Rabu, 21 April 2010

Women in Love

(Spesial edition 'tuk HARI KARTINI 21 April)

WANITA

Anggun rupamu laksana CINTA
Lembut hatimu bagaikan SUTRA
Menata CITA di berbagai suasana
Untuk ciptakan KARSA yang lebih bermakna

WANITA

Sosok pribadi yang mandiri
Meniti sisi hidup yang hakiki
Teliti dalam kehidupan yang bersinergi
Terpancar suci dari hati sanubari

WANITA

Figur yang memiliki alur
Berbaur tanpa ingin ikut campur
Menjadi tauladan dalam mengatur
Pantang hancur ikut melebur

WANITA

Indah citramu bagaikan SURGA
Menampik semua prasangka
Mulia baktimu laksana RAJA
Menjadikan kami semua berharga

Salam
Tata Subatri

Selasa, 20 April 2010

Pengaruh TV bagi Remaja

Oleh: Ambar Arum

TELEVISI merupakan media yang paling efektif untuk menyebarkan pengaruh kepada audiensnya. Sedangkan remaja, sebagai individu yang sedang mencari jati dirinya, merupakan audiens yang mudah terkena pengaruh buruk televisi. Tayangan-tayangan buruk di TV setidaknya telah membawa pengaruh negatif sebagai berikut:

1. Apatis

Tayangan-tayangan TV dewasa ini cenderung membuat remaja lebih mementingkan segala hal tentang dirinya sendiri ketimbang lingkungan sosialnya. TV mengajak mereka untuk memikirkan bagaimana penampilan mereka, bagaimana cara menarik perhatian lawan jenis, atau betapa bahagianya jadi selebritis. Hal-hal diluar itu seperti persoalan
pendidikan ataupun lingkungan tidak menjadi prioritas, malah cenderung diabaikan.

2. Korban Pencitraan

Wanita cantik harus putih dan langsing serta pria tampan harus berotot atau six packs merupakan satu dari sekian banyak contoh tentang dampak buruk TV dalam membentuk pencitraan dimata remaja. Alhasil para remaja rela melakukan apapun untuk mendapatkan predikat cantik atau tampan sesuai yang disuguhkan di TV, tanpa mempedulikan aspek lain yang lebih penting seperti kesehatan.

3. Pasif dan Konsumtif

Baik terpaan iklan maupun tayangan TV telah begitu memanjakan penonton khususnya para remaja dengan kemampuan visual dan audionya. Semua ditampilkan dengan sangat menarik sehingga mereka tidak perlu berbuat apa-apa lagi selain duduk manis di depan TV. Hal ini tentu membuat para remaja menjadi pemalas dan tidak produktif.

4. Mementingkan ‘kulit luar’ Tanpa Esensi

Ketidakpedulian, kepercayaan pada citra semu, serta kemalasan yang dibentuk oleh televisi melalui tayangan-tayangan buruknya membawa para remaja menjadi pribadi yang lebih mementingkan tampilan luar. Dengan demikian mereka jadi sangat mudah menilai sesuatu sesuai dengan standar ciptaan program-program buruk di TV. Pengusaha sukses dianggap lebih patut dihargai ketimbang sopir atau pembantu rumah tangga yang setiap
hari membantu mereka.

Apa ada yang mau menambahkan?

Stress Management

PENDAHULUAN
Banyak orang yang bertanya kepada saya, tentang bagaimana caranya supaya bisa hidup tanpa terbebani oleh Masalah dan Stress.

Pada dasarnya, Stress adalah sesuatu hal yang alamiah dialami oleh setiap orang. Jangankan anda, para motivator hebat pun juga stress. Begitupula dengan saya. Walaupun mayoritas jalan kehidupan saya saat ini sebagai seorang Hypnotherapist, stress adalah hal yang tidak mungkin dihindari oleh setiap orang. Karena stress yang menurut arti katanya “tegang” boleh dibilang sebagai keadaan dimana kita sedang tertekan akan banyaknya kewajiban yang sedang kita kerjakan atau kita rasakan.

Oleh karena itu pastilah setiap orang pernah mengalaminya. Hanya saja level/tingkat dari stress tiap orang tidaklah sama. Karena pada dasarnya stress bukanlah hal yang nyaman ketika hadir dalam hidup kita. Sehingga memberikan reaksi yang berbeda akan situasi yang tidak nyaman tersebut.

Karena stress adalah hal yang alamiah maka bukanlah ketakutan yang semestinya terjadi ketika dia tiba. Justru ini tantangan bagi kita tentang bagaimana kita mampu mengelola stress itu dengan baik. Karena ketika stress itu di manajemen dengan bijak tentunya stress itu akan bermanfaat dalam kehidupan kita tentunya.

Pada pertengahan tahun 2009 saya bertemu dengan seseorang bernama Andi yang sedang stress berat. Dia baru saja kehilangan motornya. Padahal cicilannya sudah hampir lunas. Bagi Andi motor itu begitu berharga. Motor itu seolah telah menjadi kaki dalam pekerjaannya. Terlebih posisinya yang sebagai kurir mewajibkan Andi harus memiliki motor pribadi.

Kejadian Andi membuat saya tertarik untuk mempelajari tentang masalah “stress” lebih lanjut. Andi merasa stress karena dia kehilangan motornya. Kalau ditilik kembali, penyebab stressnya Andi bukanlah karena motornya yang hilang akan tetapi pada dampak dari hilangnya motor tersebut. Dimana dengan hilangnya motor berdampak kepada hilangnya pekerjaan dia. Oleh karena itu stress terjadi karena adanya suatu masalah yang berdampak kepada masalah lainnya yang lebih besar dan lebih penting. Sehingga seseorang seringkali menjadi stress bukanlah karena pencetus masalahnya melainkan pada dampak yang lebih besar yang akan mereka hadapi.

Sebagaimana Tono yang kehilangan pekerjaan karena di PHK. Tidak masalah bagi dia kehilangan pekerjaan ketika masih membujang. Tetapi ketika sekarang sudah memiliki dua orang anak, menjadikan Tono kebingungan akan langkah yang ditempuh. Modal ijazah SMA yang sekarang sulit terpakai di era modern ini membuat Tono stress. Terlebih ketika dia menerima penolakan ketika melamar pekerjaan di salah satu perusahaan.

Bingung, bimbang dan gelisah seolah menjadi menu wajib bagi mereka yang sedang dilanda stress. Mereka mengalami kebingungan akan masalah yang sedang mereka hadapi. Mereka gelisah karena masalah tersebut pastilah tidak nyaman di hati. Dan ketika sang stress itu tiba, seolah mereka tak kuasa dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Orang yang terkena stress biasanya mengalami distorsi Fokus. Dimana fokus mereka senantiasa pada masalah yang mereka hadapi. Kehidupan nya seolah hanya terfokus dengan maasalah tersebut. Ketika makan mikir masalah, ketika kerja mikir masalah bahkan sampai tidurpun masih kepikiran sehingga tak jarang orang yang stress mengalami insomnia/kesulitan tidur. Oleh karena itu salah satu terapi untuk orang stress adalah memperbaiki fokusnya. Ketika hanya masalah yang difikirkan tentu inilah yang membuat kehidupan mereka tidak efektif. Mereka jadi terbelenggu oleh masalah. Sehingga orang-orang yang stress biasanya menjadi lebih ringan bebannya ketika telah mampu melihat masalah dari kacamata orang lain atau keluar sejenak dari masalah yang sedang dihadapi, baik dengan relaksasi ataupun sejenisnya.

Salam Berbagi Senantiasa
A.Setiawan
Life Learner,Trainer & Motivator

Selasa, 13 April 2010

Area 39

“Walaupun kita tidak pernah dapat mengungkapkan misteri otak secara sempurna, kita sekarang tahu banyak tentangnya. Kita tahu kira-kira apakah otak itu, apa yang dilakukannya, dan mengapa ia berlaku seperti itu.” --ROBERT ORNSTEIN & RICHARD THOMPSON, The Amazing Brain--


Untuk apa kita mengetahui otak kita? Bukankah kita bukan seorang dokter? Kita memang bukan dokter dan bukan pula seorang mahasiswa yang sedang belajar di jurusan kedokteran. Sebagai orang awam, kita tentu tidak perlu mengetahui otak kita secara detail. Cukuplah jika kita paham akan cara kerja otak. Dengan memahami cara kerja otak, setidaknya kita dapat menguasai learning skill—sebuah keterampilan- penting yang diperlukan di zaman yang luber informasi seperti sekarang ini. Kita beruntung hidup di zaman sekarang karena banyak buku yang membahas otak dengan bahasa yang tidak “njlimet”. Hal ini masih ditambah lagi dengan pembahasan yang tak hanya mengaitkan otak dengan penyakit tetapi juga dengan kegiatan belajar.

Kita tentu tidak belajar dengan menggunakan jantung, paru-paru, ataupun ginjal. Memang sih, organ-organ penting tersebut harus sehat ketika kita belajar. Namun, yang jelas, kita belajar dengan menggunakan otak kita. Sayangnya, selama ini, mungkin kita belajar dengan otak tapi tidak tahu cara kerja otak. Nah, dengan mengetahui cara kerja otak, kita akan dapat mengefektifkan kegiatan belajar kita.

Sel glial

“Sel otak Anda yang terbanyak disebut ‘glial’ (dari bahasa Yunani, ‘lem’ atau ‘perekat’),” tulis Eric Jensen dalam Brain Facts. “Sel ini tidak punya badan. Anda punya sel ini kira-kira sepuluh kali dari neuron. Itu berarti Anda mungkin memiliki seribu miliar sel glial. Ketika otak Einstein dibedah, dia memiliki jauh lebih banyak sel glial daripada neuron. Peranan sel ini antara lain membentuk mielin untuk sarana pengangkutan makanan dan pengaturan sistem kekebalan tubuh.”

Siapa pembedah otak Eisntein? Dialah Marian C. Diamond. Menurut penuturan Dharma Sing Khlasa dalam Brain Longevity, Dr. Diamond membedah otak Einstein pada pertengahan tahun 1980-an. Kalangan pakar neurologi berharap, dengan pembedahan itu, kemudian akan dapat dijawab pertanyaan lama yang membingungkan, “Apakah otak para jenius berbeda secara fisik dengan otak kebanyakan orang?”

Menurut Khlasa, ketika membedah otak Einstein, Dr. Diamond mengikuti petunjuk yang diberikan sendiri oleh Einstein. Einstein pernah berkata bahwa ketika dia tenggelam dalam pikirannya, dia tidak menggunakan kata-kata. Dia menggunakan “tanda-tanda tertentu dan gambar-gambar”. Dengan kata lain, pikiran Eisntein yang paling produktif dihasilkan dari fungsi kognitif yang terkait secara visual dan sangat abstrak. Berdasarkan petunjuk ini, Dr. Diamond memutuskan untuk memusatkan studinya pada bagian khusus otak Einstein yang terkait erat dengan pencitraan dan pemikiran abstraknya, yaitu bagian otak yang dinamai lobus prefrontal superior dan lobus parietal inferior.

Area 39

Apa yang ditemukan oleh Dr. Diamond? Secara fisik, otak Einstein tidak berbeda dengan otak para jenius lain (ada 11 otak manusia lain yang secara intelektual dinilai rata-rata meninggal pada usia yang relatif sama dengan Einstesin, 76 tahun, yang menjadi pembanding). Hanya, menurut Dr. Diamond, ada satu pengecualian terkait dengan otak Einstein. Bagian yang dikecualikan dan sangat menarik ini adalah adanya fakta bahwa di satu area di otak Einstein terdapat sel tertentu yang berjumlah sangat banyak. Area tersebut dinamai “Area 39”. Area ini terletak di lobus parietal inferior (bagian dari neokorteks yang terletak di sebelah atas belakang otak kita).

Apa sel yang berjumlah sangat banyak itu? Sel glial! Bagi Dr. Diamond inilah temuannya yang sangat penting. Sel glial sebetulnya sangat umum terdapat di dalam otak. Bahkan, glial adalah sel “bagian rumah tangga” bukan sel “pemikir” atau “pekerja”. Tugas sel glial adalah mendukung metabolisme neuron-neuron yang berpikir. Einstein memilik sel pemelihara ini jauh lebih banyak daripada sel pemikir. Bagi Dr. Diamond, ini berarti sel pemikir di Area 39 otak milik Einstein memerlukan dukungan metabolisme yang sangat besar. Untuk apa diperlukan dukungan yang sangat besar? Hal ini dikarenakan sel-sel pemikir itu melakukan pekerjaan yang teramat berat. Ingat bahwa Einstein menemukan rumus-rumus fisika yang luar biasa bermanfaatnya bagi kehidupan kita sekarang.

Kesimpulan lebih jauh, jumlah sel glial yang sangat banyak itu secara signifikan memperbesar Area 39 otak Einstein. Dr. Diamond kemudian menyimpulkan hal yang sangat penting yang layak kita cermati: Einstein dilahirkan dengan otak yang brilian; Einstein memiliki “kecerdasan cair”. Kecerdasan cair adalah ukuran efisiensi kerja otak bukan ukuran jumlah fakta yang tersimpan di dalam otak!

Dan Anda dapat memiliki “kecerdasan cair” sebagaimana yang dimiliki Einstein jika Anda tahu fungsi sel glial dan bagaimana memproduksinya. Semua yang saya kutip dan telah Anda baca ini saya ambil dari buku luar biasa yang telah memperkaya diri saya, Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak, karya Jalaluddin Rakhmat. Dalam buku Kang Jalal yang renyah dan gurih ini (karena bahasanya begitu mengalir dan tidak “njlimet”) ditunjukkan pula bahwa Khlasa telah membuat semacam “latihan mental” khusus—berpijak pada penelitian Dr. Diamond terkait dengan otak Einstein—untuk membuat otak kita dapat mendekati kehebatan otak Einstein.

Anda dapat membayangkan sendiri apa jadinya jika otak anak-anak kita dapat memperoleh “latihan mental” sebagaimana dirumuskan oleh Khlasa? Dan Einstein memiliki itu bukan semata karena anugerah Tuhan. Einstein memiliki kejeniusan itu dikarenakan dia melatih otaknya. Einstein telah berhasil memaksimalkan bagian terpenting otaknya dengan melatihnya secara mental. Dia adalah seorang “atlet mental” yang “berlatih keras” sepanjang hidupnya.

Salam
Hernowo

Manfaat Ucapan Terima Kasih

Jika Anda merasa tak puas dengan hubungan bersama seorang teman atau pasangan, ada trik menarik untuk diterapkan. Anda bisa mengucapkan terima kasih kepadanya. Tapi, apa alasannya? Sebuah studi menunjukkan, dengan ucapan terima kasih yang sederhana dapat meningkatkan penghargaan terhadap hubungan tersebut.

Hasil riset menunjukan, mengucapkan terima kasih, tak hanya membantu orang yang menerima ucapan itu, namun juga yang mengucapkannya. Ucapan itu juga mampu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dalam bersikap saat menjalani sebuah hubungan sosial. Ekpresi wajah saat mengucapkan terima kasih menggambarkan Anda menjadi seorang yang bertanggung jawab terhadap orang-orang disekitar anda.

Meski riset terdahulu menyimpulkan ekspresi saat mengucapkan terima kasih menghadirkan kepuasan dalam sebuah hubungan sosial, riset paling anyar yang dipublikasi secara online dalam psychological Science mencatat, ekspresi saat mengucapkan terima kasih tidak hanya menghadirkan kepuasan dalam sebuah hubungan melainkan kekuatan komunal di dalamnya, sebuah tingkatan tanggung jawab yang mencakup orang-orang di sekitar dan lingkungan.

Pemimpin riset, Nathaniel Lambert dari Florida State University, Tallahassee menyatakan hasil riset begitu logis. “Ketika Anda mengekspresikan ucapan terima kasih, Anda terfokus pada hal baik yang telah dilakukan untuk Anda. Hal ini membuat Anda berpikir positif dan membantu Anda untuk fokus pada jalan yang benar,” katanya kepada Healthday, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, Lambert dan kolega meriset ulang melalui tiga riset berbeda tentang mengekspresikan ucapan terima kasih membantu seseorang memperkuat hubungannya dengan orang lain.

Di riset pertama, 137 mahasiswa mengikuti rangkaian survey bagaimana mereka mengekpresikan terima kasih kepada teman atau kerabatnya. Hasil survey menunjukan, ucapan terima kasih berhubungan dengan persepsi seorang yang begitu kental dengan ikatan komunalnya.

Pada riset kedua, 218 mahasiswa yang ditanyai melalui sebuah survei mengaku mengalami perubahan persespsi saat berinteraksi sosial dengan orang-orang terdekat dan lingkungan sekitarnya.

Memasuki riset ketiga, Lambert dan kolega melibatkan 75 laki-laki dan perempuan yang kemudian secara acak diharuskan memilih satu dari empat kelompok yang ada dan mengikuti aktivitas kelompok yang dipilih lebih dari tiga minggu.

Kelompok pertama diharuskan mengucapkan terima kasih kepada teman. Kemudian di kelompok kedua, individu harus bercerita tentang teman-teman mereka. Kelompok ketiga, bercerita tentang aktivitas keseharian dan kelompok keempat berbicara tentang sisi positif berinteraksi dengan teman.

Dari empat kelompok tadi, kelompok pertama cenderung menghargai sebuah bentuk hubungan sosial ketimbang kelompok lain. “ Seseorang yang mengucapkan terima kasih begitu terbuka pada hubungan sosial, lebih komunal, mau berkorban dan membantu individu lain,” kata Lambert.

Ia juga melihat individu yang gemar mengucapkan terima kasih nantinya mengharapkan individu lain juga melakukan hal serupa. “Dalam hubungan kemasyarakatan sekarang ini, sebagian individu tidak melihat apa yang dilakukan untuk mereka. Itu hanyalah krikil kecil tentang ucapan terima kasih. Hal itu berpotensi merubaharah peluru negatif menuju kepada pandangan positif di sebuah hubungan,” katanya.

Secara terpisah, Pakar Psikolog dari University of Califormia Davis, Robert Emmons dalam bukunya berjudul Thanks!: How the New Science of Gratitude Can Make You Happier menyatakan ucapan terimakasih dapat merajut dan mengikat orang-orang ke dalam hubungan timbal balik. “Tantangan terbesar riset adalah laki-laki lebih sulit mengucapkan terima kasih,” singkatnya.

“Ketika seseorang tidak merasakanya, riset secara kuat menunjukan mengucapkan terima kasih akan membimbing individu pada keterikatan secara emosi,” tuturnya.

Salam Street Smart NLP!
Teddi Prasetya Yuliawan

Minggu, 11 April 2010

Menapaki Jalan Kebahagiaan

Apakah kebahagiaan itu?
Apakah kebahagiaan ada pada harta?
Atau pada pangkat?
Jawabannya bermacam-macam ...
Namun, mari kita coba melihat kebahagiaan wanita berikut ini:

Seorang suami sedang bertengkar dengan isterinya, lalu ia berkata: "Sungguh, Aku akan mencelakakan kamu!" Sang isteri berkata dengan tenang: "Engkau tidak akan mampu." Suaminya berkata: "Mengapa tidak?" Sang isteri menjawab: "Jika kebahagiaan berada dalam harta, maka engkau bisa mencegahnya dariku. Jika kebahagiaan berada dalam perhiasan, maka engkau bisa menahannya agar tidak sampai kepadaku.

Kebahagiaan itu bukan pada apapun yang engkau miliki, atau yang dimiliki manusia lainnya. Tapi kebahagiaan itu aku temukan pada keimananku. yang di dalam hati. Dan, hatiku tidak ada yang bisa menguasai kecuali Tuhanku."

Inilah kebahagiaan sejati... kebahagiaan iman. Tidak ada yang merasakannya kecuali orang yang hatinya, jiwanya dan pikirannya mengalirkan cinta kepada Allah. Yang memiliki kebahagiaan sejati adalah Dia yang Maha Esa, maka mohonlah kebahagiaan dari-Nya dengan ketaatan.

Satu-satunya jalan untuk memperoleh kebahagiaan adalah dengan mengetahui agama yang benar, yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Barangsiapa mengetahui jalan ini, maka tidak akan jadi masalah baginya apakah tidur di dalam gubuk berbantalkan jerami, atau hanya makan sepotong roti, tapi ia menikmati dan bahagia di dunia.

Adapun mereka yang menyimpang dari jalan ini, maka hari-harinya akan dihiasi dengan kesedihan, hartanya akan menjadi beban, amal perbuatannya akan merugikannya, dan ujungnya ia tercampakkan hina.

Kita membutuhkan harta untuk hidup, namun hidup kita bukan untuk mencari harta.

Selamat Datang Kebahagian Sejati

Ada orang berkata: "Ketika aku masih berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun, aku sering kali berkelahi dan merusak segala sesuatu. Dan aku menikmati itu. Ketika itu, aku tidak mengerti arti kebahagiaan dan aku tidak mengerti arti kebahagiaan untukku.

Kini, setelah berusia enam puluh tahun, aku baru mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku baru menyadari bahwa kebahagiaan yang aku rasakan di masa mudaku adalah bukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Jika ketika itu aku sudah mengerti akan arti kebahagiaan yang sesungguhnya, tentu aku akan lebih bahagia dan,tidak akan ada tempat bagi kemarahan di hatiku. Sayang sekali, bunga kebahagiaan sejati baru bisa aku petik sekarang ini, saat kulitku sudah keriput dan bunga itu telah layu."

Aku katakan kepadamu, wahai pembaca yang budiman. Nikmatilah hidupmu ini dengan bunga-bunga kebahagiaan sejati. Biarkan indramu menikmati bunga-bunga kebahagiaan sejati. Jika tidak, engkau tidak mengerti arti kebahagiaan sejati, engkau akan banyak melakukan kerusakan di sekitarmu. Engkau akan menjadi seorang pemarah dan selalu gelisah. Penyesalan akan terjadi tatkala apa yang engkau lakukan dengan kemarahan dan kegelisahan telah menjadi masa lalu. Engkau akan menyadari bahwa sebenarnya ketika itu yang ada pada dirimu adalah kesedihan dan bunga-bunga kebahagiaan yang palsu!

Mengalamatkan CINTA

Karya : Eko Prasetyo

Ya Allah, sudah lama ingin aku tuliskan surat ini kepada-Mu. Namun, selalu saja aku ragu untuk melakukannya. Bukan karena aku tak tahu alamat yang hendak kutuju, tapi aku benar-benar malu.

Sebab, selama ini aku merasa jauh dari-Mu.
Padahal, Engkau selalu baik kepada setiap hamba-Mu.

Sebab, selama ini aku kerap lalai bersyukur atas Nikmat-Mu.
Padahal, tak terhitung lagi berapa banyak nikmat itu.

Sebab, selama ini aku selalu menyibukkan diri dengan urusan dunia.
Padahal, itu tak bisa memberikan sedikit pun syafaat kepadaku.

Ya Allah, sudah lama ingin aku tuliskan surat ini kepada-Mu. Namun, selalu saja aku bingung untuk melakukannya. Bukan karena aku tak bisa menuangkannya, tapi aku benar-benar malu.

Sebab, selama ini aku tak jarang menyalahkan- Mu bila keinginanku tak terpenuhi.
Padahal, Engkau mahabaik dengan mencukupi segala kebutuhan hamba-Mu.

Sebab, selama ini aku jarang menyempatkan waktu untuk bersama-Mu.
Padahal, bercinta dengan-Mu menjanjikan ketenangan dan kebahagiaan.

Sebab, selama ini aku kerap bertindak yang menyalahi perintah-Mu.
Padahal, firman-Mu adalah sebenar-benar penerang.

Ya Allah, sudah lama ingin aku tuliskan surat ini kepada-Mu. Bukan karena aku menginginkan surga-Mu dan takut neraka-Mu. Namun, segala yang tercurah dalam surat itu kutulis:

Untuk menuangkan segala penyesalan atas ketamakan dan kesombonganku.

Untuk menyampaikan ampun pada semua dosa-dosa yang kuperbuat.

Untuk mengalamatkan cinta yang menjadi anugerah terbesar-Mu.

Rabbana zhalamna anfunsana wainlam taghfirlanaa lanakunanna minalkhasiriin.

Misteri yang tak Ilmiah

PENDAHULUAN

Sifat dasar manusia yang ingin tahu justru membuat ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat (sisi positif rasa ingin tahu). Dengan rasa ingin tahunya manusia akan selalu bertanya apa, mengapa dan bagaimana?Apa bukti bahwa bumi ini bulat? Apa yang akan terjadi bila unsur oksigen dipisahkan dari unsur hidrogen? Apa ia masih disebut air? Apa semua misteri dapat diungkap dan di ilmiahkan? Mengapa manusia diciptakan? Mengapa manusia diberi akal? Bagaimana manusia diciptakan?

Semua pertanyaan yang muncul akibat rasa ingin tahu adalah proses dalam upaya memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam upaya memperoleh ilmu pengetahuan manusia juga akan dihadapkan pada kebenaran, apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu padat kebenaran atau padat kesalahan? Dan apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri? Lalu apakah kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran yang ilmiah atau non ilmiah? Dan ketika otak manusia tidak lagi mampu menjangkau sesuatu yang sulit diterima dengan nalar, maka kebenaran apa yang akan dipakai...?

a. Hakekat Kebenaran

Sebelum pembahasan lebih lanjut maka perlu kita pahami dulu tentang hakekat kebenaran yang dalam pembahasan ini diuraikan berdasarkan sudut pandang kebenaran ilmiah, kebenaran non ilmiah, kebenaran filsafat dan kebenaran religi/agama yang merupakan kebenaran mutlak.

b.1 Kebenaran Ilmiah.

adalah suatu kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Dengan demikian kebenaran ilmiah berarti sesuatu yang dapat dipertanggungjawabk an karena sesuai dengan kaidah keilmuan atau metode ilmiah. Karakteristik keilmuan adalah : rasional, Empiris dan Sistematis. Kebenaran ilmiah dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden dan koheran.

Kebenaran Pragmatis : suatu pernyataan dianggap benar apabila memiliki manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Kebenaran Koresponden : suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung didalamnya berhubungan dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori kebenaran ini menggunakan logika induktif, yaitu kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta yang mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya.

Kebenaran Koheren : suatu pernyataan dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori kebenaran ini menggunakan logika deduktif

b.2 Kebenaran Non Ilmiah

adalah kebenaran yang tidak didasarkan pada penalaran logika ilmiah. Yang termasuk kebenaran ini antara lain :

Kebenaran karena kebetulan : Kebenaran ini tidak dapat diandalkan, didapat dari kebetulan.

Kebenaran intuitif : Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar dan tanpa menggunakan penalaran serta proses berpikir. Kebenaran ini sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan.

Kebenaran karena Trial dan Error : kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.

b.3 Kebenaran Filsafat

adalah suatu kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau munkin tidak ada.

b.4 Kebenaran Religi/agama.

adalah kebenaran yang diperoleh dari Yang Maha Pencipta melalui wahyu yang diturunkan kepada para nabi dan Rasulnya.

Tidak semua misteri dapat diungkap dan di ilmiahkan

Merujuk pada pengertian kebenaran ilmiah di atas, maka penulis berpendapat bahwa tidak semua misteri bisa diungkap dan di ilmiahkan dan tentang kebenarannya beberapa diantaranya harus dikembalikan kepada kebenaran mutlak yaitu kebenaran religi.

Berikut beberapa contoh misteri yang menurut penulis akan sulit untuk diungkap dan di ilmiahkan.

1. "Hanya Allah yang tahu ", tertulis dalam Al Qur'an surat Yaasiin. Mustahil bagi manusia untuk mengungkap apa arti kata Yaasiin, karena hanya Allah lah yang mengetahui artinya. Ini berarti adalah sebuah misteri besar bagi manusia dan tidak mungkin akan terjawab.

2. Kiamat juga merupakan sebuah misteri yang sangat sulit untuk diungkap oleh manusia, manusia tidak akan pernah bisa mengungkap dengan persis kapan datangnya. Kalau ada manusia yang mengatakan tahu kapan datangnya hari kiamat, itu hanyalah ramalan. Yang sampai saat ini ramalan tidak mendapat tempat dalam kebenaran ilmiah. Bahkan dalam agamapun kita dilarang mempercayai ramalan.

3. Jodoh, rejeki dan kematian adalah sebuah misteri yang tidak mungkin diungkap dan diilmiahkan oleh manusia. Siapa yang tahu kapan, dimana, jam berapa, dan hari apa kematian akan menjemput kita? Demikian juga dengan jodoh dan rejeki tidak akan bisa diungkap dan diilmiahkan. Bisa saja harta datang dan hilang dalam sekejap dan tiba-tiba tanpa kita duga.

4. Musibah yang menimba salah satu warga di Kalimantan Timur "Noor Syaidah" yang pernah ditayangkan di Trans TV dalam acara empat mata dan sempat menghebohkan media massa, bagaimana ilmu pengetahuan bisa menjelaskan bahwa dari dalam perutnya bisa tumbuh kawat-kawat?

5. Sugesti, juga sebuah misteri yang belum bisa di ilmiahkan sampai saat ini. Karena dengan sugesti seseorang bisa melakukan penyembuhan diri atau melakukan hal yang semula diragukan.

6. Kekuatan Supernatural, sejauh ini belum ada jawaban yang memuaskan tentang kekuatan supernatural apakah bisa di ilmiahkan.

7. Manusia itu sendiri sebenarnya juga sebuah misteri. Sampai saat ini belum ada yang bisa menjelaskan hakikat manusia itu apa , padahal jumlah manusia di dunia ini jumlahnya sudah bermilyar-milyar. Manusia tidak mampu mengetahui dirinya secara utuh. Dalam bukunya, "Man, The Unkown", Dr. A.Carrel menjelaskan kesukaran yang dihapadapi untuk mengetahui hakikat manusia. Dalam buku tersebut digambarkan bahwa manusia telah frustasi mengetahui siapa dirinya.

Manusia akan selalu bertanya karena manusia adalah sebuah misteri.

"Aku datang – entah kapan,
aku ini – entah siapa,
aku pergi – entah kemana,
aku akan mati – entah kapan,
aku heran bahwa aku gembira".

Martinus dari Biberach,
Tokoh Abad Pertengahan

Jangan Tersenyum kepada Orang Buta

(sebuah refleksi cerita)

Jangan tersenyum kepada orang buta. Jangan berbisik kepada orang tuli.

Dua kalimat tersebut saya simak dari seorang dai terkenal di forum pengajian. Dua kalimat tersebut dilontarkan sebagai perumpamaan tentang hal yang mubazir. Saya lebih menganggapnya sebuah pesan mendalam. Yakni, konsisten.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV (2008), konsisten masuk dalam kelas kata sifat. Ada dua pengertian. 1. tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek. 2. selaras; sesuai: perbuatan hendaknya -- dengan ucapan.

Berkaitan dengan konsisten, negeri yang ”katanya” gemah ripah loh jinawi ini mengalami krisis moral yang begitu akut. Salah satunya, tumbuh suburnya sifat tidak konsisten alias inkonsisten. Contohnya cukup banyak. Sebut saja, kasus Gayus Halomoan Tambunan. Pegawai golongan III A itu terseret kasus makelar kasus (markus) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Negara dirugikan puluhan miliar rupiah. Diinkasi, kasus semacam ini sudah ”membudaya” di instansi tersebut. Ironis!

Saya sangat prihatin sekaligus geram dengan mencuatnya kasus itu, yang diekspos besar-besaran oleh media. Slogan ”Orang Bijak Taat Pajak” seakan-akan dikebiri oleh koruptor macam Gayus. Kegeraman itu mungkin juga dirasakan oleh banyak wajib pajak lainnya. Wajar jika kasus tersebut memunculkan plesetan ”Orang Pajak Makan Pajak.”

Tak bisa dimungkiri, kasus Gayus bisa jadi hanya ”kelas teri”. Seorang jurnalis senior dan pengamat ekonomi bahkan pernah mengatakan bahwa mungkin saja ada kasus semacam Gayus yang dapat dikatakan ”kelas hiu”, bahkan ”kelas paus”. Busyet!

Kasus Gayus sebenarnya merupakan tamparan telak bagi pemerintah. Betapa tidak, pemerintah bisa disebut gagal dalam mengemban amanah rakyat: konsisten. Baik konsisten dengan janji saat kampanye pilpres maupun janji memberantas habis korupsi.

Konsisten seolah menjadi endemi di negeri yang ”katanya” kaya dan subur makmur ini. Ketika banyak orang berlomba-lomba untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin, mereka menawarkan aroma sedap kampanye: konsisten dalam memegang komitmen.

Sayang, tak ada hitam di atas putih alias tak ada surat kontrak janji. Andai itu ada dan diberlakukan, kita sebagai rakyat tentu bisa menagih konsisten yang pernah ditawarkan saat kampanye, baik pilpres maupun pilkada. Yang ada saat ini adalah banyak pemimpin berusaha ngeles alias mencari-cari alasan untuk menjaga image.

Sebuah pelajaran mungkin bisa diambil dari kisah khalifah Umar bin Khattab. Dia dikenal sebagai pemimpin yang jujur dan mau turba (turun ke bawah) untuk melihat kondisi riil rakyatnya.

Dalam suatu kisah mahsyur, Umar diceritakan pernah memanggul gandum untuk diberikan kepada wanita yang anaknya kelaparan. Wanita itu memasak batu dalam kuali untuk menenangkan anaknya yang menangis karena lapar yang amat sangat. Kejadian tersebut diketahui Umar.

Hati kecil Umar sebagai pemimpin gerimis melihat pemandangan itu. Dia bersikap gentle dan konsisten dengan tanggung jawabnya sebagai khalifah. Dia berjalan puluhan kilometer menuju rumahnya tanpa diketahui pengawalnya. Dia merasa telah berkhianat jika tak membantu wanita dan anaknya yang lapar tadi. Maka, Umar memanggul karung berisi gandum untuk diberikan kepada wanita tadi.

Ketika melihat wanita tadi memasak gandum dan melihat anaknya makan dengan lahap, Umar sedih dan terharu. Dia berkata bahwa tugas sebagai pemimpin sangat berat. Sebab, seorang pemimpin harus tahu dan peka tentang apa yang dialami oleh rakyatnya.

Maka, ketika Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khattab, hendak dicalonkan sebagai pemimpin, Umar dengan tegas menolaknya. ”Cukup satu Umar saja dalam keluarga ini yang menjadi pemimpin. Sebab, tugas pemimpin itu sangatlah berat,” ucap Umar.

Peristiwa tersebut memang telah terjadi ratusan abad yang lampau. Namun, pengalaman Umar itu hendaknya bisa dijadikan cermin tentang pentingnya menjaga sikap konsisten. Terutama, konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.

Kasus Gayus bisa dijadikan pelajaran untuk anak didik kita. Setidaknya, kita bisa meramu konsisten sebagai obat mujarab guna menjauhkan diri dari penyakit kronis berbahaya yang bernama korupsi.

Saya berangan-angan, kalau saja pemimpin kita mau bersikap konsisten, tentu kasus Bank Century, kasus Gayus, dan kasus serupa lain tidak akan menjadi benang kusut yang sulit diurai.

Maka, benarlah pesan yang terkandung kalimat jangan tersenyum kepada orang buta dan jangan berbisik kepada orang tuli. Rupanya, kita secara tidak sadar (atau sadar?) kerap melakukan dua hal tadi. Bahaya!

Salam
Eko Prasetyo

Inilah Kisahku

(sebuah cerita)

Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalangkabut akibat prinsip hidup korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali. Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung.

Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip satu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya.

Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.

Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu. Saya juga sering ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten dengan jalan yang kita pilih ini, pada saat kita membutuhkan maka Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadi yg penting usaha dan konsistensi kita. Saya juga suka mengulang beberapa kejadian yg kami alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa yg penting bagi kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa menjalani hidup layak. Bukan berlebih seperti memiliki rumah dan mobil mewah.

Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga besar misalnya, orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum bahwa orang pajak pasti kaya. Sehingga mereka biasa meminta kami membantu adik-adik dan keluarga. Tapi kami berusaha menjelaskan bahwa kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang. Proses memberi pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya di Medan, saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana kondisi keluarga saya, barulah perlahan-lahan mereka bisa memahami.

Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh. Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang yang tidak seperti mereka.

Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti in seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman.

Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.

Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak adilnyakalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain.

Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika seperti ini juga tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunya anggota tim yang menolak dan meminta agar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski saya juga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu sangat ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa upaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan.

Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabatdan seperti keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, “Sudahlah, Dik Arif tidak usah munafik.” Saya katakan, “Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten untuk tidak melakukan korupsi.” Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak saya adalah uang dari klien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan sahabat itu ternyata berkhianat. Karena terus terang saya belum pernah mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kacuali yang memang sudah sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap.

Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau. Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa pun, saya pulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketika mendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur.

Ia lalu mengatakan, “Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai,” katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplop itu tidak digunakan sedikit pun oleh isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu. Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun dan diberikan hampir setiap pekan.

Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa ke kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi. Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hingga bertaburan di lantai. Saya katakan, “Makan uang itu, satu rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian.” Mereka tidak bisa bicara apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan. Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip, meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu berjalan sampai sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidak jelas. Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika saya mengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua lahir. Saat itu persis ketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumah sakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiah pun.

Saya mau bicara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekan depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluar sebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia sempatkan datang ke rumah sakit. Wallahu a’lam apakah dia sudah diceritakan kondisi saya atau bagaimana, tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit, saya malah ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas. Alhamdulillah.

Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yang harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askes tampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun, saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya pinjam dari mana?

Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekali menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itu pada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, “Kenapa tidak bilang-bilang?” Saya sampaikan karena tidak sempat saja. Setelah teman itu pulang, ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah.

Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluarga besar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakan korupsi, tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mau terjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru.

Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak dengan bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas dengan pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketika datang tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti rantai makanan. Siapa memakan siapa.

Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi. Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan dengan bercanda, “Uang setan ya dimakan hantu.” Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog dan akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat. Tapi yang seperti itu tidak banyak. Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali.

Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dan tidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu.

Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberi uang hari Jum’at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum’atan. Atasan yang berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga. Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa sunnah dan membaca Al-Qur’an. Tetapi mereka sulit berubah. Ternyata hidup dengan korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi, ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain. Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan.

Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulai sering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan teman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkap polisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan dipenjara.

Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih. Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terus menerus menumbuhkan rasa takutmenggunakan dan memakan uang haram. Jangan sampai daging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-mudahan Allah tetap memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca).

Salam
Anugrah Roby Syahputra
Alumni Prodip STAN Medan

Rabu, 07 April 2010

I Not Stupid

(sebuah cerita resensi film)

Kok Pin, di mata kita, anak yang tak cakap pada pelajaran matematika dan Bahasa Inggris. Nilainya selalu jelek, Ia sering menghindar dari dua pelajaran yang baginya adalah beban berat, dan ini bukan lagi menjadi harapan dari dalam dirinya, melainkan tuntuan dari Ibunya dan lingkungannya.

Ibunya mendorong dia dengan keras untuk terus belajar focus pada dua mata pelajaran yang bergengsi ini. Ibunya membeli banyak buku dua pelaran supaya Kok Pin bisa belajar dengan baik. Menjajarkannya buku2 itu di depan meja belajar sambil memarahinya agar belajar sengan seirus.

Namun apa yang diharapkan Ibunya tak membuahkan hasil, dan apa yang Kok Pin lakukan hanya menggambar dan menggambar. Lalu menggambarlah dia di atas buku matematika dan Bahasa Inggris itu. Sontak, membuat Ibunya berang marah dengan perilaku Kok Pin yang suka menggambar. Sementara ujian tinggal menghitung hari di depan mata.

Kok Pin susah untuk belajar Matematika dan Bahasa Inggris, nilainya masih tetap buruk-buruk saja. Pendek kata, Kok Pin tidak becus bermatematika dan berbahasa Inggris.

Kecemasan menghantui sang Ibu, kegelisahan berkecambuk menggundah gulana. Dan tak kalah hebat, beban berat semakin menekan-nekan jiwa sang Anak, si Kok Pin.

Tak habis pikir tak kurang akal, Ibunya Kok Pin meminta pendapat pada teman2nya yang sama2 punya anak seuasia Kok Pin. Setelah memperoleh saran bahwa anak yang susah belajar seperti Kok Pin, supaya jangan segan untuk mencambuk dan mengurungnya di dalam kamar.

Saran teman terebut nampaknya jalan lain yang cukup ampuh. Kok Pin kemudian dicambuk dan dikurung dalam kamar yang terkunci rapat layakanya sel tahanan yang telah berbuat kejahatan, disodorkanlah tumpukan buku dua pelajaran itu sambil dimaki-maki bahwa Kok Pin dalam ujian nanti harus mendapatkan nilai 100. Kok Pin berjanji akan berusaha memenuhi harapan dan tuntutan Ibunya.

Lalu ibunya jatuh sakit berat, dirawat di rumah sakit gara-gara memikirkan Kok Pin.

Ujian pun dihadapinya dengan kecemasan yang mencekam. Hasilnya, tentu saja nihil, hanya 50, jauh dari angka 100. Lalu Kok Pin kebingungan harus memberikan laporan seperti apa kepada Ibunya yang itu sama saja beban dan kecemasan semakin bertambah, Kok Pin benar-benar bodoh!

Teman-teman Kok Pin berupaya membantunya dengan cara, nilai kertas ujian temannya yang mendapat nilai 100, diganti saja namanya dengan nama Kok Pin. Namun Kok Pin menolak, hal ini hanya saja akan membohongi Ibunya yang dalam keadaan sedang dirawat di rumah sakit.

Dia berangkat ke rumah sakit menyampaikan hasil nilai uajiannya dengan sakit hati, takut, cemas, dan khawatir. Ketika bertemu dengan Ibunya, ia tertunduk bicara terbata sambil meneteskan air mata: “Maafkan Ibu, saya tidak dapat memenuhi harapan Ibu”. Lalu Ibunya menangis dengan tabah dan pasrah, bahwa anaknya telah berusaha dengan payah melampui ujian tersebut.

Tak lama dari itu, datanglah Guru Kok Pin ke rumah sakit sambil membawa bunga. Ibu Kok Pin kaget atas kedatangan guru, Sang Ibu menduga Kok Pin berbuat ulah yang kurang baik di sekolah.

Ibu Guru itu memberikan bunga sambil mengucapkan selamat kepada Kok Pin, bahwa Kok Pin lolos seleksi dua terbesar, dan akan diikutkan lomba menggambar anak2 sedunia ke Amerika.

Cuplikan film “I Not Stupid” ini sangat berharga bagi kita.

Apa yang menjadi harapan bagi penggiat pendidikan baik orang tua maupun guru belum tentu menjadi potensi dan harapan bagi sang anak. Kita sebagai orang dewasa terkadang egois dengan harapan kita agar menjadi harapan anak. Yang terjadi bukan harapan lagi melainkan tuntutan yang bisa menjadi beban berat bagi anak.

Dalam diri manusia itu terdapat kecerdasan yang beragam, tak hanya eksakta dan bahasa saja. Ada potensi kecerdasan sapasial di mana anak senang mengatur dan menata ruang, musikal di mana anak gemar memainkan alat-alat musik, potensi kecerdasan menggambar di mana anak senang melukis, potensi kecerdasan yang lainnya. Kapasitas otak kecerdasan manusia itu sangat luas, maka manusia juga sering disebut makhluk yang misteirius.

Yang menjadi soal adalah kita sebagai orang dewasa kurang peduli, tidak peka dalam membaca dan mengapresiai potensi anak. Sehingga kita sangat sempit dalam mengakomodasi sebuah prestasi belajar, dalam hal ini kurang leluasa mengembangkan keterkaitan antara prestasi dan potensi dasar dalam diri anak. Lalu hakikat pembelajaran dalam kerangka pendidikan adalah mengasah dan mengembangkan potensi peserta didik. Sementara untuk mengeksplorasi potensi tersebut sepatutnya didasarkan pada apa yang digemari, apa yang disukai, apa yang disenangi.

Lebih jauh, kita harus mendefinisikan ulang secara terus menerus: APA ITU PRESTASI?

Salam
Puti

Use It or Lose It !

“Gen adalah batu bata pembangun otak. Lingkungan adalah arsiteknya.” -CHRISTINE HOHMANN-

Jalaluddin Rakhmat, secara menarik, mendasarkan hukum “use it or lose it” untuk menumbangkan mitos otak bahwa kecerdasan itu merupakan keturunan. Menurut Kang Jalal (demikian panggilan akrabnya)—setelah mengutip hasil-hasil mutakhir tentang penelitian otak—lingkungan pada akhirnya lebih menentukan daripada keturunan. Memang betul, gen dan pengaruh orangtua ikut membentuk otak. Tetapi, gen tidak menentukan nasib. Diet, pendidikan, dan tantanganlah yang menentukan berfungsi-tidaknya pikiran kita.

Menurut Christine Hohmann, ilmuwan saraf dari The Kennedy-Kriger Institute di Baltimore, “Gen adalah batu bata yang merupakan bahan bangunan untuk otak. Lingkungan adalah arsiteknya.” Buat orang yang berusia lanjut, sebuah hasil penelitian—yang dilakukan oleh John Rowe, peneliti di Mount Sinai Medical Center New York—juga menunjukkan kepada kita bahwa 30 persen karakteristrik ketuaan ditentukan secara genetis dan 70 persennya ditentukan oleh lingkungan.

Dr. Bruce Lipton

“Otak bekerja berdasarkan prinsip use it or lose it,” tegas Kang Jalal dalam karyanya, Belajar Cerdas. Jika Anda tidak menggunakan otak Anda, Anda akan kehilangan dia. Prinsip ini juga perlu menjadi perhatian kita sebelum menumbangkan mitos otak yang lain terkait bahwa usia merusak otak. Bukan usia yang merusak otak, tetapi penyakitlah yang merusak otak.

Semakin kita bertambah umur dan menjadi tua, otak malah semakin hebat bekerjanya asal otak dihindarkan dari pelbagai penyakit. Tentu, bukan hanya menjaga otak dari serangan penyakit, kita pun harus terus menggunakannya secara berkala dan konsisten. Sekali lagi, para peneliti otak kemudian mengunggulkan kegiatan membaca untuk menjelaskan kata harfiah “menggunakan otak”.

Kang Jalal juga pernah bercerita kepada saya tentang hasil penelitian Bruce Lipton yang kemudian dibukukan dalam The Biology of Belief. Lipton adalah seorang profesor dan peneliti yang terkenal dalam bidang biologi sel. Dia bekerja di Stanford University dan merupakan pioner di bidang epigenetik—ilmu yang mempelajari bagaimana lingkungan mempengaruhi aktivitas gen.

Penelitian Lipton ini—selain mendukung penelitian sebelumnya bahwa kecerdasan bukan dipengaruhi oleh keturunan saja tetapi lebih banyak malah dipengaruhi oleh lingkungan—memberikan penegasan bahwa bukan hanya otak (kecerdasan) yang dapat diubah oleh prinsip “use it or lose it”, tetapi juga gen! Saya iseng-iseng googling dan menemukan sedikit tentang Bruce Lipton dan hasil penelitiannya. Di bawah ini, saya coba sajikan-kembali dua potongan pendapat—yang menurut saya menarik—lewat bahasa saya (lihat lebih jauh di http://www.shvoong.com/books/guidance-selfimprovement/1839945-biology-belief/):

“Sudah berapa sering Anda mendengar bahwa takdir ditentukan oleh gen atau merupakan warisan orangtua Anda? Jika Anda adalah anak pemain basket hebat yang pernah dilahirkan di muka bumi, Michael Jordan, atau anak seorang genius yang telah mengubah dunia lewat komputer, Bill Gates, bisa jadi Anda merasa tertekan. Tapi, mungkin itu dulu. Kini, jangan putus asa karena berdasarkan The Biology of Belief karya Dr. Bruce Lipton, keberadaan diri Anda tidak sepenuhnya ditentukan oleh gen.

“Jika Anda seorang intelektual namun hati nurani Anda menolak teori Darwin, maka buku Lipton cocok untuk Anda. Jika anda sangat religius sehingga merasa perlu menolak ilmu pengetahuan karena bertentangan dengan yang Anda yakini tentang Tuhan, maka buku Lipton tepat untuk Anda. Dalam pertarungan sengit antara ilmu pengetahuan dan agama, buku Lipton adalah jalan terang menuju bagian baru ilmu pengetahuan dan agama yang, ternyata, keduanya dapat berjalan bersama-sama.”

Salam
Hernowo

Indonesia butuh Guru yang Inspiratif

Di Indonesia belum banyak guru yang bisa menjadi inspirasi bagi murid-muridnya untuk maju. Tidak banyak guru yang harusnya bisa membantu peserta didik mengeksplorasi pikirannya.

Guru ternyata sekadar mengajar. Atau, guru sekadar memindahkan informasi dari buku yang dibacanya untuk disampaikan kepada peserta didik di depan kelas.

"Akibat menyedihkan dari kondisi ini, peserta didik tidak punya kemampuan menganalisis. Karena, pendidikan adalah soal mind set dan ini merupakan tanggung jawab seorang guru," ujar Hu Wen Chiang, pakar pendidikan dari Taiwan, di Jakarta, Minggu (4/4/2010), dalam International Conference and Education Exhibition 2010 yang diselenggarakan Majalah Guru dan BUMN Peduli dan dibuka Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal.

Hu menjelaskan, ada empat tipe guru. Pertama, guru yang hanya bisa memindahkan informasi dari buku kepada peserta didik di depan kelas. Kedua, guru yang bisa menjelaskan sebuah masalah atau bahan ajar. Ketiga, guru yang bisa menunjukkan bagaimana materi ajar dengan baik. Keempat, paling ideal, adalah guru yang bisa menjadi inspirasi bagi muridnya untuk maju.

Sebelumnya, Direktur Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan Nasional Achmad Dasuki sebagai pembicara mengatakan, pemerintah sedang berusaha meningkatkan kualitas guru dengan meningkatkan kualifikasi akademik guru yang belum S-1/D-IV.

"Saat ini 1,1 juta guru sudah berkualifikasi akademik S-1/D-IV dari total guru dalam jabatan 2,6 juta. Sisanya, 1,5 juta, masih harus ditingkatkan," ujar Dasuki.

Ia mengatakan, yang juga tak kalah penting adalah insentif tambahan bagi guru.

Salam
Mohammad Ihsan
Sekjen Ikatan Guru Indonesia (IGI)

Triune Brain

Paul MacLean, penggagas “triune brain”. “Molekul-molekul emosi juga menjalankan setiap sistem di dalam tubuh.” CANDACE B. PERT, Molecules of Emotion: Why You Feel The Way You Feel.

Paul D. MacLean (1 Mei 1913-26 Desember 1997) dikenal sebagai neurolog andal. Dia disebut-sebut juga sebagai pendukung “microgenesis”—sebuah pandangan yang menyatakan bahwa struktur otak manusia itu berevolusi sesuai zaman. Karya terkenalnya yang terbit pada 1990 adalah The Triune Brain in Evolution. Menurutnya, otak manusia terdiri atas tiga bagian—oleh sebab itu dia menyebutnya sebagai “triune brain”—yang setiap otak itu berkembang pada waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi manusia. “Triune brain” itu adalah (1) batang otak atau “otak reptil”, (2) sistem limbik atau “otak mamalia”, dan (3) neokorteks atau saya menyebutnya sebagai “otak bahasa”.

Kedua jenis otak yang pertama dimiliki oleh hewan, sementara neokorteks hanya dimiliki manusia dan otak ketiga inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Neokorteks berada persis di atas sistem limbik. Inilah, sekali lagi, yang membuat manusia menjadi spesies yang unik. Neokorteks adalah juga tempat bersemayamnya kecerdasan Anda. Otak inilah yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran, dan sensasi tubuh Anda. Proses yang berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berpikir secara intelektual, pembuatan keputusan, perilaku waras, bahasa, kendali motorik sadar, dan ideasi (penciptaan gagasan) nonverbal.

Di bawah neokorteks ada otak tengah yang berisi “sitem limbik” yang pada tahun 1990-an dipopulerkan oleh Daniel Goleman dengan merujuk ke sebuah jenis kecerdasan-baru. Namanya “emotional intelligence”. Menurut Goleman, di otak tengah inilah bersemayam kecerdasan emosi (EQ) yang kemudian ditandingkan dengan kecerdasan rasional (IQ). Otak tengah ini menyimpan juga perasaan, pengalaman, memori, dan kemampuan belajar Anda. Ini adalah bagian otak yang diprogram untuk memerintahkan seorang bayi—atau seekor anak domba atau anjing—secara naluriah untuk menyusu kepada ibunya segera setelah lahir. Otak ini memang dimiliki oleh hewan mamalia. Dan, janga lupa, sistem di otak tengah ini juga mengendalikan bioritme Anda, seperti pola tidur, rasa haus, tekanan darah, detak jantung, gairah sesksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme, serta sistem kekebalan.

Otak paling tua berada di batang otak, di bawah otak tengah, yang disebut sebagai “otak reptil” karena memamg dimiliki oleh kadal, buaya, dan burung. Di otak inilah bersemayam insting untuk mempertahankan hidup dan dorongan untuk mengembangkan spesies. Perhatiannya adalah pada makanan, tempat tingggal, reproduksi, dan perlindungan wilayah. Ketika Anda merasa tidak aman, otak ini spontan bangkit dan bersiaga atau melarikan diri dari bahaya. Inilah yang disebut reaksi “hadapi atau lari” yang sangat terkenal itu. Dalam beberapa hal, otak ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat melindungi manusia dari marabahaya secara refleks. Sayangnya, jika fungsi otak ini dominan, manusia tak dapat berpikir di tingkat yang lebih tinggi.

Menarik sekali untuk melihat mekanisme bekerjanya ketiga otak ini. Kendalinya ternyata ada di otak tengah atau di “sistem limbik” yang terkait dengan emosi. Apabila Anda sedang dilanda emosi negatif—Anda marah, kesal, dan sebal—kegiatan pemikiran Anda pun akan turun ke bawah ke “otak reptil”. Akibatnya, Anda tidak dapat berpikir jernih. Ketika Anda diliputi emosi negatif, Anda kemudian akan berperilaku bak binatang. Bayangkan pula jika Anda sedang menulis tetapi yang Anda akan tulis tidak Anda sukai. Anda akan diliputi oleh emosi negatif dan Anda pun menjalani kegiatan menulis dengan perasaan yang tersiksa. Hasilnya sudah sangat jelas: buruk. Ini dikarenakan Anda menulis dengan otak kadal!

Sebaliknya, apabila Anda berhasil mengubah emosi negatif menjadi emosi positif—Anda gembira, bersemangat, dan bergairah—apa pun yang Anda lakukan akan dibantu dengan pemikiran otak yang paling tinggi, yaitu “otak bahasa”. Bahkan bukan hanya itu yang Anda akan peroleh. Ronald Kotulak—penulis sains yang pernah meraih penghargaan Pulitzer—menunjukkan bahwa ketika secara emosional Anda sedang “bersemangat”, otak Anda akan melepaskan endorfin—bahan kimia yang mirip morfin. Ini pada gilirannya akan memicu asetilkolin, “neurotransmitter” vital yang meminta memori baru untuk ditanam di berbagai bagian otak. Menurutnya, asetilkolin ini bagaikan “minyak yang membuat mesin memori berfungsi; dan jika mengering, mesin (otak) akan membeku”.

Salam
Hernowo

Senin, 05 April 2010

BERLARI... atau... GIGIT JARI

(sebuah refleksi)

Apa yang akan dilakukan oleh seorang Atlet lomba lari ketika wasit menembakkan pistol tanda perlombaan dimulai? Ya, mereka akan berlangsung berlari secepat mungkin menuju garis finish.

Apa yang dilakukan team sepakbola atau team olahraga lain ketika wasit meniup tanda pertandingan dimulai? Ya, mereka akan langsung tancap gas berusaha mengungguli team lawannya.

Apa yang terjadi ketika mereka tidak langsung tancap gas dan berlari? Tentunya mereka akan tertinggal jauh oleh peserta lainnya, dan ketika mereka sadar, mereka akan terpana (tidak percaya) karena telah jauh tertinggal oleh peserta lainnya.

Sahabat...
Dalam kehidupan ini pun kita berlomba. Allah memberikan peluang yang sama pada setiap hambanya, untuk berlari secepat mungkin menuju garis finish mereka. Allah memberikan peluang pada kita untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik (fastabikhul khoirot).

Namun, fenomena yang banyak kita temui adalah justru banyak orang yang bersantai ketika perlombaan telah dimulai. Mereka tidak sadar kalau mereka telah tertinggal jauh dari rekan-rekan seusianya yang terus berusaha keras berlari menuju impiannya. Dan ketika mereka sadar mereka akan terpana dan berkata dalam hati... "kok yang lain sudah mapan, gw masih begini aja", "kok yang lain sudah nyaman, gw masih kerja keras".

Sahabat...
BERLARILAH SEBELUM TERLAMBAT!!!
Kerjakanlah sesuatu yang sederhana dari hal yang bisa anda lakukan saat ini, mulailah dari hal-hal yang kecil dan jangan pernah meremehkan langkah kecil tersebut. Bukankah ribuan kilometer akan bisa ditempuh kalau kita memulai langkah pertama? Seseorang pun tidak bisa langsung naik ke lantai kelima, tetapi dia harus menaiki dan melewati satu demi satu anak tangga barulah sampai pada tingkat lima.

Perjalanan yang jauh hanya akan tercapai kalau langkah pertama diambil. Bahkan seekor siput pun dapat menempuh jarak yang sangat jauh.

Rahasia besar yang harus diketahui tentang orang-orang besar yang berhasil mewujudkan mimpinya adalah mereka tidak langsung berhasil mewujudkan mimpi besarnya itu, tetapi mereka dengan sabar melakukan aktivitas yang pada saat itu bisa mereka lakukan kendatipun itu adalah hal yang kecil. Dan mereka menyadari bahwa setiap aktivitas yang mereka lakukan adalah bagian dari langkahnya untuk mewujudkan impian-impian besarnya tersebut.

BERLARILAH SEBELUM MENYESAL!!!

Banyak mahasiswa yang ketika kuliah mereka santai, tapi menyesal saaat teman-teman yang lainnya lulus dan dia belum mengerjakan apa-apa.

Banyak pelajar yang santai dan menyesal ketika di akhir tahun ajaran harus menerima kenyataan tidak lulus.

Banyak orang yang ketika masih mudanya lebih banyak santai dan bermain menyesal karena ketika sudah menjelang tua mereka belum mendapatkan apa-apa.

BERLARILAH SEBELUM GIGIT JARI!!!

Salam
Febriya Fajri

Arti Kejujuran?

Jujur itu mudah....,
bagi orang yang berasal dari keluarga Jujur

Jujur itu mudah....,
bagi orang yang sudah terbiasa dengan Jujur

Jujur itu mudah....,
bagi orang yang tinggal di lingkungan orang-orang Jujur

Jujur itu mudah....,
bagi orang yang berfikir UNTUNG RUGI jangka panjang

Jujur itu bisa tapi tidak mudah....,
bagi orang yang ingin keluarganya bahagia

Jujur itu bisa tapi tidak mudah....,
bagi orang yang ingin Perusahaannya sukses

(study kasus)

KPK menggeledah rumah pengacara penyuap hakim PT TUN DKI Jakarta. Sebuah mobil Suzuki Esteem terparkir di garasinya. Lucunya di mobil tertempel stiker: STOP KORUPSI! (Detikcom, 31/3).

KOMENTAR SAYA:

Pengacara itu tidak salah. Dia memang bilang ke orang lain untuk stop korupsi, tapi tidak otomatis dirinya juga harus begitu, kecuali stikernya diganti: SAYA BUKAN KORUPTOR!!!

Saya ingat saat hingar bingar pilkada lalu di Surabaya ada stiker salah satu calon bertuliskan KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI, sementara banyak pihak tahu track record si calon. Tapi ya gitu deh, stikernya tidak salah, hehe..

Betapa banyak orang di sekeliling kita yang tidak satu antara kata dan perbuatan. Guru minta murid jujur, tapi kita juga tahu, banyak guru tak jujur. Ribuan guru terpaksa diturunkan pangkatnya karena tak jujur saat mengumpulkan karya tulis jiplakan di dokumen portofolio sertifikasi.

Jujur itu mudah, siapa bilang itu sulit :)

Salam Kejujuran
Mora

Nilai yang berbeda

Ada 3 kaleng coca cola, ketiga kaleng tersebut diproduksi di pabrik yang sama. Ketika tiba harinya, sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng coca cola dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian.

Pemberhentian pertama adalah supermaket lokal. Kaleng coca cola pertama di turunkan disini. Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng coca cola lainnya dan diberi harga Rp. 4.000.

Pemberhentian kedua adalah pusat perbelanjaan besar. Di sana, kaleng kedua diturunkan. Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500.

Pemberhentian terakhir adalah hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng coca cola ketiga diturunkan di sana. Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas. Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan. Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan besama dengan gelas kristal berisi batu es. Semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng coca cola itu, menuangkannya ke dalam gelas dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya Rp. 60.000.

Sekarang, pertanyaannya adalah :

Mengapa ketiga kaleng coca cola tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama.

Lingkungan Anda mencerminkan harga Anda.

Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP.

Apabila Anda berada di lingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari diri Anda, maka Anda akan menjadi cemerlang. Tapi bila Anda berada dilingkungan yang meng-kerdil-kan diri Anda, maka Anda akan menjadi kerdil.

(Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama) + lingkungan yang berbeda = NILAI YANG BERBEDA.

Salam Inspirasi
Zaenal Arief

So Easy to Get Happiness

Bagaimana kabar sahabat hari ini?

Di hari yang indah, mungkin ada sahabat yang sedang gembira karena baru saja mendapatkan rezeki atau menikmati hari yang penuh arti.

Di hari yang indah ini, mungkin juga ada diantara sahabat yang sedang berduka karena tertimpa musibah

Kegembiraan dan duka kesedihan adalah hal yang wajar terjadi dalam hidup kita.
Dengan Kegembiraan kita bisa menikmati indahnya kehidupan.
Dengan Kesedihan kita bisa menyadari bahwa bahwa kenikmatan dunia pun juga sesaat saja.

Namun dibalik kegembiraan dan kesedihan yang kita rasakan

Sudahkah kita bersyukur, atas keduanya?

Mungkin suatu hal yang wajar ketika manusia bersyukur ketika mendapatkan kegembiraan
Akan tetapi ketika duka kesedihan melanda, sudahkah kita bersyukur pula atas apa yang ada, karena walau kedukaan melandaa saat ini namun ketika sahabat masih mampu membaca tulisan ini yang sederhana, bukankah itu berarti masih ada nafas kehidupan yang wajib kita syukuri bukankah itu berarti masih ada peluang diri kita untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dalam hidup ini.

Oleh karena itu marilah kita berterima kasih kepada Nya atas apapun yang kita dapatkan di pagi ini baik itu kesenangan maupun kedukaan.

Karena kebahagiaan sejati justru ketika kita mampu menerima kesenangan dan kedukaan dengan keikhlasan penuh kesyukuran.

Entah kenapa tiba-tiba saya teringat dengan seorang guru yang pernah memberikan nasehat kepada murid-muridnya.

Dalam nasehatnya sang Guru berkata:

Wahai murid ku Jika dirimu ingin bahagia maka lakukanlah 3 hal ini :

1. Syukur
==========

Bersyukurlah kepada Allah atas apapun yang engkau dapatkan setiap harinya, bahkan ketika itu adalah musibah. Karena dirimu tidak pernah tahu hikmah dibalik musibah. Bisa jadi musibah malah menjadi berkah nantinya.

Tidak sedikit orang yang terkena musibah malah itu menjadi hidup baru baginya. Tidak sedikit orang yang terkena musibah malah membuat dia kembali kepada Tuhannya.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui"

Oleh karenanya bersyukurlah atas apapun yang kamu terima selama hidup di dunia,walau itu dengan memuliakan namanya dalam zikir sebelum aktifitas pagi engkau mulai.

2. Senyum

==========

Setelah dirimu bersyukur atas nikmat maupun duka yang ada. Maka jalinlah silaturahim dengan saudaramu. Dan Senyuman adalah sarana sederhana untuk mengikat tali silaturahim dengan orang yang melihat dirimu di pagi hari.

Ketika dirimu melangkah keluar rumah, biarkanlah senyuman dirimu memancarkan aura kebahagiaan kepada siapapun yang engkau temui.

Oleh karena itu maka Tersenyumlah , karena itu akan mempererat persaudaraan dengan siapapun yang engkau jumpa hari ini, dan bukankah silaturahim itu kelak menjadi sumber pemudah rizki yang akan datang kepadamu.

3. Sedekah
===========

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih," demikian Tuhan kita telah berkata didalam kitab-Nya

Ketika telah bersyukur dan silaturahim, maka lanjutkanlah dengan bersedekah dengan apapun yang kamu punya secara berkala. Lakukan setiap hari sehingga membuat rasa syukur mekar dan berkembang menjadi rasa bahagia

Mulailah sedekah dengan cara yang sederhana. Selembar uang yang dikirimkan melalui kotak amal secara berkala sebelum aktifitas dunia semoga itu menjadi permudah rizkimu nantinya.

Atau bahkan ketika tak selembarpun uang yang kau miliki hari ini, maka sungguh niatmu untuk bersedekat pastilah telah tercatat sebagai amalan oleh Sang Pencipta.

Teringat nasehat sang guru saya semakin yakin betapa indahnya hidup ini.
Kenikmatan dan Kedukaan adalah salah satu proses kehidupan.

Bersyukur sudah patut kita lakukan dalam keadaan suka maupun duka karena itu adalah suatu kunci kebahagiaan yang mudah dan nyata.

Bukankah Allah akan bahagia dengan orang-orang yang masih mau bersedekah disaat kesulitan menerpa?

Karena ketika mereka masih bersyukur dengan nikmat yang masih ada maka dengan bersyukur itulah pasti Allah akan menambah nikmat kepada mereka.

Mari kita biarkan aplikasi sederhana rasa syukur, sedekah serta senyuman senantiasa terpancarkan dalam hari-hari indah menatap kehidupan.


Salam berbagi senantiasa
A. Setiawan

Brain Story Part 2


Neuron

“Membaca adalah sebuah keterampilan yang sangat kompleks. Keterampilan itu melibatkan pendengaran, penglihatan, ingatan, dan ujaran.” PROFESOR SUSAN GREENFIELD

Mungkin karena kita sudah terbiasa membaca teks—meskipun kadang teks yang kita baca tidak kita maknai secara sungguh-sungguh—kegiatan membaca seakan-akan biasa-biasa saja. Padahal, kegiatan membaca adalah kegiatan yang luar biasa rumitnya. Ia banyak melibatkan fungsi-fungsi penting otak kita.

Tayangan menarik tentang kegiatan membaca yang rumit ini ditunjukkan oleh salah satu serial VCD Brain Story yang berjudul “Growing the Mind” (Menumbuhkembangkan Pikiran). Seorang anak bernama Cassie mengalami disleksia atau kesulitan membaca. Cassie kemudian dibantu oleh seorang psikolog untuk dapat memaknai apa yang dibaca.

Ketika saya menyaksikan tayangan tersebut, saya teirngat penafsiran Ustad Quraish Shihab atas makna “iqra’”. Menurut Ustad Quraish, “iqra’” tidak sekadar membaca atau mengeja huruf dan kata. Jika Anda diberi empat huruf yang terdiri atas huruf-huruf “a”, “y”, “s”, dan “a”—kira-kira apa yang Anda baca? Secara refleks, kita akan membaca susunan keempat huruf itu menjadi AYSA atau YASA, atau AYAS. Nah, menurut Ustad Quraish, “iqra’” kemudian akan bertanya kepada Anda, “Apa arti AYAS itu?”

Jika tak ada makna atas kata AYAS atau ketika kita membaca susunan itu dan kita tidak memahami apa yang kita baca, sesungguhnya kita belum “iqra’” meskipun kita sudah berhasil membaca. “Membaca dalam konteks iqra’ adalah menghimpun makna bukan sekadar huruf,” ujar Ustad Quraish lebih jauh. Keempat huruf itu harus Anda baca menjadi sebuah konfigurasi kata yang bermakna. Dan jika kita menggunakan metode “iqra’” dalam membaca, semestinya kita mengolah empat huruf itu sehingga muncullah kata SAYA yang sudah sangat kita pahami dalam khazanah kebahasaan kita.

Saya kemudian merenung dalam-dalam, “Itu baru membaca empat huruf. Bagaimana jika kita membaca buku dengan ketebalan 300 halaman?” Bukankah di dalam buku tersebut tidak hanya ada ribuan huruf, tetapi juga ratusan kata? Bukankah ratusan kata itu akan membentuk banyak sekali kalimat dan paragraf? Dan bukankah di sebuah buku akan kita jumpai sub-bab, bab, dan juga bagian-bagian yang mengelompokkan bab-bab tersebut. Bagaimana kita membaca-makna (“iqra’”) atas semua itu?

Neuron yang saling berkoneksi

“Selama bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk memahami cara kerja otak,” demikian Profesor Susan Greenfield menyampaikan narasinya. “Dengan kehadiran teknologi modern dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan saraf saat ini, sebuah dunia baru dalam penelitian otak terbuka dan pemahaman atas pikiran telah menjadi sebuah keniscayaan.” Dalam episode “Growing the Mind”, Profesor Susan Greenfield menyelidiki perubahan di dalam otak saat pertumbuhan dan perkembangan dari masa bayi hingga dewasa.

Tak berhenti di situ, Profesor Susan Greenfield juga menjelaskan pandangannya bahwa proses belajar, mengingat, dan menjadi individu yang unik seharusnya dapat dilihat sebagai proses adaptasi otak terhadap lingkungannya dari menit ke menit. “Otak (brain) atau benak (mind) akan tumbuh dan berkembang secara luar biasa jika pengetahuan dan pengalaman yang Anda jalani bermakna.

“Cara neuron berkoneksi yang kemudian dikonfigurasi sedemikian rupa dan diatur sepanjang hiduplah yang membuat setiap orang berkembang menjadi pribadi-pribadi yang unik,” tutur Profesor Susan Greenfield.

Salam
Hernowo

Brain Story Part 1

Koneksi antarsel-sel otak (neuron) hanya terjadi bila kita dapat menciptakan makna pada apa yang kita pelajari.
--DAVID A. SOUSA dalam, How the Brain Learns?

Pernahkah Anda membayangkan apa yang sedang bergolak di kepala Anda—tepatnya di otak Anda? Saya pernah. Itu berkat video Brain Story yang diproduksi oleh BBC. Video ini dibuat berseri. Pemandunya seorang ilmuwan ahli saraf otak, Profesor Susan Greenfield.

Ketika menikmati gambar-gambar yang diberi narasi oleh Profesor Susan, saya kadang tidak bisa berkomentar apa-apa selain membatin, ”Amazing!!!” Dalam salah satu seri videonya, saya menyaksikan bagaimana neuron-neuron itu berkembang akibat kegiatan belajar.

Bahkan, di video yang lain, dikisahkan ada seorang anak yang belahan otak kirinya cacat ketika lahir. Lewat bantuan belahan otak kanannya yang tidak cacat, si anak itu memperbaiki belahan otak kirinya. “Luar biasa,” batin saya sekali lagi.

Profesor Susan Greenfield mengenakan alat pemindai otak.

Coba Anda simak apa yang dikisahkan oleh Colin Rose dalam bukunya yang dahsyat, M.A.S.T.E.R It Faster (1999), berikut ini: “Pada saat tumbuh di rahim, embrio manusia yang berusia 12 minggu mampu mengembangkan sekitar 2.000 sel otak per detik. Lebah dewasa—yang dapat melakukan pekerjaan canggih seperti membangun sarang lebah, mengukur jarak, dan memberi isyarat mengenai letak serbuk sari kepada teman-temannya—memiliki sekitar 7.000 sel otak atau neuron. Itu sama dengan jumlah sel otak yang ditumbuhkan embrio manusia selama hanya 3 detik!”

Apakah Anda juga pernah mendengar istilah neurogenesis? Saya pernah membahasnya di catatan saya di fesbuk beberapa waktu lalu ketika menunjukkan pentingnya membaca secara mendalam (deep reading). Mari kita baca yang satu ini, ”Kemampuan otak untuk merespons perubahan lingkungan dengan melakukan pengkabelan (rewiring) otak berulang kali menunjukkan kelenturan otak (plasticity).

Profesor Susan Greenfield


”Kita akan segera mengetahui bahwa neurogenesis—melahirkan neuron-neuron baru—bisa terus terjadi sepanjang hidup kita.” Dahsyat bukan? Kalimat di atas saya peroleh dari sebuah buku yang terus menginspirasi saya hingga sekarang, Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak karya Jalaluddin Rakhmat, tepatnya di halaman 179.

Berbahagialah Anda yang terus belajar. Belajar tak mengenal batas waktu dan usia. Apalagi jika Anda berhasil mengisi hari-hari Anda yang kosong—dan di hari itu, Anda memang sedang tidak melakukan kegiatan apa-apa—dengan membaca dan menuliskan apa yang Anda baca.

Menurut sang pembedah otak Einstein, Marian C. Diamond, ”...neuron berkembang perlahan dengan cara meraih neuron lain yang memiliki ranting dendrit yang sama. Ketika kita menyerap informasi baru (lewat kegiatan belajar tentunya), dendrit kita membuat cabang-cabang baru. Setiap cabang ini akan mengembangkan lagi ranting-ranting lainnya...

Salam
Hernowo

Pendidikan Jaman Kolonial

(sebuah cerita)

Dalam sebuah seminar beberapa saat yang lalu, yang diselenggarakan sebuah sekolah tinggi ilmu keguruan dan ilmu pendidikan swasta di Jakarta, saya dapatkan sebuah film berdurasi sekitar 4 menit tentang pendidikan. Menurut saya, film dan pertanyaan yang diajukan oleh pemateri sangat menarik. Film ini bisa dilihat di link:http://www.youtube.com/watch?v=fweO3Sfsj1M. Atau search di youtube.com dengan key words :'education in colonial indonesia'. Saya sangat menganjurkan anda untuk menonton film itu dahulu sebelum membaca tulisan saya selanjutnya.

Film ini sebenarnya memberikan gambaran sekilas tentang pendidikan di Indonesia di jaman kolonial Belanda. Filmnya pun hitam putih dan tanpa suara (lagu latar merupakan tambahan). Di awal film terlihat deretan siswa yang saya tebak kemungkinan siswa SD, duduk manis tersenyum dan mendengarkan guru yang berbicara didepan kelas. Mereka duduk dengan aturan mebel berbaris ke belakang, sama seperti aturan duduk yang sekarang bisa anda lihat di kebanyakan sekolah. Ada yang mencatat dengan semacam papan tulis (berukuran kecil) dan kapur, ada yang sudah menggunakan kertas dengan pena yang selalu harus diisi ulang tinta. Para siswa mengikuti semua yang diajarkan murid, meniru apa yang diajarkan guru. Guru juga terlihat menggunakan papan kecil kau sebagai penunjuk. Untuk siswa yang lebih besar, ada yang sedang belajar tentang peta, menggambar dan praktek teknik (saya menebak ini adalah sekolah yang setara dengan STM sekarang ini). Sungguh menarik menontonnya, karena selama ini saya hanya tahu dari apa yang tertulis dalam buku sejarah yang tidak terlalu detil.

Saat itu kami diminta untuk menonton film ini dengan seksama dan kemudian mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaannya adalah "apa perbedaan dan persamaan mengenai gambaran pendidikan Indonesia sekarang dengan yang ada di film tersebut". Waktu itu saya berkesempatan untuk mendiskusikannya dengan beberapa teman saya. Kami jadi asyik berdiskusi untuk beberapa saat. Ketika kemudian film ini dibahas, ada beberapa orang yang menyatakan pendapatnya bahwa pendidikan sekarang ini sudah jauh berbeda dengan yang terlihat di film tersebut.

Hmmm... rasanya saya dan teman diskusi saya saat itu kurang setuju dengan pendapat tersebut. Entah bagaimana, kami merasa bahwa yang ada gambaran pendidikan jaman kolonial tersebut masih lebih banyak kemiripannya dengan gambaran pendidikannya sekarang ini. Contohnya anak-anak yang meniru apa yang diajarkan guru, sama persis; siswa duduk manis di bangkunya dan guru dengan metode ceramah memberikan materi di depan kelas; sangat sedikit siswa (bahkan tidak ada) yang bertanya dalam kelas. Kalau saya meminjam istilah yang sering digunakan Indra Lesmana saat menjadi juri sebuah reality show, maka saya merasakan "feel" yang sama setelah menonton film dengan gambaran kondisi pendidikan Indonesia (kebanyakan) sekarang.

Mengenai perbedaannya, yang mungkin terlintas saat itu adalah bajunya yang berbeda. Sekarang siswa kebanyakan sudah memakai seragam sedangkan siswa jaman dulu belum. Setelah beberapa saat saya berpikir hal lain yang berbeda adalah tulisan siswanya. Jika kita amati dan ingat-ingat, tentu kita sadar bahwa tulisan kakek dan nenek kita sangat bagus dibandingkan dengan tulisan anak-anak jaman sekarang. Saya pikir hal ini berkaitan dengan bentuk pulpen jaman dulu yang memerlukan penulisan yang bersambung dan tidak putus.

Tetapi, saya tidak akan membandingkan adanya perbedaan yang disebabkan oleh kemajuan teknologi, seperti misalnya sekarang siswa sudah menggunakan pulpen dibandingkan dengan dulu yang menggunakkan pena tinta isi ulang; pembelajaran di kelas sudah banyak menggunakan ICT. Alasan saya tidak ingin membandingkan hal yang berkaitan dengan kemajuan teknologi karena nantinya saya seperti membandingkan buah duku dengan durian, yang memang sama sekali 2 hal yang berbeda.

Kemudian pemateri memberikan pendapat tambahan persamaan film tersebut dengan gambaran pendidikan sekarang ini, yaitu bentuk mebel dan pengaturan tempat duduknya! Saat pemateri mengatakan hal tersebut, darah saya seperti berhenti mengalir. Bener banget!!! Sejak jaman kolonial sampai sekarang pengaturan posisi duduk siswa (bahkan sampai mahasiswa) juga masih seperti itu. Sebaris bangku, 4 deret ke samping. Lalu terlintaslah pertanyaan dikepala saya, `kenapa ya pembelajaran sekarang masih menggunakan pengaturan mebel seperti itu? Padahal hal yang seperti itu sangat mudah bagi guru untuk merubahnya'. Ini jadi pelajaran berharga buat saya, karena setelah saya renungi, saya juga masih jarang mengubah aturan mebel kelas saya dan membiarkannya seperti itu. Dan kebetulan saya diberikan kesempatan untuk mengajar beberapa kelas, dan saya mencoba mengubah aturan mebel tersebut. Yang terkejut dengan hasilnya ternyata bukan hanya saya, siswa saya pun bertanya-tanya mengapa saya melakukan hal tersebut. Saya merasa bahwa aturan mebel kelas ternyata bisa membuat siswa saya lebih aktif (saat itu saya mencoba dengan duduk melingkar untuk diskusi kelas). Kenyataan seperti ini telah membuat saya untuk berniat terus mencoba aturan mebel lainnya. Sesuatu yang sangat sederhana, yang sepertinya tidak memerlukan banyak biaya untuk mengubahnya, tetapi ternyata berdampak cukup berarti bagi siswa saya.

Persamaan yang cukup mengganggu saya juga adalah adanya kenyataan bahwa main stream pendidikan sekarang masih menggunakan metoda didactic learning, dengan guru banyak berceramah didepan kelas. Sama persis dengan keadaan pendidikan lebih dari 100 tahun yang lalu. Padahal sudah begitu banyak metoda yang berkembang dan paradigma pun sudah berpindah. Paradigma yang saya maksud disini adalah paradigma bahwa pendidikan seharusnya berfokus pada siswa atau student center, bukan lagi berfokus pada guru atau teacher center. Saya yakin paradigma ini juga diajarkan pada universitas pendidik calon guru. Tetapi, kenapa ya, pada kenyataannya prakteknya tidak dijalankan? Apakah metoda ceramah ini sangat efektif dalam pembelajaran dan mampu membuat siswa berpikir ataupun melakukan pembelajaran aktif.

Kok, rasanya tidak ya. Jadi saya menarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang terjadi antara lembaga pendidik calon guru dengan praktek pembelajaran di dalam sekolah itu sendiri yang membuat guru menjadi kembali lagi ke metoda lama seperti ceramah dan didactic learning lainnya.

Jika kita menilik lebih jauh mengenai sejarah Indonesia, saya jadi bertanya-tanya, `apa sebenarnya esensi pendidikan jaman kolonial Belanda?'. Saya memang belum mendapatkan buku sejarah yang secara gamblang menyatakannya (mungkin karena buku yang saya baca tentang sejarah negeri sendiri masih kurang), tetapi sepertinya Belanda ingin `mendidik pribumi' untuk dijadikan `buruh' semata. Walaupun kita juga tidak boleh melupakan, bahwa Belanda membuka sekolah dan mengirim pribumi melalui beasiswa ke negeri mereka dalam rangka politik etika, atau politik balas budi. Tetapi sebenarnya mereka tidak benar-benar ingin penduduk jajahannya untuk berkembang dan menjadi `pintar dan bisa berpikir'. Sedangkan kita sudah bukan lagi di jaman kolonial. Tentu saja tujuan pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi mengapa cara-cara pembelajarannya masih mirip dengan saat pembelajaran saat kolonial dulu?

Wow, ternyata dari hanya sebuah film hitam putih tanpa suara berdurasi sekitar 4 menit sudah bisa membuka diskusi yang sangat menarik. Dan saya yakin, sebenarnya jika film dan pertanyaan diatas benar-benar dijadikan topik diskusi maka obrolannya akan menjalar kemana-mana dan sangat bisa jadi tidak habis dibahas 3 hari 3 malam.

Demi kemajuan pendidikan Indonesia, kita harus mencoba berbuat sesuatu untuk merubahnya, dan perubahan tidak akan dimulai jika kita tidak memulainya dari diri kita sendiri.

Salam Pendidikan,
Dona

Wanita Tercantik di Dunia

Dengan kecantikanmu, engkau lebih elok daripada matahari; dengan akhlakmu, engkau lebih wangi daripada harum minyak misik; dengan rendah hatimu, engkau lebih tinggi daripada bulan; dan dengan kelembutanmu, engkau lebih halus daripada rintik hujan. Maka, jagalah kecantikan itu dengan keimanan, kerelaanmu dengan rasa puas diri, dan harga dirimu dengan jilbab.

Ketahuilah bahwa perhiasanmu bukanlah emas atau perak, tetapi dua rakaat menjelang Subuh, dahagamu di tengah hari yang panas karena puasa, derma yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah, air mata tobat, sujud panjang di atas sajadah, dan malu kepada Allah ketika terdorong bisikan nista dan ajakan setan. Pakailah pakaian takwa, engkau akan menjadi wanita tercantik di dunia, meski bajumu terkoyak. Kenakanlah mantel kesantunan, agar engkau menjadi wanita tercantik di dunia walau tanpa alas kaki.

Tak Ada Waktu 'tuk Banyak Bicara

Tinggalkan debat kusir dan jangan terlibat dalam diskusi yang tidak ada ujung pangkalnya tentang masalah yang bersifat mungkin. Hal itu akan membuat hati menjadi sempit dan nurani menjadi kotor. Janganlah engkau memaksakan satu pendapat pada orang lain. Tetapi, keluarkanlah idemu dengan santun, tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak mengumpat.

Jauhilah banyak membantah dan banyak mengritik. Hal itu akan membuat ketenangan hatimu hilang dan membuat citramu tidak baik. Ucapkanlah kalimat yang sopan dan penuh cinta jika kamu ingin menarik hati dan jiwa orang lain.

Beberapa hal yang seringkali menyebabkan kesedihan dan kegundahan adalah menganggap orang lain tidak ada, menekan mereka, mencela mereka dan meremehkan mereka. Hal-hal tersebut dapat menghilangkan pahala, dapat mengumpulkan dosa untukmu dan menimbulkan perasaan tidak tenang.

Karenanya, sibukkanlah dirimu dengan membenahi aibmu ketimbang mencari-cari aib orang lain. Sesunguhnya Allah tidak menciptakan kita sempurna dan terjaga dari dosa. Setiap kita pasti menanggung dosa dan aib sendiri-sendiri. Berbahagialah mereka yang sibuk memperbaiki diri sendiri ketimbang repot memperhatikan dan mencari aib orang lain.