwa insan yang dilanda cinta
Kepada-Nya ia bersua
Cinta...cintailah Dia
Hanya kepada Dialah yang berhak kau cintai
Dia telah menciptakannya
Dia menerangimu
Dia menjagamu setiap waktu
Dikala sendu dan pilu
Dikala suka gempita
Dialah Allah Azza Wa Jalla
Wahai anak manusia
Kita sepantasnya mencinta
Jalinlah rasa sayang
Labuhkan kasih dihatimu
Sebening embun
Diantara jiwamu dan jiwaku
Terbersit rindu rasa ingin bertemu
Melebur satu
Bila dua insan terajut cinta
Cinta yang murni
Tersirat dalam bahasa
Surya pun bergeming
Terang benderang hati mereka
Layaknya sepasang merpati
Tercipta jalinan kasih
Mahligai kebahagian pun dirasakan bersama
Dalam suka, cita, duka dan derita
Oh... Alangkah indahnya
Sampai ku terpana membayangkannya
Ya Githu deh..?!
Menara Micro Teaching Lt. 4
Pujangga Cinta
Mas Fery

Rabu, 11 Februari 2009

Kecanduan Cinta


Oleh : Jacinta F. Rini
Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meski pun "barang"nya cinta, bukan berarti aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga. Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadarinya... Nah, artikel di bawah ini akan mengulas sekelumit hal-hal yang berkaitan dengan kecanduan cinta.

Kecanduan Psikologis

Di dalam masyarakat sudah banyak sekali kesalahan dalam mempersepsi atau mengartikan cinta sejati dengan cinta yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil dalam menyaru-kan kondisi kecanduan cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta dengan cinta sejati. Contoh ekstrimnya, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih - dan orang menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati.

Tanda-Tanda

Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda:

1) Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus- menerus takut ditinggalkan pasangan sehingga selalu ikut ke mana pun perginya sang kekasih/pasangan.
2) Selalu menuntut perhatian dari waktu ke waktu, tanpa ada toleransi dan pengertian.
3) Manipulatif, berbuat sesuatu agar pasangan mengikuti kehendaknya/memenuhi kebutuhannya, misalnya: mengancam akan memutuskan hubungan jika mementingkan hobi-nya.

4) Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat, mengambil keputusan sampai dengan memilih warna pakaian.

5) Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih/pasangan. Jadi, pasangan tidak bisa menekuni hobi-nya, jalan-jalan dengan teman-teman kelompoknya, atau bahkan memberikan sebagian waktunya untuk orang tua/keluarga.

6) Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan.

7) Menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta.

8) Tidak bisa memutuskan hubungan, meski merasa amat tertekan karena berharap pada janji-janji surga pasangan.
9) Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau keluarga inti demi mempertahankan hubungan.

Jadi, tidak ada istilah "puas" dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan pasangannya; ibaratnya seperti mengisi gelas bocor yang tidak pernah bisa penuh jika diisi, karena begitu airnya dituang lantas langsung keluar lagi dan airnya tidak pernah luber. Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka tidak pernah mampu membagikan cinta secara tulus pada orang lain karena selalu merasa kehausan cinta. Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang kekasih. Padahal, meski puluhan kali mereka berganti pasangan, individu yang kecanduan cinta akan sulit membangun hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak sadar, bahwa sumber masalah justru ada pada diri sendiri - mereka lebih sering menyalahkan mantan-mantan kekasihnya/pasangannya.

Penyebab

Sebenarnya, kecanduan cinta itu adalah kecanduan yang bersifat psikologis karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis (seperti kasih sayang, perhatian, kehangatan dan penerimaan seutuhnya) di masa kecil. Menurut Erik Erikson -seorang pakar perkembangan psikososial, orang yang pada masa balita-nya tidak mengalami hubungan kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya (baca: orang tua dan keluarga), akan sulit mempercayai orang lain -bahkan sulit mempercayai dirinya sendiri. Selain itu, trauma psikologis yang pernah dialami seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat menghambat proses kematangan identitas kepribadian dan kestabilan emosinya. Pemandangan dan pengalaman tersebut kelak berpotensi mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain.

Keterbatasan respon/perhatian dari lingkungan pada waktu itu, dipersepsi olehnya sebagai suatu bentuk penolakan; dan penolakan itu (menurut pemahaman seorang anak) disebabkan kekurangan dirinya. Nah, pada banyak orang, masalah ini rupanya tidak terselesaikan dan akibatnya, sepanjang hidup ia berjuang untuk mengendalikan lingkungan atau orang-orang terdekat supaya selalu memperhatikannya. Orang demikian berusaha membuat dirinya diterima dan dimiliki oleh orang lain - meski harus "mengorbankan" diri. Orang ini begitu cemas dan takut jika kehilangan orang yang selama ini memilikinya; karena perasaan dimiliki ini identik dengan harga dirinya -dan sebaliknya ia akan kehilangan harga diri jika kehilangan pemilik.

Dampak

Akibat kecanduan cinta bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Dan tidak jarang ketakutan tersebut makin tidak rasional dan melahirkan tindakan yang tidak rasional pula, misalnya tidak memperbolehkan pasangannya pergi kerja karena takut direbut orang.

Bagi Individu Bersangkutan

Akibat jangka menengah dan jangka panjang adalah individu yang bersangkutan akan berada dalam kondisi emosi yang labil dan menjadi terlalu sensitif. Individu tersebut mudah curiga pada teman, sahabat, kegiatan, pekerjaan, bahkan keluarga pasangannya. Selain itu ia menjadi mudah marah, cepat tersinggung dan bagi sebagian orang bahkan ada yang bertindak agresif dan kasar demi mengendalikan keinginan dan kehidupan pasangannya. Pasangannya tidak diijinkan untuk punya agenda tersendiri; pokoknya harus mengikuti keinginannya dan 100% memperhatikannya. Individu tersebut juga mudah merasa lemah, lelah dan lemas. Pasalnya, seluruh energinya sudah dipergunakan untuk mengantisipasi ketakutan yang tidak beralasan dan melakukan tindakan untuk menjaga pertahanannya. Nah, kehidupan demikian membuat dirinya menjadi manusia tidak produktif. Sehari-hari yang dipikirkan dan diusahkan hanyalah bagaimana supaya miliknya terjaga.

Bagi Pasangan

Banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya terlibat dalam pola hubungan yang addictive sampai akhirnya ia merasa stress, tertekan namun tidak berani/takut/tidak berdaya untuk memutuskan hubungan yang sudah berjalan beberapa waktu. Bagi sebagian orang yang cukup sadar dan mempunyai kekuatan pribadi, ia akan berani mengambil sikap tegas dalam menentukan arahnya sendiri. Namun, banyak pula orang yang memilih untuk tetap dalam lingkaran demand-supply tersebut karena ternyata dirinya sendiri juga mengalami masalah dan kebutuhan yang sama. Jika demikian halnya, maka hubungan yang ada bukannya mengembangkan dan mendewasakan kedua belah pihak, namun malah semakin memperkuat ketergantungan cinta keduanya. Situasi ini lah yang sering dikaburkan dengan hubungan yang romantis dan cinta buta.

Penanggulangan

Menurut para ahli psikologi dan kesehatan mental, salah satu syarat utama untuk dapat menjalin hubungan yang sehat dan sekaligus menjalani kehidupan yang produktif adalah mempunyai kesehatan mental yang sehat dan identitas diri yang solid. Kondisi positif demikian akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat sehingga orang tersebut tidak membutuhkan dukungan dan pengakuan orang lain untuk memperkuat sense of self-nya. Jadi, untuk mengembalikan seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, langkah awal yang diperlukan adalah memperkuat pribadinya terlebih dahulu. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungannya pada kekuatan eksternal. Orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam setiap jalinan hubungan dengan orang lain. Ada kalanya, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para profesional untuk membimbing dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif.