Minggu, 20 Juni 2010

Keistimewaan Bulan Rajab

Bulan Rajab adalah bulannya Allah. Mari kita simak ada apa di balik bulan Rajab itu. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Ketahuilah bahwa bulan Rajab itu adalah bulan ALLAH, maka:

1. Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas, maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT;

2. Barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab 1427/Isra Mi'raj ( 10 Juli 2010 ) akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;

3. Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan di sisi ALLAH SWT;

4. Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 Rajab (14,15,16 Juni 2010) maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;

5. Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya akan dikabulkan;

6. Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan
dibukakan delapan pintu syurga;

7. Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa) maka ALLAH akan menambahkan pahalanya."

Sabda Rasulullah SAW lagi :

"Pada malam Mi'raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: "Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?" Maka berkata Jibril a.s.: "Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini".

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita :

"Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdoa kepada ALLAH SWT. Lalu saya bertanya kepada beliau:"Ya Rasulullah mengapakah engkau menangis?" Lalu beliau bersabda :"Wahai Tsauban, mereka itu sedang disiksa dalam kuburnya, dan saya berdoa kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka".

Sabda beliau lagi: "Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur."

Tsauban bertanya: "Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari dan beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa kubur?"

Sabda beliau: "Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun."

Sabda beliau lagi: "Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya'ban Adalah bulan aku dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku". "Semua manusia akan berada dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi, keluarga nabi dan orang orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya'ban dan bulan Ramadhan.

Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus bagi mereka."

Selamat beribadah...

Selasa, 08 Juni 2010

Apa Apaan ini?!

Begitu kalimat yang keluar dari teman saya saat memberikan contoh berkenaan dengan kebebasan dalam memilih atau menentukan pilihan dan resiko dari pilihan yang telah diambilnya, saat pelatihan pengembangan diri sedang berlangsung beberapa waktu lalu. Ini bukan pengalaman pribadinya yang di-share kepada kita tetapi cerita teman tentang temannya. Ini adalah sesi berbagi. Masing-masing kita sebagai peserta pelatihan, memberikan pengalamannya yang unik tentang resiko pilihannnya.

Teman saya tersebut menyampaikan apa yang pernah menjadi masalah sahabatnya. Dan itu sebagai contoh dari resiko sebuah pilihan. Sebuah pilihan adalah bagaimana temannya teman itu tetap berparadigma bahwa lembaga tempat dimana dia selama ini mengabdi dan bekerja tetap berbeda dibandingkan dengan lembaga Lain. Tentu berbeda dalam hal tidak atau kurang menguntungkan baginya. Jadi ungkapan perbandingan itu adalah ungkapan rasa kecewanya.

Dan ternyata apa yang menjadi cerita teman dalam pelatihan itu tidak berhenti disana. Masih berlanjut, setidaknya pada pikiran saya yang memang tidak pernah mau berhenti sebelum hal itu menjadi artikel ini.

Oleh karenanya keluhan bahwa apa yang menjadi kewajiban lembaga kepada temamnya teman itu berbeda jika dibanding dengan lembaga lain yang juga adalah lembaga pendidikan. Jadi, pikir saya, apakah jika karena pilihan yang bebas tersebut sudah dipilih atau ditentukan oleh kita yang kebetulan pada posisi karyawan, maka kita tidak dapat membedakan dengan lembaga lain? Tentunya boleh, pikir saya lagi. Karena dalam kihidupan yang saling bergantung satu dengan lainnya, sangat mungkin diperbandingkan. Namun yang jauh lebih penting dari fenomena ini adalah pemahaman kita semua bahwa semua yang ada pada kita adalah implikasi dari ikhtiar yang kita lakukan. Dan suatu hasil dari ikhtiar tersebut adalah harga yang korelatif bagi kompetensi yang diri kita punyai dan dapat kita kontribusikan.

Solusi dari hal itu bila kita sebagai karyawan adalah merubah pilihan dari apa yang sudah kita tentukan. Konkritnya? Memilih lembaga yang jauh lebih kompetitif dalam memberikan penghargaan terhadap kompetensi yang kita miliki. Ini jauh lebih sehat bagi kita yang memiliki posisi tawar bagi penentuan sebuah pilihan.

Mengapa? Karena jika fokus kita adalah lembaga yang harus melayani apa yang menjadi keinginan kita, akan memakan usia kita sendiri. Harus kita sadari pula bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki visi, misi, model pengelolaan, penghasilan dan latar belakang filosofi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dan secara simpel, SPP mereka juga berbeda-beda. Oleh karenanya adilkah kita menuntut setiap lembaga tersebut seragam dalam mengejawantahkan undang-undang yang ada dalam memperlakukan lembaganya?

Dari sudut inilah saya memiliki pandangan bahwa seyogyanya kita, menurut Stephen R Covey, fokus pada lingkaran pengaruh kita. Bukan pada lingkaran perhatian kita. Sebuah pendirian yang sangat mungkin berbeda dengan apa yang Anda miliki.

Dan pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa besar kita memiliki posisi tawar itu?

Sabtu, 05 Juni 2010

Inspirasi

Maha Besar Allah, dijadikan-Nya siang berganti dengan malam, semua itu menjadi bukti akan kebesaranNya. Supaya kita sebagai orang-orang yang diberi akal agar mampu berfikir dan meresapi, bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Sungguh tiada sia-sia ya Allah, apa-apa yang telah Engkau ciptakan. Dengan segala kuasa, bila telah terjadi maka terjadilah.

Suara azan subuh berkumadang silih berganti, dari satu mesjid kemesjid yang lain. Menanda sang Fajar telah mulai menampakkan keperkasaan sang surya dalam menyinari. Pertanda pula, bahwa hidup baru segera dimulai.

Berbicara waktu shubuh banyak sekali nasehat-nasehat bijak dari orang tua, yang diperdengarkan ketelinga kita. Instalasi makna-makna yang akan menjadi nilai-nilai kehidupan, untuk benar-benar menghargai waktu. *”Jangan sampai rezekimu dipatok oleh ayam”.* Kalimah ini mungkin terucap, dari belahan sumatra hingga ujung timur Indonesia. Pesan singkat agar segera bangkit dan *menjemput*, rezeki-rezeki yang telah Allah persiapkan, dari pintu yang tak diduga-duga.

Persis seperti shubuh jumaat ini, petuah diatas seakan benar-benar terasa dalam diri saya. *Bekerja, berusaha, berikhtiar memantaskan diri memperoleh rezeki yang halal, penuh barakah, dengan cara-cara kemampuan kita masing-masing. *

Setelah selesai dzikir seusai shalat shubuh berjamaah di Mesjid Matraman. Saya kembali menuju tempat saya tinggal (sementara) dikelurahaan pengangsaan. Saya melewati tempat pembuangan sampah. Disini sepertinya star awal para wakil-wakil Allah pada melakukan aktivitasnya menjaga kebersihan, karena saya melihat ada beberapa mobil angkutan sampah terpakir disini.

Yang membuat saya terkesan adalah saat melewati TPS itu, saya berpapasan dengan seorang wanita berambut sampai lehernya. Ia memakai topi bewarna merah. Dengan baju dinasnya berwana kuning, menyambung antara atas dan bawah. Seperti baju para montir, Cuma yang dia kenakan adalah khusus untuk pekerjaannya.

Beliau menuju arah berlawanan dengan saya. Sambil mendorong benda yang biasanya para pekerja di galian pasir dan angkut batu gunakan. Bedanya isi dorongan beliau adalah alat kerjanya berupa sapu dan skop.

Setelah berpapasan, kira-kira 5 langkah dengan beliau. Dalam diri ada suara-suara membesarkan asma ilahi. Ada rasa semangat, karena terdengar suara didalam, *”Tidak ada alasan untuk menyerah dalam menjalani kehidupan, selama engkau terus berikhtiar, maka akan Allah bukakan jalan kepadamu”. *Itu juga, mengingatkan kembali pengalan hadits yang makananya *”Gerakkanlah tanganmu, niscaya Allah turunkan rezeki untukmu”.*

Sungguh kesan lebih mendalam lagi, ada rasa berkecamuk serta menggelorakan semangat dalam dada, karena dishubuh hari yang beberapa insan masih dalam selimut tebalnya. Wanita itu *sudah memulai melakukan aktivitasnya. *Usaha dan ikhtiar memuliakan diri sebagai hamba dengan bekerja.

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” [QS 62: 10]

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Engkau telah mentakdirkan hamba bertemu dengan wanita itu. Sehingga semakin menambah semangat dan gairah hamba untuk terus berkarya, bekerja, dan berusaha. Guna memantaskan diri menjadi insan mulia nan sempurna, karena kesempurnaan-Mu. Ya rabb, jadikan kami sebagai wakil dan perantaraan mu bagi ciptaanMu di muka bumi ini.

Amin...

Salam
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I
081511448147
I Motivator & Mind-Therapist

Kamis, 03 Juni 2010

Jeritan Palestina

(sebuah cerita)

“NAMA saya dr. Swee Chai Ang. Saya adalah seorang dokter bedah ortopedis wanita, anggota Asosiasi Dokter Inggris.

Saya menulis surat ini kepada Anda dari Beirut Barat, dari Rumah Sakit Gaza, rumah sakit bagi kamp Sabra dan Shatila. Saya adalah salah satu anggota tim dokter asing yang bertugas saat terjadi pembantaian ribuan orang Lebanon dan Palestina di kamp-kamp, antara 15 hingga 18 September 1982.

Saya merawat beberapa korban, menyaksikan pengeboman dan penghancuran rumah-rumah di kamp. Rumah-rumah itu adalah tempat tinggal orang-orang Palestina dan Lebanon.

Mereka yang mati memang sudah mati, dan tidak ada satu pun dari kami yang dapat membuat mereka hidup kembali. Saya kini menyerukan kepada Anda atas nama mereka yang selamat dari pembantaian – kebanyakan mereka wanita dan anak-anak kecil.

Banyak dari rumah mereka telah dibom, diledakkan, dilindas dengan buldozer, dan dijarah. Tidak ada lisrik dan terjadi kelangkaan air. Meskipun begitu, ribuan orang telah kembali untuk hidup di antara tumpukan puing-puing ini, karena mereka tidak punya tempat lagi selain di sana.

Musim dingin di Lebanon segera tiba, dan ribuan orang di sini tidak akan mempunyai atap untuk melindungi tubuh mereka...”

*
Surat terbuka itu ditulis oleh dr. Swee, warganegara Singapura, pada 1 Oktober 1982, ditujukan kepada media massa di Inggris -- dan tak ada satu pun media yang mau memublikasikan surat itu!

Dr. Swee, seorang Kristen, mengabdikan dirinya pada Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS). Ia menolong semua korban perang tanpa mempersoalkan ras, golongan, maupun agama. Ia bekerja di bawah Sumpah Hipokrates: Dokter tidak boleh berpihak. Tetapi, kebiadaban Israel, dan ketidakadilan dunia terhadap bangsa Palestina, telah mendorongnya untuk ”berpihak.”

Betapa tidak. Hanya dalam tiga hari, Swee menyaksikan lebih dari 3.000 orang Palestina, tewas dibantai oleh pasukan Israel di kedua kamp pengungsian itu. Yang lebih memedihkan hatinya adalah, sebagian di antara para korban adalah mereka yang barusan coba disembuhkan dan diselamatkannya melalui pengobatan dan pembedahan darurat yang sulit.

”Aku harus menyuarakan kebenaran selagi masih hidup dan masih punya suara,” tulisnya dalam buku Tears of Heaven, From Beirut to Jerusalem (2002). Kesaksian yang diungkapkannya, adalah perwujudan dari rasa tanggungjawabnya sebagai manusia – melampaui tanggungjawab profesionalnya sebagai seorang dokter.

*
Derita bangsa Palestina adalah tangis panjang kemanusiaan. Mereka telah menjadi “pariah dunia”: dicap teroris, dan raga serta nyawa mereka diperlakukan lebih nista dari hewan. Mereka diusir dari negeri nenek-moyang sendiri, diburu, dan dibantai. Sejak 1948, hingga sekarang.

Apa yang dialami bangsa Palestina, adalah apa yang dialami bangsa Yahudi di masa silam. Sejak abad pertengahan, bangsa Yahudi terlunta-lunta dalam diaspora. Mereka diburu oleh Tentara Salib dan inkuisisi Gereja. Terakhir, jutaan orang dari mereka dibantai oleh rezim Nazi-Hitler di Eropa. Pengungsian mereka, kemudian mencapai bumi Palestina. Gerakan Zionisme, akhirnya mengklaim: itulah ”tanah yang dijanjikan” Tuhan bagi mereka. Maka, mereka pun merebut dan menduduki bumi Palestina, dan mendirikan negara Israel di tempat itu pada 14 Mei 1948. Direstui Inggris.

Sejak itu, giliran bangsa Palestina yang terusir dan diburu untuk dimusnahkan. Dan dunia, termasuk bangsa-bangsa Arab, tidak begitu peduli kepada mereka. Dan Israel, di bawah perlindungan Amerika, terus merajalela.

Dokter Swee sudah lama bersaksi. Dengan itu, ia ingin menyelamatkan manusia dan kemanusiaan. Ia memang tidak sendirian, tetapi dunia tidak juga ”berani” menolong. Maka, tentang kesabaran, ketabahan, tanggungjawab, keberanian, dan semangat juang pantang menyerah, kita harus belajar kepada orang-orang Palestina -- termasuk kepada kaum perempuan dan kanak-kanak mereka. Seperti dokter Swee.

Dari bangsa Palestina, kita juga belajar: tanpa persatuan, duka-cita tidak akan berakhir.

Salam
Yudhistira ANM Massardi