Bagaimanakah adab dalam berdoa atau mengaji?
Dalam surat Al A’raf ayat 55 Allah SWT berfirman : Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan suara lembut. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas”
Jangankan berzikir dan berdo’a, dalam melakukan takbir pun Nabi Muhammad SAW melarang kita bersuara keras. Hal itu dapat dilihat dalam hadist yang diriwayatkan Muttafaq Alaih (Bukhori & Muslim) : “Kami berangkat bersama Rasulullah SAW, maka tatkala kami telah dekat ke Madinah, maka bertakbirlah Nabi dan bertakbirlah manusia, serta mereka mengeraskan suara mereka. Maka berkata Rasulullah SAW : Hai manusia sesungguhnya zat yang kamu seru itu tidak tuli dan tidak jauh, sesungguhnya Tuhan yang kamu seru itu ada diantara kamu dan di antara leher kendaraan kamu”(Doa oleh Dr. Miftah Faridl, halaman 26 – 27).
Pada dasarnya masjid di masa Rasulullah SAW adalah tempat kaum muslimin untuk bermunajat kepada Allah dengan cara melaksanakan/ mendirikan sholat yang khusyuk Masjid adalah juga untuk berdiskusi dalam membahas suatu masalah (pemerintahan dan sosial). Hal ini biasanya dilakukan jauh diluar waktu sholat, dengan alasan agar tidak mengganggu orang yang datang terlambat untuk melaksanakan sholat (baca Surah/sirah Nabawi, kehidupan Rasulullah & para sahabat).
Dalam berdiskusi pun para sahabat dilarang untuk berdebat (baik di dalam Masjid atau di luar Masjid), sedangkan untuk membaca Alqur’an disunahkan diperbanyak membacanya di rumah, agar rumah tidak sepi seperti kuburan sabda Rasulullah SAW.(hadist Bukhori, Muslim).
Membaca al-Qur'an di dalam masjid dengan suara keras apalagi menggunakan speaker yang suaranya sampai menjangkau 100 meter lebih, tentu dapat mengganggu orang yang sedang shalat ataupun yang baru bermaksud akan menunaikan sholat di masjid itu. (ingat….!!, tidak semua orang dapat menerima hal semacam itu…..), jadi kalau sudah ada orang yang berniat mendatangi masjid untuk bermunajat kepada Allah SWT, tapi kemudian dia membatalkannya karena alasan kerasnya suara yang ada dari dalam masjid, maka Allah dapat murka kepada yang menimbulkan suara itu atau juga kepada yang tahu itu mengganggu tapi tidak menyadarkanya.
Bukan cuma itu, secara logika saja, kalau di rumah warga yang dekat dengan masjid ada anak bayi yang sedang istirahat (tidur) atau ada warga yang perlu istirahat karena kelelahan sehabis bekerja, apakah suara keras itu tidak mengganggunya….?!
Mengenai suara keras di dalam Masjid, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang perbuatan itu melalui sebuah hadits dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahuanhu dia berkata, Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beri'tikaf di dalam masjid, beliau mendengar para shahabat membaca al-Qur'an dengan suara keras, maka beliau bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya masing-masing dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lain, dan janganlah sebagian mengeraskan suara di atas yang lain dalam membaca al-Qur'an, atau beliau bersabda, "di dalam shalat." (HR.Ahmad dan Abu Dawud)
Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) berkata, "Tidak boleh bagi siapa pun mengeraskan suara ketika membaca baik di dalam shalat maupun di luar shalat, terutama ketika di dalam masjid karena hal itu dapat mengganggu orang lain." Dan ketika ditanya tentang mengeraskan bacaan al-Qur'an di dalam masjid, beliau menjawab, "Segala perbuatan yang bisa mengganggu orang yang berada di dalam masjid atau yang mengarah pada perbuatan itu maka hal itu terlarang, wallahu a'lam”( al-Fatawa 23/61)
Adapun membaca dengan bersuara namun tidak terlalu keras dan tidak mengganggu orang lain maka hal itu dibolehkan sebagaimana banyak tersebut di dalam hadits. Terutama jika yang bersangkutan merasa aman dari perbuatan riya'. (at-Tibyan, an-Nawawi hal 71).
Nabi sangat memperhatikan kepentingan ummatnya
Ada Hadist yang secara jelas menyatakan bahwa si Fulan yang teramat miskin terbebas dari hukum syariah yang mengharuskan dia untuk mejalankan hukuman karena melanggar ketentuan tidak bersetubuh pada waktu siang hari bersama isterinya. Bukannya dihukum malah si miskin ini memperoleh kurma sebagai hadiah dari Rasul!
Kita tahu ada Hadist yang membenarkan salah seorang ummatnya yang meninggalkan sholat berjamah hanya karena Imamnya membaca ayat yang terlalu panjang. Nabi lalu menegur Imamnya mengingat jamaahnya terdiri dari orang orang dengan berbagai kepentingan, masalah yang yang berbeda. Ada yang kuat, ada yang lemah. Ada yang sibuk ada yang tidak dsb. Juga ada Hadist yang menjelaskan kepada sahabat yang ingin mendirikan jamaah ditempat lain agar ia harus memilih ayat yang pendek saja.
Itu dalam masjid yang jelas-jelas semuanya ingin menunaikan sholat lho...! Imam harus memperhatikan kepentingan jamaahnya. Bagaimana mungkin kita lantas mentolerir orang yang membuat Tablig Akbar dengan mengganggu kepentingan orang lain...?! Itu jelas sekali dilarang oleh Rasulullah!
Wallahu’alam.
Salam
Satria Dharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar