Segala puji hanya tertuju kepada Allah semata, Tuhan yang menggenggam kehidupan manusia. Dia Dzat Yang Maha Kuasa atas segala makhluknya, oleh karena itu sudah sepantasnya manusia wajib bersyukur atas nikmat yang telah diperolehnya, dengan bersyukur kepada Allah semata maka nikmat yang kita peroleh akan ditambah. Namun bila kita kufur, sungguh Allah itu Maha Kaya dan siksa Allah amat pedih.
Sholawat serta salam hanya kita sanjungkan kepada junjungan kta Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga dan sahabatnya sampai akhir zaman.
Dalam falsafah hidup jawa, kehidupan manusia itu ditandai oleh tiga fase, dimana dalam setiap fase kehidupannya biasanya dia akan dimuliakan, istilah jawa dislameti. Tiga fase hidup manusia itu ialah:
- Ketika manusia dilahirkan, atau istilahnya naliko metu/lahir
- Ketika manusia menjadi penganten, atau naliko mantenan
- Ketika manusia mati.
Oleh karena itu pada setiap fase hidup tadi seseorang akan berusaha untuk memuliakannya, sehingga banyak sekali rangkaian adat jawa yang menyertai pada setiap fase hidup manusia tadi, seperti adanya budaya mitoni ketika kehamilan berusia 7 bulan, kemudian melahirkan dan diikuti dengan adat puputan sampai ketika matipun menurut adat jawa diselamati dengan upacara tiga hari sampai seribunya.
Semua rangkaian adat tersebut pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya permohonan do’a kepada Allah Swt yang menyertai setiap fase hidup tadi. Tujuannya untuk mengingatkan kepada manusia dan lingkungannya agar kita ingat kepada Allah dalam perilaku kehidupannya, memohon keselamatan serta jauh dari mara bahaya.
Dalam pandangan agama Islam tuntunan tentang fase kehidupan itu disebutkan dalam beberapa ayat, antara lain dalam firman-Nya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al Ahqaf: 15)
Al Qur’an memberikan perhatian yang khusus dalam hidup ini kepada fase ketika kita menjadi anak, ketika memasuki usia 40 tahun dan ketika sudah menjadi tua, seperti disebut dalam firman-Nya:
Dan barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia kepada kejadian(nya) [1271]. Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yasin: 68)
a. Fase anak
Pada fase anak ini orang tua yang melahirkannya harus memberikan perhatian yang lebih, mendidik dengan didikan yang baik agar anaknya tadi mau berbakti kepada. Pada ayat diatas diingatkan kepada setiap manusia tentang betapa susah payahnya orang tua, khususnya ibu ketika melahirkan, ketika menyusui dan merawatnya sampai usia dua tahun. Pernyataan itu merupakan peringatan kepada orang tua juga agar memberikan pendidikan akhlakul karimah kepada anak, memberikan tauladan kepada mereka agar mereka meniru perilaku yang baik. Bagaimana mungkin anak bisa berbakti kepada orang tua kalau orang tua tidak memberi contoh kepada anaknya dengan contoh yang baik.
Jadi perintah untuk berbakti kepada orang tua juga merupakan perintah kepada orang tua untuk memberikan suri tauladan yang baik.
b. Fase kematangan hidup.
Pada fase ini ditandai ketika seseorang sudah memasuki usia ke 40 tahun. Al Qur’an memerintahkan kepada manusia bahwa ketika sudah memasuki usia itu agar mempunyai orientasi hidup yang jelas. Paling tidak ada lima harapan kepada usia tersebut, antara lain:
- Agar hidupnya senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diterimanya, ada dua nikmat yaitu nikmat atas hasil prestasinya dan nikmat atas didikan kedua orang tuanya.
- Agar berusaha untuk menata hatinya supaya selalu bias beramal yang sholeh serta ikhlas hanya berorientasi kepada Allah semata.
- Agar berusaha untuk mendidik anak anaknya menjadi anak yang sholeh sehingga nantinya bias berbakti kepada kedua orang tuanya, dalam artian senantiasa siap untuk alih generasi
- Memulai untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan, selalu memohon ampun dan taubat nasuha.
- Mengurangi ambisinya untuk meraih prestasi-prestasi duniawi dan mulai berjuang meraih prestasi-prestasi ukhrowi agar bisa sampai ke tingkatan nafsul mutmainnah dan bias mati dengan khusnul khotimah.
Bagi mereka yang berhasil menempuh fase ini dengan selamat, maka Allah telah menjanjikan tiga hal, sebagaimana disebut pada ayat:
Mereka Itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang Telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang Telah dijanjikan kepada mereka. (Al Ahqaf: 16)
Ada tiga janji Allah yang tertuang dalam ayat tadi:
- Akan diterima amal-amal kebaikannya yang telah mereka kerjakan dan akan di beri pahala yang berlipat ganda.
- Akan di ampuni segala dosa-dosanya serta dibersihkan namanya dari kesalahan-kesalahan masa lalunya.
- Akan dimasukkan kedalam surga bersama penduduk sorga yang lain.
c. Fase yang terakhir adalah fase penantian
Pada fase ini ditandai ketika orang tersebut sudah memasuki usia tua, Al Qur’an mengisyaratkan bahwa kalau seseorang sudah memasuki usia tua maka dia akan dikembalikan pada proses kejadiannya, yaitu mulai ada tanda-tanda pikun dan sebagainya.
Allah berfirman:
“Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri sejak dini, artinya bahwa ketika kita sudah memasuki usia itu dimana fisik kita sudah lemah, tenaga sudah berkurang sehingga mulai ada ketergantungan dengan orang lain, yaitu anak dan cucu kita. Kalau sebelumnya anak dan cucu kita tidak kita persiapkan untuk menerima kenyataan itu maka bias jadi di usia tua kita akan menjadi orang yang terlantar”.
Demikian semoga bermanfaat.
Salam
Miftah