Minggu, 27 Desember 2009

Kisah Anak Nusantara

(sebuah cerita)

Shahabatku yang baik… Izinkan pengawalan kalimat dengan doa Syukur dan keselamatan bagi kita bersama. Terkhusus dihari spesial ini, Doa ampunan,Cinta dan Kasih Sayang terlimpahkan untuk Ibu yang telah melahirkan kita. Kepada kaum ibu. Sungguh kami tak kan mampu membalas jasamu...

Kemarin sore, sepulang dari Cimahi. Dalam Bus Bandung-Bogor. Saya menyaksikan acara Kisah Anak Nusantara di Trans 7. Kisah yang sungguh amat menginspirasi bagi saya, Tidak tau bagaimana dengan Anda ? Sebut saja namanya Danu. Seorang anak berusia remaja masih sedang menuntut ilmu di Sekolah Dasar.

Setelah pembagian raport semesteran. Danu pulang dengan penuh kebahagiaan, menyampaikan kepada Ibunya, bahwa ia mendapat nilai terbaik. Satu persatu Danu sebutkan. ”PPKN aku 8 mak, Matematika aku 8 Mak, Bahasa Indonesia Aku 9 Mak... Aku mau terus sekolah mak, mau jadi orang pinter..”

Ibu Danu diam, dengan wajah sedih. Berat baginya menyampaikan kepada Danu.
”Semester depan, ibu gak sanggup bayar lagi SPP kamu nak...” belum selesai ibunya berkata, Danu menimpal ” Apa Mak? Danu gak sekolah lagi. Danu masih ingin sekolah terus mak. Danu mau sekolah terus. Danu mau jadi orang pintar”...

Keesokan harinya. Danu membantu ibunya dengan menjual kayu bakar kewarga desa. Hasil penjualannya dia gunakan untuk makan dan juga dia sisihkan untuk tabungan sekolahnya. Setiap selesai jual kayu bakar, dia menyampaikan IMPIANnya kepada orang lain. Kalau dia mau melanjutkan terus sekolahnya.

Sampai ada seorang bapak yang dia temui, menyampaikan niat dan impiannya, bertanya kepada Danu. ”Mau menjadi apa nanti kamu Danu?”; ”Saya mau menjadi dokter pak...” ” Seperti Habibie yang buat pesawat terbang itu ?” sahut bapak tua. Kemudian Danu menjelaskan ”Bukan pak, Dokter itu yang bekerja di Rumah Sakit. Saya mau jadi Dokter, biar bisa mengobati dan merawat ibu nanti. Coba kalau almarhum Ayah dibawa ke rumah sakit, tentu bapak sembuh dan gak meninggal ”...

Sungguh Danu memiliki impian yang hebat. Dia punya cita-cita menjadi dokter dengan alasan yang sangat kuat. Alasan jelas dengan Visi yang jelas. Ingin membantu, mengobati dan marawat orang lain.

Sementara, entah kisah ini fiktif atau realita. Saya yakin, masih banyak di Nusantara, semangat Danu yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia. Dimana mereka bermimpi untuk meraih bintang-bintang Kejora mereka. Hidup adalah untuk menjadi orang yang bermanfaat. Seperti yang sedang dan kita lakukan sekarang...

Bispun memasuki padalarang, sang kondektur kemudian mematikan tv demi kenyamanan penumpang. Barangkali ada yang ingin istirahat. Apakah Danu mencapai Cita-citanya? Mungkinkah ada yang membantu Danu mewujudkan IMPIANnya?

Salam
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I
081511448147
Motivator & Trauma Therapist

Senin, 21 Desember 2009

Iqra'

I
Belajar

"Dewasa ini, kaum muslim terpangkas dari tradisi intelektual mereka, dan, konsekuensinya, kaum muslim kehilangan etos pengetahuan maupun landasan moral dan intelektual mereka." Padahal, "Pesan Islam dimulai dengan sebuah buku (Al-Qur´an): sebuah buku yang mengandung visi moral dan kebaikan yang luar biasa."

Itulah gugatan sekaligus tangis Khaled Abou El Fadl yang diungkapkannya dengan getir dalam Musyawarah Buku (2001).

Harus diakui, setelah mengalami zaman keemasan, terutama sepanjang abad ke-8 hingga abad ke-13, peradaban Islam mengalami kemerosotan luar biasa. Kehancurannya secara fisik ditandai dengan pembantaian manusia dan penghancuran buku-buku oleh Hulagu dan bala tentara Mongolnya yang membinasakan Baghdad pada 1258. Sesudah itu, umat Islam terbenam dalam kegelapan akibat kebodohan, fanatisme, dan perang saudara. Kondisi itu, berlangsung hingga sekarang.

Sementara itu, bangsa-bangsa di Barat, dalam semangat membebaskan diri dari kegelapan, mencari segala macam ilmu (kimia, fisika, filsafat, biologi, kedokteran, geografi, hukum, astronomi, matematika) ke dunia Islam. Mereka menyerap ilmu yang dikembangkan oleh para "raksasa ilmu": Jabir bin Hayyan, Ibnu Al-Haytsam, Al Kindi, Ad-Damiri, Zakariyya Ar-Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Majid, Al-Farghani, Al-Khawarizmi dan banyak lagi. Dan mereka berhasil: menguasai dunia, hingga sekarang.
*
Belajar adalah perintah Tuhan bagi umat manusia. Itulah wahyu pertama yang diberikan kepada Muhammad di Gua Hira: "Iqra´, Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. " (QS 96. Al-'Alaq, Segumpal Darah). Dalam sejumlah hadist, Nabi Muhammad saw kemudian menjelaskan betapa indah dan mulianya apabila manusia mau menuntut ilmu.

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim."
"Tidak pantas bagi orang bodoh mendiamkan kebodohannya."
"Ilmu itu laksana lemari (yang tertutup rapat) dan kunci pembukanya adalah pertanyaan. Oleh sebab itu, bertanyalah kalian, karena sesungguhnya dalam tanya-jawab diturunkan empat macam pahala, yakni: untuk yang bertanya, untuk orang berilmu (yang menjawab pertanyaan), untuk para pendengar, dan untuk orang yang menyintai mereka."

Bukan cuma itu. Nabi juga memberikan jaminan:
"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mempermudah baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena ridhonya dengan apa yang mereka perbuat.
Sesungguhnya orang yang berilmu itu dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit dan yang ada di bumi, termasuk ikan dalam air. Dan kelebihan orang berilmu dari orang yang beribadah (tanpa ilmu) itu adalah bagaikan kelebihan bulan dari seluruh bintang yang lain."

Nabi pun memberikan janji yang teramat indah:
"Barangsiapa yang kedatangan maut saat menuntut ilmu, maka ia akan betemu dengan Allah. Dan tiadalah batas antara dia dengan para nabi, melainkan hanya derajat kenabian."
*
Tetapi, Nabi juga memberikan peringatan:
"Barangsiapa mencari ilmu bertujuan untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau mencari perhatian manusia, dan mencari kedudukan, maka kelak dia berada di neraka."
Jangan biarkan usia, detik, dan hidup kita berlalu tanpa upaya belajar.

=====================================================================================

II
Anak

"Sekarang ini, di mana pun di dunia ini, tak ada orang dewasa yang mengetahui apa yang diketahui anak-anak." -- Margaret Mead (1901-1978), antropolog.

Bapak, Ibu, lepaskanlah anak-anak panah itu dari busurmu, biarkan mereka melesat, ke arah kiblat. Maka, seperti kata Gibran, selesailah tugasmu. Tidak lebih. Tidak kurang. Jika lebih, mereka akan jadi sumber fitnah, atau berhala -- menduakan yang Esa. Jika kurang, anak bisa jadi bencana, bagi keluarga dan masyarakat. Maka, jangan ambil apa yang bukan bagianmu -- yang sudah jadi ketetapan Tuhan. Maka, jangan tinggalkan apa yang menjadi tugasmu: beranak-pinak, melanjutkan fitrah khalifah, dan mensyukuri nikmat Allah.
*
Menurut peta genetik, setiap manusia, antara lain, memiliki Kromosom 6 (Kecerdasan) dan Kromosom 7 (Naluri), di samping 20 kromosom lainnya. Tingkat kecerdasan anak lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi semasa ia dalam kandungan. Pengaruh itu tiga kali lebih besar dibandingkan dengan apa pun yang dilakukan oleh orangtuanya setelah anak itu lahir.

Adapun naluri, adalah instrumen yang menjadi tumpuan utama bagi lahirnya peradaban manusia. Penelitian Noam Chomsky dan Steven Pinker membuktikan: peranan naluri yang paling menakjubkan adalah dalam hal kemampuan berbahasa bagi manusia. Selain itu, hubungan cinta romantis dan keyakinan religius lebih dipengaruhi oleh naluri ketimbang oleh tradisi.
*
Anak-anak memang harus diajari iqra, membaca dan menulis, agar berilmu, mencapai kemuliaan, dan beroleh sayap malaikat. Tetapi, sekolah dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda. Seperti kata filsuf dan pendidik dari Amerika, John Dewey (1859-1952), "Sekolah, pertama-tama, adalah institusi sosial." Dan pendidikan? "Pendidikan, adalah proses dari kehidupan, dan bukan persiapan untuk kehidupan di masa depan."
Itulah kurikulum yang diberikan oleh Kepala Sekolah di Tomoe Gakuen, untuk murid yang paling berbahagia: Totto-chan. Para orangtua dan guru, bacalah buku karya Tetsuko Kuroyanagi itu. Biarkan kehidupan berproses secara alamiah. Biarkan anak-anak bermain sambil belajar, dan belajar sambil bermain. Dan, kalau mereka dewasa nanti, ikuti hadis Nabi: ajari mereka berkuda, dan memanah.
*
Biarkan anak-anak menjadi dirinya sendiri, dan bukan menjadi apa yang diinginkan kedua orangtuanya. Filsuf Prancis, Jean Jacques Rousseau (1712-1778) menyatakan, "Manusia dilahirkan bebas, dan di mana-mana ia terbelenggu. " Maka, para orangtua yang ingin dan memaksa anaknya menjadi "ini" dan "itu" -- dan bukan menjadi dirinya sendiri -- mungkin tak menyadari bahwa ia sesungguhnya telah memborgol makhluk titipan Tuhan itu.

=====================================================================================

III
Makna

Sekitar 11 abad sebelum kenabian Muhammad saw, Aristoteles, filsuf besar Yunani terakhir dan paling bepengaruh - setelah Socrates dan Plato -- lahir di Stagyra, Thrace pada 384 SM. Guru Aleksander Agung - di sekolah Lyceum yang didirikannya - itu, telah membuka lebar-lebar "lemari ilmu" dengan kunci-kunci pertanyaan yang lebih dalam.

Ia melakukan iqra tidak hanya secara spiritual dan asumtif. Dalam membaca rahasia alam, ia melakukan penelitian dengan pembuktian empiris - sebuah metode dasar bagi kajian ilmiah. Ia membedah sekitar 500 binatang laut, mempelajari anatomi, ciri, tanda, sifat dan habitatnya secara rinci. Ia membuat klasifikasi, yang membedakan yang satu dengan yang lain.

"Bapak Empirisisme" sekaligus "Bapak Klasifikasi" itu menyatakan, dasar dari semua argumen adalah silogisme: Logika merupakan alat untuk mempertajam pencarian pengetahuan. Kemudian, logika membawanya pada penelitian struktur bahasa. Ia membedakan antara pengetahuan mengenai arti kata-kata dan pengetahuan mengenai pertimbangan yang disusun dengan menggunakan kata-kata itu.

Aristoteles menyimpulkan sepuluh pokok yang bersifat umum dan berbeda-beda (dalam pembicaraan) : Kategori-kategori yang ditetapkannya ini memiliki arti kata-kata dalam dirinya sendiri: Substansi, Kualitas, Kuantitas, Relasi, Tempat, Waktu, Posisi, Keadaan, Aksi, Afeksi.

Secara ringkas bisa dikatakan, semua itu dilakukan Aristoteles untuk mencari satu hal: makna. Makna jagat raya bagi manusia, makna manusia bagi alam semesta, dan makna manusia bagi seluruh kehidupan yang berlangsung di sekitarnya.

Empirisisme, klasifikasi, silogisme, kategorisasi, itulah rangkaian langkah yang dilakukan Aristoteles dalam proses mencari kebenaran, menuju kebermaknaan. Baginya - sambil mengritik gurunya, Plato -- "menjadi" lebih bermakna dari hanya sekadar "ada." Atau, dalam ungkapan sang "Bapak Filsafat Modern" Rene Descartes (1596-1650), kebermaknaan diri dan eksistensi manusia ditentukan oleh ide-idenya: "Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada)."
*
Seperti yang dibuktikan oleh Aristoteles dan Chomsky, bahasa adalah kunci penting bagi penentuan kualitas kemanusiaan. Sehingga, setiap bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat utamanya, harus terstruktur dengan baik, logis, dan benar. Jika itu terabaikan, maka komunikasi akan kehilangan fungsinya sebagai jembatan penghubung, dan gagal menyampaikan makna. Kita memiliki ungkapan yang indah dan penuh makna: "Bahasa menunjukkan bangsa." Itu artinya, tanpa bahasa, tak ada bangsa. Tanpa makna, kemanusiaan tidak bermutu.

=====================================================================================

IV
Sentra

Metode Sentra yang dikembangkan oleh Pamela Phelps di Florida, dan secara kreatif diadaptasi Ibu Wismiarti dan diterapkan di Sekolah Al-Falah di Jakarta sejak 13 tahun lalu, adalah metode yang, melalui tujuh lingkaran sentra, secara ajeg dan berkesinambungan, membangun kesadaran kebermaknaan pada anak. Sejak usia dini, anak, antara lain, diajak melakukan -- seperti Aristoteles - klasifikasi, dengan memahami warna, bentuk, ukuran, ciri, tanda, sifat dan habitat setiap makhluk hidup dan benda-benda.

Menurut hemat saya, hanya dengan itu, dengan kesadaran pada kebermaknaan, dengan melakukan metode pencarian a la Aristoteles - artinya, kita mundur 25 abad! -- Kita bisa memperbaiki kualitas dan eksistensi kita sebagai insan kamil. Mencapai kondisi, sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad saw: keindahan dan kemuliaan sebagai manusia.

Untuk itu, ideologi, filosofi, paradigma dan sistem pendidikan kita yang terlalu lama menimbulkan keluh-kesah dan kritik dari berbagai kalangan, karena tidak tentu arahnya, harus segera diubah. Sebab, mengutip pakar pendidikan Prof. Winarno Surakhmad, pendidikan nasional kita hanya menggiring bangsa Indonesia pada "tragedi nasional." Padahal, sebagaimana ditulis dalam bukunya yang baru terbit, Pendidikan Nasional, Strategi dan Tragedi dan diulas oleh Darmaningtyas di Kompas (18/10): "Pendidikan adalah potensi pembuat cetak biru masa depan yang dikehendaki dan direncanakan, bukan sekadar masa depan yang kebetulan dan tiba-tiba menyerbu. Pendidikan hari ini harus mampu mengembangkan segala potensi untuk generasi sekarang, tetapi tetap memungkinkan generasi berikutnya untuk lebih lanjut membangun masa depan mereka. Pendidikan hari ini adalah usaha membangun masa depan."

Darmaningtyas - anggota Majelis Luhur Taman Siswa di Yogyakarta - menggambarkan: "Pak Win selalu menekankan pentingnya pendidikan yang bermakna daripada bermutu. Sebagai contoh, kemampuan berbahasa Inggris secara fasih itu mencerminkan mutu pendidikan. Akan tetapi, kemampuan itu belum tentu bermakna bila setiap hari anak itu berkomunikasi dengan bahasa daerah."

"Pada pemandangan lain, guru yang seharusnya menjadi ujung tombak perbaikan sistem juga tidak dapat diharapkan banyak. Mayoritas guru masih terhalang berkarya untuk menciptakan kehidupan yang berkualitas, terpasung dalam lingkungan kerja yang berbasis konvensional, masih diatur oleh birokrasi dengan paradigma status quo, serta masih terombang-ambing dalam gejolak yang tidak menentu. Wajar bila Pak Win pesimistis jika guru dapat diharapkan memanusiakan, membudayakan, dan mengindonesiakan anak bangsa, kalau guru pun tidak pernah menikmati diperlakukan demikian."

Maka, sekali lagi, menurut hemat saya, kunci bagi perbaikan dunia pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah: ubah paradigma pendidikan, sekarang juga!

Semua perubahan itu, hanya bisa dan harus dimulai dari sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang tidak menganggap murid sebagai peserta didik pasif, patuh dan pengekor. Ubah paradigma yang memerosotkan fitrah manusia itu dengan paradigma baru: yang menempatkan murid sebagai tokoh utama, aktif, pionir, pencari ilmu, pencari makna dan jatidiri.

Harus dibangun sistem pendidikan yang benar (menjaga dan meningkatkan kualitas manusia sebagai ciptaan yang memiliki segenap fitrah Allah); tepat (memotivasi dan membangun seluruh potensi anak didik - otak kiri dan otak kanan serta seluruh fungsi motoriknya -- sesuai dengan tahap usia perkembangan anak; tanpa menyuruh, melarang dan menghukum); dan terpadu (dengan keterlibatan penuh dan kerjasama antara anak-orangtua- guru-lingkungan) .

Hanya dengan sistem pendidikan seperti itu, kita bisa melahirkan generasi baru Indonesia yang maju, bermartabat, berdaulat, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, berani, dan kreatif.

Perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw, "Iqra!" adalah perintah untuk melaksanakan pendidikan. Karena, pendidikan adalah pintu bagi peradaban. Dan peradaban adalah penentu kualitas kebudayaan sebuah bangsa. Penentu kualitas umat manusia.

Salam
Yudhistira ANM Massardi
Makalah untuk Konferensi Pendidikan & Lokakarya: "Learning with Meaning"
di Hotel LeMeridien Jakarta, 23-25 Oktober 2009

Dunia Aneh dalam Menulis

Siapa bilang menulis bukan merupakan kebutuhan? Nyatanya sebagian besar penduduk negri ini, notabene menyukai yang namanya tulis-menulis. Mulai ibu-ibu yang mencatat belanjaan, bapak-bapak yang mendata gaji, anak-anak sekolah, mahasiswa bahkan santri. Maka, menulis bukan menjadi hal yang asing lagi untuk manusia yang sudah mengenal perabadaban ini.

Namun, dari sekian orang yang memiliki hobby tak sadar soal tulis menulis ini, siapakah yang memiliki tekad untuk menjadi ‘PENULIS PRODUKTIF dan tak sekedar KONSUMTIF”. Artinya tak sekedar menulis asal, tapi menulis secara sistematis supaya lebih mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain. Proses memahami dan dipahami ini akan menjadi proses yang sangat menarik dalam dunia tulis menulis. Do you want to know? Simak kajian berikut ini,

***

Sebuah sekolah terfavorti di Salatiga pernah geger. Lantaran seorang siswa pintar sekaligus cerdas bernama Izza Ahsin Sidqi, dengan penuh keyakinan rela memutuskan diri untuk tidak meneruskan sekolah. Bukan karena tak bisa bayar uang SPP, atau karena minder, justru ia sedang menegaskan pada diri sendiri bahwa ia mau menjalani hidup dengan imaginasi dan ekspresi bebas beserta inovasi yang tak terbatas ruang dan waktu.

Pemberontakan yang terang-terangan itu tak hanya membuat guru atau orang tuanya bingung. Namun Salatiga bahkan Indonesia turut geleng-geleng atas fenomena yang tak lazim ini. Bagaimana mungkin, di saat ribuan siswa sedang tegang-tegangnya menghadapi Ujian Nasional, sosok yang kerap dipanggil Izza ini malah rela keluar sekolah secara cuma-cuma. Tak tanggung tanggung lagi! Bayangkan, tiga bulan sebelum ujian terselenggara dirinya hengkang dari dunia sekolah.

Izza mengaku sudah tak bisa menikmati suasana belajar yang selama ini sesungguhnya sudah amat sangat menekan jiwanya. Maka di saat kepenatannya memuncak, pernyataan tegaspun akhirnya dikumandangkan dihadapan kedua orang tuanya. Bahwa ia sudah tak lagi mau bersekolah. Dan bagai diguyur badai ombak, kedua orang tuanya seperti tak siap menerima pernyataan yang demikian menohok itu. Bagaimana tidak, orang tuanya saja guru, masa anaknya tak mau sekolah? Bagaimana kiranya tanggapan masyarakat melihat keadaan yang ganjil ini?

Namun, apapun yang terjadi, Izza tetap besikeras untuk tak mau menjamah lantai sekolah lagi. Dengan segala apa yang bisa ia lakukan, segenap hati, segenap jiwa, ia berusaha meyakinkan kedua orang tuanya. Bahwa ia punya cita-cita besar untuk kehidupan yang ia rasa akan lebih baik.

Semenjak itu (juga semenjak orang tua bersedia memahaminya) kehidupannya mulai berubah. Hari-harinya diisi dengan baca tulis, baca tulis, dan baca dan menulis.
Kamarnya saja sudah layaknya perpustakaan pribadi. Orang pasti melongo melihat suasana ruangan yang heboh seperti itu. Buku-buku bertebaran kemana-mana. Bahkan sempat hampir memenuhi setiap inci lantai. Tapi begitulah Izza, begitulah penulis yang sudah mulai menemukan nyawanya dan merentaskan dahaganya. Buku dan tulisan-tulisan menjadi sahabat setia yang bersedia memahaminya.

Lalu, seberapa asyikkah menulis sehingga membuat pemuda yang masih berumur belasan tahun ini rela mengeksplore berbagai pengetahuan setiap harinya? Mengapa pula di saat orang-orang berkelakar bahwa anak Indonesia memiliki minat baca yang rendah, ia justru memiliki semangat tak terbantahkan untuk berdiskusi dengan beragam ilmuwan lewat buku-buku tebal yang berjejal di rak-raknya. Dan mengapa pulakah anak seusia itu sudah bersedia untuk mencoba bersahabat dengan pikirannya sendiri di setiap waktu? Lalu, seberapa menariknyakah menulis itu sehingga dalam keadaan frustasi, limbung dan tertekan (karena cibiran akibat keluar sekolah), ia telah mampu menghasilkan karya yang dipublikasikan dan diterima oleh publik? Adakah sesuatu yang menjadikannya mampu begitu?

”Bukan kemampuan, melainkan pilihan kitalah yang menunjukkan siapa diri kita, dan membedakan kita dengan orang lain,” tutur Izza dalam bukunya Write, Read and Imagine 2. Sebuah buku yang akhirnya diterbitkan secara mandiri karena tak mau dimanipulasi penerbit.

Rupanya selain radikal, Izza juga selektif dan amat idealis juga kritis. Mungkinkah ini lahir karena kesungguhannya menyelami dunia baca yang membuatnya sering berdialog dengan orang-orang penting yang pernah dimiliki dunia?

***

Cerita singkat soal Izza tadi hanya salah satu dari sekian banyak contoh manusia-manusia yang mendedikasikan dirinya di dunia perenungan atau dalam hal ini ”tulis menulis”. Seberapa menariknyakah dunia kata itu sehingga ada yang rela menghabiskan sepuluh jam untuk membaca juga menulis?

Bayangkan saja, Izza punya jadwal menulis dari jam 13.00 sampai subuh. Kemudian, Rendy Jean Satria, seorang penyair muda asal Jakarta, memiliki jadwal baca mulai jam dua malam hingga jam duabelas siang. Dan yang tak kalah menarik, teman kami, Maia Rasyida, seorang yang mengaku sufi perempuan (alias suka film) asal Salatiga ini, saking gandrungnya di dunia kata, sampai-sampai seperti tak ada hari tanpa merajut kata. Sehingga dalam folder-folder di folder pribadinya, tak heran kalau akhirnya juga penuh deretan kata-kata.

Syair-syairnya, sajak, novel, cerpen, opini, ungkapan jiwa, gemeratak hati, pemikirannya, karya-karya besarnya, dan lain-lain nampak mewarnai komputer-komputer yang berjejal di sekolah. Karya-karyanya pun baik dalam bentuk buku maupun yang telah beredar di media cetak sudah melanglang buana di tingkat lokal dan Nasional.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa dunia kata adalah dunia yang menarik bagai mereka yang ingin mengenali diri sendiri (meski tak sepenuhnya). Karena lewat kata yang kita rangkai-rangkat, kita akan lebih paham tentang pemikiran kita, juga apa yang ada dalam diri kita.

Berpikir dan menulis akan menghasilkan sebuah kontemplasi yang menarik. Berpikir saja tanpa mau menulis hanya akan membuat otak sengsara, karena pikiran kita cepat sekali bergerak dari pikiran satu ke pikiran yang lain. Jika kita berlatih untuk menuliskan apa yang kita pikirkan, maka Insya Allah banyak permasalahan yang sebelumnya berbelit-belit dalam otak menjadi lebih eksplisit alias GUAMBLANG.

MULAI DARI MANA

Mulailah dari niat. Karena akan sangat berbeda rasanya, antara menulis dengan disertai niat menjadi penulis dengan menulis tanpa disertai niat apapun. Ketika niat sudah ditetapkan, maka tekad bisa pelan-pelan kita bulatkan sejalan dengan keyakinan kita yang terus kita pupuk bahwa KITA BISA. Lalu klaim diri kita sendiiri, bahwa AKU INI PENULIS.

Kalau sudah begitu, maka motivasi akan terbangun. Dan diri kita akan berusaha mencari hal-hal yang membuat kita semangat menulis. Untuk menunjukkan pada diri kita sendiri bahwa ”AKU BENAR-BENAR PENULIS,” (meskipun belum ada orang lain yang menganggapnya begitu, Hihi)

Proses awal pembangkitan percaya diri adalah pengklaiman diri sendiri. Karena mengklain diri sendiri sebagai penulis, ternyata bisa membuat diri kita tergerak untuk harus suka membaca meskipun awalnya dipaksa-paksa. Setelah itu kita tergerak pula untuk rajin mencatat kejadian-kejadian berharga setiap hari, bersambung dengan menuangkan pemikiran-pemikiran yang kita pikirkan. Lalu, karena merasa jadi penulis, kita jadi terdongkrak untuk menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan ringan atau yang berat (meski pada awalnya hanyalah menurut pendapat sendiri).

Setelah itu, karena (lagi-lagi) kita adalah penulis, maka jangan salahkan kalau kemudian kita tergerak untuk menulis lepas guna merangkai kata-kata untuk dipahami orang lain. Lalu dalam diri kita muncul keinginan untuk lebih memahami kaidah-kaidah menulis agar tulisan lebih mudah dicerna orang di luar kita.

Disamping mempelajari teori dan teori, (karena kita sudah percaya bahwa kita ini penulis) kitapun tak boleh sudi untuk lepas dari praktek menulis itu sendiri. Jadi kita tak hanya belajar tentang menulis tapi sudah harus belajar MENULIS (dalam hal ini sudah ke tingkat penulisan untuk orang lain). Selanjutnya, biarkan cinta mulai tumbuh karena kadung kulino.

Bukankah wiwiting tresno iku, jalaran songko kulino. Maka, ketika cinta pada menulis telah bersemi. Menulis akan menjadi teraphy yang efektif untuk melepaskan rindu pada kata. Dan tentu, hal itu akan membuat kita terus menulis, menulis dan menulis. Kita akan memasuki dunia yang menarik. Yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang mau mencoba dan berani mengenali pemikiran serta perenungannya sendiri.

Tapi tak cukup sampai pada jatuh hati pada kata saja. Karena sampai di sini, baru kita saja yang mengklaim diri kita PENULIS. Bukankah kita juga berharap supaya orang diluar kita pun menikmati rangkaian kata yang kita urai? Ya, setidaknya kita bisa berbagi dengan orang lain. Syukur-syukur bisa mengambil manfaat dari tulisan kita dan mewujudkannya menjadi tindakan nyata.

Maka pada suatu kesempatan, tergeraklah diri kita untuk memunculkan tulisan ke hadapan publik. Atau kalau perlu kita (Yang telah percaya diri mengklaim diri sebagai penulis ini) mencoba lobi ke penerbit-penerbit, menawarkan tulisan-tulisan yang telah kita hasilkan. Namun, ketika ditolak, kita pun harus terus meneruskan langkah kita. Bisa saja kita cari penerbit lain atau menulis lagi untuk memperbaiki karya kita. Jadi di samping kita menulis lagi, kita tetap bergerak untuk menawarkan karya kita ke penerbit-penerbit yang sesuai.

Syukur-syukur, di suatu kesempatan tak terduga, tiba-tiba ada penerbit memberikan surat pernyataan bahwa karya kita yang ke sekian itu telah diterima dengan senang hati olehnya. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya jika satu saja karya kita telah berbentuk buku yang bisa dinikmati orang di luar kita? Lalu melihatnya terpampang di toko buku, dengan nama kita yang gagah mentereng di sana. TARAAAAAAA!

Sejak saat itulah, (sejak orang lain turut menikmati karya kita lewat buku yang telah diterbitkan) , sejarah akan mencatat kita sebagai seorang penulis. Setelah sudah tercatat begitu, apakah perjalanan kita sudah terbilang usai? Owh! Tentu tidak, Sob. Kita masih harus berproses. Dan banyak hal yang harus kita tahu, kita mengerti dan kita baca. Kita tak cukup hanya membaca buku rupanya, tapi kita juga harus belajar membaca realita, lingkungan, masyarakat, bahkan keluarga, orang-orang terdekat, dan diri kita sendiri. Kita juga masih punya tugas untuk terus mengasah kepekaan, kekritisan, daya imaginasi, dan ide-ide yang juga harus terus menerus dikelola. Belum lagi ketika dalam batin kita ada tuntutan untuk memperkaya tulisan dengan bumbu-bumbu yang bervariasi. Atau bahkan mungkin ada tuntutan dalam diri untuk menuliskan hal-hal yang belum terpikirkan orang lain? Maka, banyak sekali ya tuntutan peran dalam dunia menulis itu.

***

Dunia aneh dalam menulis

Sssst...ini agak rahasia. Tapi perlu dibocorkan sedikit saja. Bahwa dalam dunia menulis, fiksi khususnya, kita akan menemukan banyak kejadian yang mengherankan yang terjadi dalam hidup kita. Pengalaman ini pernah saya diskusikan dengan salah seorang teman yang juga penulis.

Lebih lagi, dalam cerita fiksi. Karena, kita seperti sedang membawa diri kita dalam sebuah cerita imaginasi yang tentu tak lepas dari kehidupan nyata. Kalau ditarik lebih dalam, bukankah inspirasi yang kita terimapun sebuah anugerah dari Allah? Lalu kehidupan realita yang kita jalani juga anugerah dari Allah. Secara rasional, bukankah sangat mungkin keduanya itu akan saling berkaitan? Entah dalam kehidupan kita di masa lalu, atau bahkan di masa yang akan datang. Karena dalam menulis selalu ada kenangan, ada memory, dan bahkan harapan.

Untuk seterusnya, rasakan sendiri akibatnya! Rasakan sensasimu! Bacalah apapun yang bisa kita baca, biarkan kata yang mencari kita, datangkan ia ketika kita perlu, sambutlah ide yang mengunjungi kita, dan realisasikan ia lewat deretan kata yang mengucur dari pikiran dan keluar dari dalam hati yang telah menyaringnya dengan hati-hati. Insya Allah, menulis akan menjadi salah satu cara untuk mencari kebenaran bukan sekedar mencari pembenaran. Mari berkarya nyata. Karena kita adalah penulis!

Jika ada kenangan yang hanya kau simpan
Tapi tak pernah kau tuliskan
Itulah kesedihan yang paling menyedihkan
Ia bakal hilang bersama deru

Rendy Jean Satria, (Penyair dan Penulis Novel Jejak Sunyi Penyair)

Wallahu a’lam bisshawab...

Salam Creative,
Fina Az-zahra
Seorang pencari dari Universitas Kehidupan,
Salatiga dan Keguruan Hasyim Asy’ari,
Jombang

The Lesson from Life

(sebuah cerita)

Ada seorang anak dari teman, sudah setengah tahun lulus Wisuda, tidak pergi mencari kerja, pagi tidur sampai siang, malam pergi main internet sampai tengah malam. Belakangan ini meminta uang kepada orang tuanya, mau pergi ke Amerika menuntut ilmu lebih dalam lagi. Teman ini bertanya kepada saya, mesti tidaknya dia membiarkan dia pergi. Saya menatap rambut teman saya yang banyak putihnya dalam dalam & berkata: "Jika kamu berniat agar anak kamu baik nantinya, biarkan dia pergi, tapi jangan kasih dia uang". Saya terpikir cerita keponakan saya. Dia adalah warga Amerika, dari kecil selalu berpikir mau jadi pengembara, ingin berkelana melihat lihat dunia luar, jadi ingin pergi berkeliling dunia, nanti setelah kembali mau melanjutkan sekolah di
Universitas. Biarpun ayahnya seorang dokter, ekonomi keluarga memungkinkan, tetapi ayah ibunya tidak memberinya uang dan dia juga tidak memintanya dari mereka. Sesudah tamat SMA, maka dia segera pergi ke hutan Alaska untuk memotong kayu untuk menabung.

Karena di Alaska saat musim panas siang hari sangat panjang, matahari baru terbenam kira² tengah malam dan sebentar kemudian jam 3 subuh sudah terbit lagi. Jika dalam sehari dia bisa bekerja 16 jam, memotong kayu selama 1 musim, maka dia bisa menabung untuk keliling dunia selama 3 musim.

Maka setelah keliling dunia 2 tahun akhirnya kembali ke sekolah untuk meneruskan pelajaran di Universitas. Dan karena hal ini adalah dirinya sendiri yang memikirkan matang² & secara mendalam, maka jurusan pilihannya yang semestinya perlu 4 tahun untuk lulus, diselesaikannya dalam waktu 3 tahun. Setelah itu mulai mencari pekerjaan. Karirnya cukup baik, bisa dibilang searah dengan arah angin, lancar naik
terus sampai ke posisi Kepala Insinyur/ Manajer Teknik. Pada suatu saat dia bercerita kepada saya dan mengatakan hal di bawah ini yang mempengaruhinya seumur hidup.

Ketika dia bekerja paruh waktu di Alaska, pernah sekali dia dan temannya mendengar teriakan erangan serigala di atas gunung. Mereka sangat cemas dan mulai mencari cari, akhirnya menemukan seekor serigala betina terjerat jebakan dan sedang merintih kesakitan. Terus dia memperhatikan alat jebakan besi yang unik dan tahu bahwa itu adalah milik seorang Pak Tua.

Pak Tua ini adalah amatiran, menggunakan waktu luangnya untuk menangkap binatang, kemudian menjual kulitnya untuk menambah kebutuhan dapurnya. Tetapi setahu mereka, si Bapak Tua tadi beberapa hari lalu karena serangan jantung telah diangkut pakai helikopter ke rumah sakit Ancrukhy untuk mendapatkan pertolongan dan dirawat sekarang. Dan serigala betina ini bakal mati kelaparan karena tidak diurus. Timbul
keinginan dia melepaskan serigala betina itu tetapi serigala itu sangat ganas & garang sehingga dia tidak dapat mendekat. Dia juga mengamati ada tetesan susu dari serigala betina ini dan ini menandakan bahwa di sarangnya pasti ada anak² srigala. Dia & temannya menghabiskan banyak sekali tenaga & waktu untuk mencari sarang srigala, sampai menemukan 4 ekor anak serigala dan membawa mereka ke tempat serigala betina tadi untuk diberikan susu. Dengan demikian bisa menghindarkan mereka dari bahaya mati kelaparan. Dia mengeluarkan bekal makanan sendiri untuk diberikan ke serigala betina sebagai makanan & mempertahankan hidupnya.

Malam hari masih harus berkemah di sana dekat serigala betina untuk menjaga serigala & keluarganya dari serangan binatang lain karena ibu serigalanya terjerat tidak bisa membela keamanan diri sendiri maupun anak anaknya. Hal ini terus berlangsung sampai hari kelima, saat dia mau memberi makan serigala betina, tiba² dia memperhatikan serigala tadi mulai meng-goyang²-kan ekornya. Kemudian dia tahu kalau dia sudah mulai mendapatkan kepercayaan dari serigala betina ini.

Akhirnya setelah berlalu 3 hari lagi, baru serigala betina mengizinkan dirinya didekati, membuka jeratan jebakan yang menjepitnya dan melepaskannya bebas kembali. Setelah bebas, serigala betina ini kemudian menjilat tangannya dan membiarkan dia memberikan obat luka di kakinya.

Terakhir serigala betina ini membawa anak² pergi, dengan sesekali memutarbalikkan kepalanya melihat ke belakang ke arah dia. Dia terduduk di atas batu dan berpikir, jika seorang manusia bisa membuat seekor binatang buas seperti serigala menjilat tangannya dan menjadi temannya, apakah bisa tidak mungkin seorang manusia membuat manusia lain meletakkan senjatanya & berkawan?
Dia bertekad di kemudian hari untuk berbuat baik & menunjukkan ketulusan hati kepada orang lain, karena dari kasus ini dia mempelajari bahwa dia terlebih dahulu menunjukkan ketulusan hati, maka lawan pasti akan membalasnya dengan ketulusan juga. (Sambil bergurau dia berkata, jika demikian saja tidak bisa, maka kalah sama binatang.)

Karenanya setelah masuk bekerja, di perusahaan dia berbaik hati kepada orang lain. Per-tama² selalu menganggap orang lain berniat baik, kemudian sendiri bersikap tulus, sering kali suka menolong orang lain, tidak berhati sempit & mengingat kesalahan kesalahan kecil orang lain.

Oleh karena ini setiap tahun dia selalu naik jabatan, promosinya cepat sekali. Yang paling penting adalah dia setiap hari melewati kehidupannya dengan sangat gembira, katanya orang yang membantu orang lain adalah lebih gembira dibandingkan dengan orang yang menerima bantuan, memberi lebih baik daripada menerima.

Dia berkata kepada saya bahwa dia selalu berterima kasih atas pengalaman dia di Alaska dulu, karena ini membuat dia menerima rejeki kebajikan yang tak habis habisnya seumur hidup ini. Dan ini benar sekali, hanya sesuatu hal yang kita mau, yang bisa kita hargai, strawberry yang sudah mendapatkan embun baru akan manis, manusia yang sudah diasah kesulitan baru menjadi dewasa dan matang.

Jika ada seseorang yang tamat Universitas dan tidak tahu mau bekerja apa, maka harus membiarkan dia pergi keluar untuk diasah oleh sang kehidupan, tidak perlu memberikan dia uang, biarkan dia mencari makan dengan tenaganya, berikan dia 1 kesempatan untuk membuktikan kekuatan dirinya & mencicipi kehidupan, percaya dia pasti bisa mendapatkan sebuah pengalaman yang berguna seumur hidup.

Lamar Boschman - "I would rather my heart be without words than my words be without heart."

Salam
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I
081511448147
I Motivator & Trauma Therapist

Minggu, 20 Desember 2009

Apakah Anda Pemberani?

Seorang yang berani, bersedia melakukan sesuatu yang penting bagi kecemerlangan hidupnya, ...

meskipun dia belum berpengalaman
meskipun dia tidak memiliki uang untuk itu
meskipun banyak orang meragukan kesempatan keberhasilannya
meskipun telah banyak orang gagal dalam upaya yang sama
meskipun sama sekali tidak ada jaminan
meskipun sebetulnya dia sangat ketakutan
dan meskipun lebih mungkin baginya untuk gagal.

Anda tidak bisa membangun kehidupan yang luar biasa dengan keberanian yang biasa. Keberanian adalah sebuah kualitas yang memaksimalkan. Jika Anda berani, Anda akan memaksimalkan kebesaran dan ketinggian dari yang ingin Anda capai. Yang selain itu, adalah pembatasan kebebasan hati.

Jika Anda berani, Anda akan memaksimalkan upaya Anda untuk mencapai yang Anda inginkan. Yang selain itu, adalah pembatasan kesediaan bekerja.

Jika Anda berani, Anda akan memaksimalkan tanggung-jawab yang Anda pikul.
Yang selain itu, adalah pembatasan potensi.

Jika Anda berani, Anda akan memaksimalkan ukuran dan nilai dari kontribusi Anda. Yang selain itu, adalah pengkerdilan hak untuk menerima.

Jika Anda berani, Anda akan memaksimalkan peran yang Anda minta dari Tuhan.
Yang selain itu, adalah pengecewaan tujuan hidup Anda.

Salam
Mario Teguh
Golden Ways

Teknik Live Reporting

Daya tarik televisi sebagai media sebagian sangat tergantung pada kemampuannya untuk menayangkan sebuah event secara langsung. Menariknya siaran live, tidak hanya karena pada unsur partisipasi dan kehadiran stasiun tersebut pada event yang dimaksud, tapi pada asumsi yang dimunculkan, bahwa apa yang kita saksikan tak termediasi, tak terkontaminasi dan akurat. Oleh karena itu kemampuan Live Report sangat penting. Live Report menggabungkan konsep program berita dan reality show. Dibawah ini beberapa tips untuk menghasilkan Live Report yang baik :

A. Pre - Reporting Preparation
- Check and Re-check, kebenaran even/topic yang menjadi subyek laporan. Mencakup (waktu, tempat dan nara sumber).
- Lakukan riset bahan melalui telpon, internet ataupun media lainnya.
- Persiapan personal dan teknis.

B. On Location
- Kumpulkan semua informasi dan data awal yang didapat dari lapangan.
- Get ambiance of the venue.
- Pastikan anda tidak menghadapi kendala teknis ketika "on air".
- Bekerjalah dengan efektif dan efesien, " time is everything " here.

C. 30 detik sebelum On air
- Pastikan anda merasa nyaman dengan suasana tempat anda akan melaporkan dan anda nyaman dengan diri anda sendiri.
- Anda memiliki semua materi siaran dan menguasainya.
- Anda percaya diri dengan penampilan anda.
- Fokuskan pikiran anda pada materi laporan, bukan pada yang lain.
- Menghafal atau pointers.
- Use effective and appropriate non verbal language ( mimic, gesture, head movement and off course smile).
- Jangan pernah lupa memberikan atribusi untuk data yang anda kutip.

Satu hal yang penting

Jika anda ingin belajar lebih dalam lagi tentang bagaimana cara berkomunikasi yang benar baik itu sebagai reporter, presenter, ataupun penyiar radio, anda dapat mengikuti program IBSC TV Presenter yang didalamnya terdapat materi-materi :

Effective Communication, Olah Vokal, Live Report, Talk Show, Announcer Radio, How to Deal With Nervousness, Script Writing, dan banyak materi lainnya.

IBSC TV Presenter
Jl. Pengadegan Timur Raya No 4
Jakarta Selatan
12770
Telp. (021)7983092

Fisika dan Hikmah

1. Hikmah dibalik ayat Kauniyah : Tekanan

Istilah tekanan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita mengenal tekanan udara, tekanan darah dan lain-lain Dalam ilmu alam tekanan adalah gaya normal yang diterima suatu permukaan dibagi luas permukaan tersebut. Tekanan darah bisa didefinisikan sebagai gaya yang diterima permukaan pembuluh darah tiap satuan luas permukaan pembuluh darah tersebut. Tekanan udara bisa didefinisikan sebagai gaya yang diberikan partikel-partikel udara pada suatu permukaan benda (bisa permukaan tanah, bisa permukaan kulit manusia dsb) dibagi luas permukaan benda tersebut.

Tekanan udara itu ternyata besar sekali, di permukaan laut sekitar seratus ribu newton per meter kuadrat. Besaran ini kalau dikonversikan pada bobot benda, tiap meter persegi permukaan tanah sebetulnya mendapat tekanan yang setara dengan beban sebesar sepuluh ribu kilogram atau sepuluh ton. Kalau ada orang yang sedang tiduran telungkup di pantai, dengan luas permukaan punggung sekitar 0,2 meter persegi, dia sebetulnya sudah menanggung bebas sekitar 2 ton!!! Bagaimana bisa begitu? Padahal kita sudah merasa sulit kalau harus mengangkat beban sebesar 50 kg saja. Di mana letak kesuksesan badan kita menahan beban awal yang berupa tekanan udara tersebut? Rahasianya adalah bahwa gaya yang diberikan udara pada badan kita tersebut disebarkan secara merata dan seimbang pada seluruh permukaan kulit kita sehingga beban yang berat sekalipun dapat kita usung. Kalau kita mendapatkan tambahan beban, misalnya berupa sekarung beras yang massanya 50 kg, beban ini hanya diusung oleh sebagian kecil permukaan kulit kita, sehingga bagian tersebut mendapat tekanan yang lebih besar dari yang lain, sehingga dapat muncul rasa sakit dan ketidakseimbangan.

Coba lakukan percobaan sebagai berikut. Selembar kertas HVS kita letakkan di atas lantai keras dan datar kemudian di atas kertas tersebut kita letakkan papan kayu yang juga datar. Kalau di atas papan tersebut diletakkan beban yang berat sekalipun, ternyata kertas tidak rusak. Akan tetapi jika kertas HVS kita letakkan di atas spons, kemudian di atasnya diletakkan papan berpaku, dengan ujung paku menghadap ke bawah, mungkin tanpa tambahan bebanpun kertas tersebut akan rusak, apalagi dengan tambahan beban.

Hikmahnya adalah bahwa sebetulnya suatu beban, meskipun berat, jika dipikul bersama-sama akan terasa ringan, sementara jika suatu beban, meskipun kecil, hanya dipikulkan pada seseorang atau sekelompok kecil orang maka beban tersebut akan terasa sangat berat dan bisa jadi menyakitkan dan merusak.

2. Energi dan Listrik

Energi dari suatu sistem adalah ukuran dari kesanggupan sistem tersebut untuk melakukan suatu usaha. Energi potensial adalah energi yang dimiliki atau 'tersimpan' dalam suatu sistem karena posisi penyusun-penyusun sistem tersebut.

* Jika ada dua buah muatan listrik, dan keduanya bermuatan positif, maka energi potensial sistem itu positif.

* Jika ada dua buah muatan listrik, yang pertama positif dan yang kedua negatif, maka energi potensialnya menjadi negatif.

* Jika ada dua buah muatan listrik, yang pertama negatif dan yang kedua positif,maka energi potensialnya menjadi negatif.

* Jika ada dua buah muatan listrik. dan keduanya bermuatan negatf, maka energi potensial sistem itu positif.

Apa hikmahnya?
Janganlah berdusta.

Katakan suatu kebaikan adalah kebaikan, maka kita akan mendapatkan kebaikan.
Jika suatu kebaikan kita katakan sebagai keburukan, maka kita akan mendapatkan suatu keburukan
Jika suatu keburukan kita katakan sebagai kebaikan, maka akan kita dapatkan pula sebagai suatu keburukan.
Dan, jika suatu keburukan kita katakan sebagai keburukan, maka akan kita dapatkan kebaikan.

Salam
Sidikrubadi Pramudito

Not One Less

(sebuah cerita Sinopsis Film)

Guru yang asli di sekolah ini bernama Pak Guru Gao. Satu sekolah hanya ada satu guru. Hmm.. mengingatkan saya atas beberapa kondisi sekolah di tanah air.

Karena ada keperluan yang sangat mendesak, ibu dari Pak Guru Gao sedang sekarat. Tak ada pilihan lain ia harus meninggalkan sekolah selama 21 hari untuk mengurusi ibunya.

Mayor dari desa tersebut (mungkin semacam kepala desa) telah mencarikan seorang guru pengganti dari desa sebelah. Namanya Ibu Guru Wei Minzhi.

Ibu Guru Wei Minzhi bukanlah seorang guru profesional. Jangankan menjadi guru profesional, lulus SMU pun belum usianya, masih 13 tahun. Tapi Mayor desa mengatakan telah mencari guru pengganti kemana-mana dan tak ada yang mau mengajar di daerah terpencil. Ibu guru wei Minzhi satu-satunya pilihan yang ada.

"Cuma untuk satu bulan," kata sang mayor pada Pak Guru Gao.
Pak Guru Gao khawatir, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia menanyakan Ibu Guru Wei mengenai kemampuan yang ia miliki.

"Saya bisa menyanyi," katanya walau ia hanya bisa menyanyikan satu lagu.
"Kamu tidak bisa mengajarkan satu lagu secara terus menerus selama 1 bulan," kata Pak Guru Gao.
"Apa lagi yang kamu bisa?" tanya Pak Guru Gao lagi.
Bu Guru Wei Minzhi terdiam. Bingung.
"Apa kamu bisa mencatat."

Bu Guru Wei pun mengangguk. Ia bisa mencatat. Maka Pak Guru Gao memberinya sebuah buku. Ia meminta Bu Guru Wei mencatat satu lembar dari buku tersebut ke papan tulis setiap harinya. Ia juga menerangkan cara kerja sekolah tersebut, kapan murid-murid harus pulang, apabila cuaca buruk, para siswa harus dipulangkan karena air sungai bisa meluap, dan sebagainya. Pak Guru Gao juga mengatakan bahwa saat mencatat, Ibu Guru Wei harus menggunakan tulisan yang tidak terlalu kecil agar siswa bisa membaca tetapi tidak terlalu besar agar tidak boros (kapurnya).

"Satu hari maksimal satu kapur," kata Pak Guru Gao. Pak Guru Gao dan Bu Guru Wei pun menghitung jumlah kapur hingga jumlahnya tepat 21 biji.

Ternyata Mayor Desa telah menjanjikan agar Bu Guru Wei digaji sebesar 50 Yuan. Mayor berkata untuk meminta uang tersebut pada Pak Guru Gao.

"Selesaikan dulu tugasmu, baru kamu akan dibayar. Ada 28 murid di sini. Saat saya kembali saya mau tak satu pun murid pergi dari sekolah ini. Apabila saat saya pulang nanti semua murid saya masih ada, kamu boleh meminta 50 Yuan pada Mayor Desa," kata Pak Guru Gao.

"Apabila Mayor desa tak membayarmu, saya akan membayarmu dengan 60 Yuan," tambah Pak Guru Gao.

Usia Ibu Guru Gao masih sangat muda, tidak beda jauh dengan murid-muridnya, ia tak memiliki pengalaman mengajar, pengetahuannya masih terbatas, belum lagi murid-muridnya ada yang bandel, tidak mau mendengarkan. Yang bisa ia lakukan hanya menjalankan apa yang dikatakan oleh Pak Guru Gao. Ia mencatat satu lembar dari buku yang diberikan Pak Guru gao ke papan tulis, meminta muridnya mencatat, meskipun murid-murid kesulitan saat mencatat ataupun ribut tak banyak yang bisa ia lakukan.

Ibu Guru Gao pun menunggu di depan pintu kelas, memastikan tidak ada muridnya yang pergi. Saat ia menunggu seorang murid perempuan mendatanginya sambil protes karena ia sedang mencatat tapi ada temannya yang ribut dan menganggunya sehingga ia tidak bisa mencatat.

"Ibu kan seorang guru, jadi lakukan sesuatu."
Ibu Guru Gao tidak tahu harus melakukan apa. Ia pun cukup keras kepala dengan mengatakan bahwa tak ada yang bisa ia lakukan. Sampai akhirnya terdengar suara "gedubrak" dari dalam kelas.

Ibu Guru Wei menemukan sebuah meja jatuh di lantai kelas. Kotak kapur pun terjatuh di lantai.

"Siapa yang menjatuhkan meja?" tanyanya. Seorang anak menceritakan apa yang terjadi sambil menunjuk temannya yang menjatuhkan meja yang menjatuhkan meja pun tak mau disalahkan ia mengatakan bahwa temannya mengejarnya dan menendang kakinya sehingga insiden itu terjadi.


Ibu Guru Wei meminta anak yang menjatuhkan meja untuk mengambil kapur. Anak tersebut tidak mau menuruti perintahnya. Ibu Guru wei mencoba memaksa anak tersebut memngambil kapur yang jatuh tapi yang terjadi malah kapur-kapur terinjak. Seroang murid perempuan berteriak memohon agar kapur-kapur tersebut tidak diinjak.

Itu insiden pertama, masih ada insiden-insiden lainnya. Di hari lain, saat Ibu Guru Wei sedang mengajarkan sebuah lagu (yang tampaknya ia karang sendiri) ke murid-muridnya di halaman sekolah, Mayor Desa dan beberapa orang lainnya datang untuk meminta seorang murid, yang katanya memiliki kemampuan berlari dengan sangat cepat, meminta murid ini untuk berlari dan kembali lagi. Mayor Desa ingin menunjukan bahwa murid ini sangat berbakat sehingga bisa disekolahkan ke sebuah sekolah atlet tingkat nasional.

Murid ini memang larinya cepat, "Besok saya akan bicara dengan orang tua murid ini. Saya akan menjemputnya untuk mengirimkannya ke sekolah atlet.

Ibu Guru Wei bersikeras bahwa muridnya tidak boleh dibawa kemana-mana. Keesokannya ia menyembunyikan murid (yang jago berlari ini) di suatu tempat. Terlepas dari apa yang Mayor Desa katakan, misalnya bahwa keputusan ini pasti disetuji oleh Pak Guru Gao, ini adalah kesempatan bagus, Ibu Guru wei tetap tak mau mengatakan dimana ia menyembunyikan muridnya.

Tak mampu meminta Ibu Guru Wei menunjukkan dimana muridnya berada, ia merayu seorang murd lainnya dengan sedikit iming-iming uang untuk menunjukan di mana murid pelari tersebut berada.

Murid pelari tersebut ditemukan. Dan ia pun dibawa dengan sebuah kendaraan menuju kota lain. Ibu Guru Wei mengejarnya, sampai ia tak sanggup mengejar lagi.

Sekembalinya di kelas, suasananya ribut seperti biasa. Dua orang murid, seorang perempuan da seorang laki-laki sedang beradu mulut. Murid yang laki-laki telah mengambil diary murid yang perempuan. Ia pun membacanya di depan kelas. Bagian ini menurut saya merupakan bagian yang paling menyentuh. Begini isi diarynya:

Saya merasa sangat sedih, Dua hari yang lalu, Zhang Huike membuat masalah di kelas dan menjatuhkan sebuah meja. Kapur pun berjatuhan. Ibu Guru Wei meminta Zhang untuk mengambil kapur-kapur yang berjatuhan. Tapi ia tidak mau sampai kapur-kapur tersebut terinjak.

Ibu Guru Wei tidak menghargai kapur seperti halnya Pak Guru Gao. Pak Guru Gao selalu mengatakan bahwa sekolah kita tak punya uang sehingga kita tidak bisa membeli terlalu banyak kapur. Aku adalah ketua kelas. Saya tahu Pak Guru Gao tak akan membuang-buang kapur, bahkan kapur yang paling kecil.

Saya mengingat, suatu hari saya membuat sebuah potongan kapur yang sangat kecil ke pojok kelas. Pak Guru Gao melihatnya dan mengambilnya. Ia menggenggamnya diantara kedua jarinya dan menggunakannya untuk menulis satu karakter [Cina, semacam kata] lagi.

Kemarin, satu kotak kapur telah berubah menjadi sebuah kotak serpihan kapur berwarna hitam. Kalau Pak Guru Gao tahu ia pasti akan menjadi sangat sedih.

Insiden yang paling heboh yang terjadi adalah saat ada satu orang lagi muridnya, Zhang Huike yang menghilang. Berbeda dengan murid sebelumnya yang pergi karena akan disekolahkan di sebuah sekolah atlet tingkat nasional, Zhang Huike pergi untuk mencari kerja di kota. Ayahnya telah meninggal, ibunya terjerat hutang. Ia pergi ke kota.

Ibu Guru Wei mendatangi rumah Zhang Huike untuk meminta alamat temat Zhang akan tinggal di kota. Ia telah berniat mencari muridnya yang hilang. Ia tak punya uang untuk ke kota. Ia Mayor Desa mengantarnya ke kota tetapi ia tidak mau. Ia sibuk, begitu katanya.

"Berapa tiket bus untuk ke kota?" tanya Ibu Guru Wei ke seisi kelas.
"Satu Yuan," kata muridnya dengan polos. Satu Yuan untuk anak-anak (mirip kalau anak sekolah harus bayar angkot di Indonesia, harganya lebih murah).
Seorang murid mengatakan harganya 3 Yuan.
"Oke kalau begitu kita butuh uang sebesar 12 Yuan agar saya bisa ke kota untuk menjembut Zhang Huike," Ibu Guru wei pun berpikir, "Eh salah deng. Saya butuh 3 Yuan untuk pergi ke kota dan 3 Yuan untuk kembali, dan 3 Yuan untuk Zhang saat kembali ke sini"

Ia menanyakan apakah murid-muridnya ada yang memiliki uang untuk membantunya mencari Zhang. Ada beberapa uang yang terkumpul tapi tetap tidak cukup.

Seorang muridnya mengusulkan agar mereka bekerja memindahkan bata di sebuah pabrik. Bayarannya 1,5 cent untuk satu bata.

Ibu Guru Wei pun meminta muridnya berapa uang yang mungkin terkumpul bila mereka bisa memindahkan sebjumlah bata.

1 buah bata menghasilkan 1,5 cent
10 buah bata menghasilkan 15 cent
100 buah bata menghasilkan 150 cent
1000 buah bata menghasilkan 1500 cent
1500 cent sama dengan 15 yuan.

"15 Yuan cukup untuk ke kota," kata Ibu Guru Wei, "Ayo kita mulai ke pabrik"

Para murid pun senang sekali harus keluar kelas. Bersama-sama mereka memindahkan bata-bata yang ada di pabrik (meski tanpa izin kepala pabrik). Mereka berhasil memindahkan 1500 bata (bukan 1000 seperti yang telah direncanakan)

Kepala pabrik pun marah-marah. Karena beberapa bata dipindahkan secara acak-acakan. ia mengatakan bahwa sebenarnya memindahkan 1000 bata hanya bisa menghasilkan 40 cent, bukan 15 Yuan seperti perhitungan mereka. Hanya saja, setelah mendengarkan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk menolong seorang murid yang hilang. Ia memberikan mereka 15 Yuan.

Anak-anak kehausan, dan mereka ingin minum. Ibu Guru Wei mengatakan karena mereka butuh 9 Yuan untuk pergi ke kota dan uang yang mereka miliki adalah 15 Yuan, sehingga mereka bisa menggunakan 6 Yuan sisanya untuk membeli minuman bersoda. Anak-anak pun pergi ke sebuah warung. Mereka sangat ingin mencicipi sebuah minuma bersoda karena mereka tidak pernah meminumnya dan tidak tahu apa rasanya. Satu kaleng soda berharga 3 Yuan. Ibu guru Wei membeli 2 kaleng soda. Para murid bergantian menyicipi sedikit minuman. Tidak ada yang rakus. Semuanya berbagi, mengharukan sekali. Bahkan mereka memikirkan, "Sisakan sedikit untuk Ibu Guru Wei," kata seorang murid.

Ibu Guru Wei bersama murid-murid pergi ke stasiun bus untuk memesan tiket. Ternyata harga tiket lebih mahal dari 3 Yuan.

Saat kembali ke kelas, Ibu Guru Wei mencoba memecahkan masalah ini dengan murid-muridnya. Ia menghitung berapa uang lagi yang harus dikumpulkan, berapa jumlah batu bata yang harus dipindahkan untuk mengumpulkan uang tersebut, hingga berapa waktu yang mereka butuhkan untuk memindahkan bata (dengan asumsi kemarin waktu mereka memindahkan 1500 bata mereka mereka membutuhkan waktu 2 jam).

Ibu Guru Wei bersama murid-muridnya mencoba memecahkan masalah ini bersama-sama. Semua serius memikirkan solusi untuk setiap perhitungan. Suasana kelas tidak kacau seperti saat ia pertama mengajar. Saya sangat menyukai adegan ini. Adegan ini menunjukkan bahwa saat sesorang (atau sekelompok orang) dihadapi pada sebuah masalah, proses belajar terjadi dengan sendirinya. Adegan ini juga menunjukkan bahwa saat murid memiliki suatu tujuan (kali ini tujuannya adalah untuk memungkinkan Bu Guru Wei pergi ke kota), mereka akan termotivasi untuk belajar tanpa diminta. Tanpa suatu tujuan, belajar akan bersifat meaningless (tidak berarti) daripada meaningful (berarti).

Perhitungan menunjukkan bahwa terlalu banya waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan bata untuk menghasilkan uang yang mencukupi untuk pergi ke kota. Murid-murid mengusulkan untuk menyelundupkan Ibu Guru Wei ke dalam bus tanpa harus membayar. Usaha ini tak berlangsung dengan sukses, tapi akhirnya Bu Guru Wei berhasil menumpang sebuah kendaraan secara cuma-cuma.

Selanjutnya adalah perjalanan Ibu Guru Wei mencari muridnya yang hilang. Bagian ini silakan ditintin sendiri untuk melihat hasil akhirnya. Film ini ditutupi dengan sebuah adegan yang cantik. Detailnya.. Hmm lihat sendiri, yang pastinya berhubungan dengan kapur. (Jangan lupa ditonton filmnya).
---
Ada beberapa kesan yang film "Not One Less" ini tinggalkan pada saya. Saya senang melihat para murid dan guru berani mengungkapkan pendapatnya. Saya senang sekali melihat adegan saat murid-murid mencoba menyelesaikan permasalahan bersama-sama. Seorang murid akan maju ke depan melakukan perhitungan. Saat murid yang maju melakukan kesalahan, misalnya salah eja atau salah perhitungan, temannya akan menunjukan kesalahan apa yang telah dibuat dengan cara yang baik, sehingga tak menyinggung perasaan. Adegan ini mengingatkan saya pada teorinya Vygotski bahwa interaksi sosial merupakan salah satu hal yang paling penting dalam perkembangan kognisi.

Film ini juga mengingatkan saya pada kondisi-kondisi yang tidak ideal di beberapa daerah tertentu, bukan hanya di Cina tetapi juga di Indonesia. Mungkin tak banyak muncul di media, tapi tampaknya masih banyak kondisi-kondisi sejenis ini yang ada di Indonesia. Satu guru mengajar di satu sekolah, kurangnya guru di daerah-daerah terpencil. BAnyak guru terbaik hanya berada di kota-kota atau pulau-pulau tertentu. Kondisi 'tidak ideal' ini mengakibatkan siapa saja dapat berubah menjadi guru, tak terkecuali orang-orang yang masih belum berpengalaman dah bahkan mungkin hanya lulus SD. Metode pun seadanya.

Tentu perlu diingat bahwa saya tidak bisa meng-underestimate guru-guru lulusan SD. Di Bogor, saya pernah bertemu guru-guru yang hanya lulus SD tapi metode yang mereka gunakan lebih canggih daripada guru yang sudah berkuliah di sekolah keguruan. Mereka tetap guru yang potensial, apalagi apabila diberi kesempatan untuk berkembang.

Film ini pun membuktikan bahwa seiring dengan proses yang ia hadapi dalam menjalani hari-harinya sebagai guru, Ibu Guru Wei pun mampu berproses menjadi guru yang lebih baik, dicintai, dan mampu menginspirasi murid-muridnya. Tanpa ia sengaja, ia menemukan metode belajar mengajar yang menarik (problem solving). Tak ada guru yang lebih baik daripada pengalaman.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, adegan yang paling berkesan bagi saya adalah tulisan di diary seorang murid yang sedih karena ada kapur yang terbuang. Adegan ini mengingatkan saya bahwa seorang guru bisa meninggalkan kesan yang mendalam bahkan dengan cara yang paling sederhana. Dengan mencotohkan bahwa kapur yang sekecil apapun tetap bernilai. Seperti yang dicontohkan oleh Pak Guru Gao, satu serpihan kapur pun bisa digunakan untuk menuliskan satu karakter cina, sangat berharga untuk membantu proses belajar. Pak Guru Gao dengan sikapnya telah mencotohkan sendiri sifat menghargai, bersyukur, dan bersikap sederhana.

Film yang cantik ini sangat cocok ditonton oleh semua teman-teman guru dan praktisi pendidikan. Banyak yang bisa dipelajari dari film ini. Kalau sudah menonton. Jangan lupa tuliskan pendapatnya yah?

Selamat menikmati Film : "Not One Less"
Salam
Dhitta Puti Sarasvati

Rabu, 16 Desember 2009

Mengembangkan Ide

Saya akan mencoba lebih dahulu mengambil poin-poin kunci yang Anda lontarkan kepada saya. Pertama, ide; kedua, memilih dan mengembangkan ide; ketiga, tulisan yang berkualitas; keempat, metode “pemetaan pikiran”, dan kelima, menuliskan ide yang sudah dikembangkan itu menjadi sajian kata-kata yang panjang, terstruktur, dan menarik.

Sesungguhnya hanya ada empat poin kunci dalam persoalan Anda. Saya menambahkan satu, yaitu poin kelima, untuk menegaskan bahwa akhirnya yang Anda ingin raih adalah tulisan yang bagus yang membuat orang lain tertarik dan mendapatkan manfaat ketika membacanya. Sesungguhnya poin kelima yang saya ungkapkan itu hampir sama dengan poin ketiga. Hanya, Anda hanya menyebut hasilnya, sementara saya lebih menekankan prosesnya. Proses dan hasil menulis sama-sama penting. Namun, melihat keseluruhan pertanyaan Anda, saya lebih menekankan prosesnya.

Nah, untuk memahami keseluruhan materi yang Anda sampaikan, silakan Anda fokus ke apa yang saya sebut sebagai cara kerja otak atau pikiran. Saya ingin mengajak Anda memahami apa yang terjadi dengan pikiran Anda ketika Anda menulis. Ketika Anda menulis (dan juga membaca), pikiran Anda benar-benar bekerja secara total dan menyeluruh. Dan, tentu, Anda harus benar-benar memahami bahwa otak Andalah yang merupakan organ-utama yang harus Anda perhatikan ketika Anda menulis.

Pertama, di dalam otak Anda, ada dua macam pikiran yang sangat berbeda. Yang satu adalah pikiran yang dihasilkan otak kiri dan yang satunya lagi dihasilkan oleh otak kanan. Otak kiri memproduksi pikiran yang teratur dan urut, sementara otak kanan memproduksi pikiran yang bebas dan acak. Nah, menulis yang baik adalah menulis yang dapat memadukan dua macam pikiran yang sangat berbeda itu. Jadi, jika Anda ingin menghasilkan tulisan yang berkualitas, Anda sudah tahu caranya bukan? Gunakanlah otak kiri dan kanan sekaligus.

Kedua, pikiran kita itu terus berubah. Ketika Anda menulis pada pukul 10.00, dan kemudian Anda berhenti menulis pada pukul 10.15, tulisan yang telah Anda hasilkan tidak berubah, namun pikiran Anda sudah berubah. Nah, jika Anda menggunakan pikiran Anda, yang terbentuk pada pukul 10.15, untuk membaca tulisan Anda yang Anda hasilkan dalam rentang waktu pukul 10.00 hingga 10.14, tentulah Anda akan kecewa. Saran saya, hindarkan untuk langsung membaca hasil tulisan Anda karena Anda akan cenderung mengoreksi dan memperbaikinya.

Ketiga, ketika Anda mengembangkan ide dengan menggunakan metode “pemetaan pikiran”, bayangkan bahwa Anda menggunakan dua otak Anda—kiri dan kanan. Akan lebih baik jika Anda lebih memebaskan diri Anda untuk secara spontan menuangkan apa saja yang ada di dalam pikiran Anda. Ini berarti, ketika mengembangkan ide, gunakanlah otak kanan dan upayakan agar otak kanan lebih dominan ketimbang otak kiri.

Semoga ada manfaatnya.
Salam
Hernowo

Deep Reading

Membaca adalah sebuah suaka yang paling pribadi dan subjektif. Sebuah ruang-hening yang personal. Melewati bahasa, seorang pembaca secara aktif menerjemahkan teks untuk dirinya—sebuah penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman. SVEN BIRKETS

“Membaca dan menulis bukanlah soal metode atau teknik, melainklan soal hidup dan keberanian,” demikian tulis Romo Sindhunata dalam mengantarkan buku saya, Main-Main dengan Teks (2004). Dan inilah yang saya bincangkan kemarin, Kamis 29 Oktober 2009, di Radio PR-FM ketika saya diminta membahas buku terbaru saya yang akan beredar di toko-toko buku di awal November ini, Mengikat Makna Update.

Merujuk ke pernyataan Sven Birkets, ketika saya membahas kegiatan membaca, saya ingin seseorang tidak hanya berhubungan dengan lautan huruf mati. Jika kegiatan membacanya hanya berkutat dengan huruf, kata, dan kalimat, kita akan cepat merasa jenuh dan bosan. Sebagaimana kata Birkets, kita harus berusaha untuk menjalankan kegiatan membaca agar diri kita dapat melakukan “penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman.”

Membaca sebagaimana dikatakan oleh Birkets adalah membaca yang dalam (deep reading). Saya ingin menegaskan di sini bahwa deep reading bukan kegiatan yang ringan dan mudah. Namun, seseorang yang berhasil menjalankan deep reading akan dapat meraih pelbagai manfaat luar biasa dari membaca. Salah satunya, misalnya, adalah—menurut riset para ahli otak—orang tersebut akan terhindar dari kepikunan di hari tua. Deep reading mampu menggerakkan seluruh komponen otak seorang manusia. Bahkan, yang menakjubkan, deep reading akan membantu seseorang dalam menumbuhkan neuron-neuron (sel saraf otak) baru!

Ok,, mari kita membaca dan memahami suatu ilmu yang berguna.

Salam
Hernowo

Diatas Sajadah Cinta

Oleh: Habiburrahman El Shirazy

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.

Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,

“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha. qad aflaha man zakkaaha. wa qad khaaba man dassaaha”

(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya)

Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi?

Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan.

Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya.

Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta,

“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si musyriqun bi dhau’ wal hubb al wariq”

(jika aku pencinta malam maka gelasku memancarkan cahaya dan cinta yang mekar)

***

Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair-syair yang ia dendangkan.”

“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”

“Bagaimana, kau terima atau…?”

“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.”

“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”

“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”

“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”

“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya.”

***

Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.

“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.

“Be…benarkah?”

“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!”

“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”

Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,

“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”

Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.

***

Keesokan harinya.

Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.

Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.

“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”

Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras,

“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”

Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika. Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya,

“Assalamu’alaikum... Kau tidak apa-apa?”

Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,

“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh.”

“Syukurlah kalau begitu.”

Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,

“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke mana Tuan?”

Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.

“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”

“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam masjid?”

“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.

“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita belum selesai!”

“Aku mau melanjutkan perjalananku!”

Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”

Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.

“Tidak usah.”

“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”

Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.

***

Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.

Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”

Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,

“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari.”

Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matanya.

***

Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.

“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.

Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.

“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!”

Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,

“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”

***

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.

Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,

“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”

Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.

***

Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.

Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,

Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum

Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku selama-lamanya.

Zahid,

Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.

Wassalam
Afirah

===============================================================

Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga.

Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis untuk Afirah :

Kepada Afirah,
Salamullahi’alaiki,

Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah semata-mata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.

Afirah,

Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah, “Inni akhaafu in ‘ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ‘adhim!” ( Sesungguhnya aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar : 13 )

Afirah,

Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya :

“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu surga).”

Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.

Afirah,

Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.

Wassalam,
Zahid

===============================================================

Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.

Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.

Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah :

Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum,

Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.

Wassalam,
Afirah

===============================================================

Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.

Diambil dari buku dengan judul yang sama karya Habiburrahman El Shirazy.

Dapatkan bukunya dan simak 37 cerita keren lainnya.

Penerbit:

1. Penerbit Republika
2. Pesantren Basmala Indonesia
3. MD Entertainment

Cetakan VII, Juni 2006

Salam cinta 'tuk Fery sang Pujangga Cinta
Habiburrahman El Shirazy

Senin, 14 Desember 2009

Cerita CINTA

Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak ada CINTA, kesedihan, kegembiraan, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.

Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. CINTA sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air semakin naik membasahi kakinya.

Tak lama CINTA melihat kekayaan sedang mengayuh perahu, “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak CINTA “Aduh! Maaf, CINTA!,” kata kekayaan “Aku tak dapat membawamu serta nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.” Lalu kekayaan cepat-cepat pergi mengayuh perahunya. CINTA sedih sekali, namun kemudian dilihatnya kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak CINTA. Namun kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak dapat mendengar teriakan CINTA. Air semakin tinggi membasahi CINTA sampai ke pinggang dan CINTA semakin panik.

Tak lama lewatlah kecantikan “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak CINTA “Wah, CINTA kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu pergi. Nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” sahut kecantikan. CINTA sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat kesedihan “Oh kesedihan, bawalah aku bersamamu!,” kata CINTA. “Maaf CINTA. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..,” kata kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. CINTA putus asa.

Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara “CINTA! Mari cepat naik ke perahuku!” CINTA menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, CINTA turun dan perahu itu langsung pergi lagi. Pada saat itu barulah CINTA sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. CINTA segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah WAKTU,” kata penduduk itu “Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolong” tanya CINTA heran “Sebab HANYA WAKTULAH YANG TAHU BERAPA NILAI SESUNGGUHNYA DARI CINTA ITU”

Karakter adalah Keberhasilan Anda

(Renungan cerita Rahmadsyah)
Shahabat yang baik…

Bagaimana kabar anda hari ini? Mudah-mudahan limpahan Cinta dan Kasih Sayang Allah selalu bersama kita, sebagaimana manifestasi kibaran-kibaran Cinta dan Kasih Sayang yang kita bentangkan.

Dua hari yang lalu, saya ada janji bertemu dengan seorang Shahabat belajar, saat ikut kelas NLP Course bareng. Jam 2 kami janjian di dekat Pom bensin Jalan Baru. Jam 14.05 saya tiba disana. Beliau saat itu masih sedang ada tamu lain. Jadi saya tunggu meetingnya selesai terlebih dahulu.

Kabetulan, dulu saya pernah mampir ketempat kerjanya. Jadi dikenalkan juga dengan team kerja beliau. Sehingga sambil menunggu, saya bisa ngobrol bersama teamnya. Ternyata mereka disini sedang melakukan rekrutmen karyawan baru. So, kesempatan bagi saya untuk mendalami ilmu rekrutmen.

Sementara itu, mungkin anda masih ingat tulisan saya sebelumnya (*Memahami pola pikir atasan*)? Nah, obrolan sayapun mendekati hal itu juga lah. Apalagi saat kami sedang sharing, tiba-tiba datang kandidat baru, meaplly lamarannya. Surat lamaran nya berbeda dengan yang lain, kertas yang digunakan bukan seperti lazimnya ; kuarto A4, dan CV nya pun diprint dengan tinta warna.

Model seperti ini ternyata menarik hati team shahabat saya. Dia langsung memberi tanda bintang pada absensi kandidat. Terus dia bilang *”Patut dipertimbangkan, ada niat, dia sudah mengeluarkan modal”.* (*Bagi anda sedang melamar kerja barangkali ini perlu anda perhatikan*) .

Beberapa saat kemudian, shahabat saya menghampiri dan mengajak ngobrol ditempat lain. Menariknya, pembicaraan berlanjut tentang dunia profesional ditempat kerja. Beliau banyak sharing tentang pengalaman hidupnya berkarir hingga bisa seperti sekarang.

Nah, Tema artikel ini saya pilih ”*Karakter adalah Keberhasilan Anda*”. Ternyata, keberhasilan seseorang ditentukan dari karakter yang dimliki oleh orang tersebut. Bahkan, karakter mendominasi kesukesan seseorang dibandingkan dengan IQ yang dia punya.

Shahabat saya cerita, beliau baru saja mempromosikan salah seorang salesnya menjadi Supervisor. Kandidat ini, dari segi kepintaran (*Ditinjau IP*) tidak terlalu berprestasi dan pintar-pintar amat. Tetapi ada hal lain membuatnya prestasi ditempat kerja. *Dia mempunyai semangat dan kegigihan yang pantang menyerah. Keinginan belajar apa yang belum diketahui pun sangat tinggi*.

Aspek lain juga. Setiap kali menerima intensive, dia selalu menyisihkan untuk biaya iklan jualannya. Seperti membuat spanduk dengan mencantumkan no kontak pribadinya. Biaya pembuatan iklan ini, tidak pernah diminta ganti kepada perusahaan. Lanjut cerita Shahabat saya. Sehingga hal ini juga yang menyebabkan, mengapa dia selalu mendapat Closing sale terbanyak dibadingkan yang lain.

Waktupun menunjukkan jam 16.15 wib, saya pun pamitan pulang. Karena beliau pun mau lanjut meeting hasil interview hari ini dengan temannya.

Shahabat...

Menjadi renungan bagi diri, saya tidak tau dengan anda? Sudahkah kita memiliki Karakter yang tepat demi kesuksesan karir sedang kita jalani sekarang ?

Apa itu kepribadian?

Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya.

Kepribadian secara umum

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.

Kepribadian menurut Psikologi

Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.

Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb (E. Koswara):

1. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.

2. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.

3. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan.

Lalu pertanyaannya, bagaimanakah kepribadian Anda?

Kamis, 10 Desember 2009

Wanita Pemberi Cahaya

“Guru saya, Anne Mansfield Sullivan, telah bersama saya selama hampir satu bulan, dan dia mengajari saya nama-nama sejumlah benda. Dia meletakkannya di tangan saya, mengejakan nama benda itu dengan tangannya, dan membantu saya membentuk huruf-hurufnya.

“Namun, saya tidak mengerti sama sekali apa yang sedang dilakukannya. Saya tidak tahu apa yang saya pikirkan. Saya hanya punya ingatan dari sentuhan jari-jari saya melakukan gerakan itu dan berubah dari satu posisi ke posisi lain.

“Suatu hari, dia menyerahkan kepada saya sebuah cangkir dan mengejakan kata untuk benda tersebut. Kemudian, dia menuangkan cairan ke dalam cangkir itu dan mengejakan huruf-huruf: A-I-R.

“Dia bilang bahwa saya tampak bingung. Saya mempertukarkan kedua kata itu, mengeja cangkir untuk air dan air untuk cangkir.

“Akhirnya, saya jadi marah karena Nona Sullivan terus saja mengulangi kata-kata itu. Dengan nyaris putus asa, dia membawa saya keluar dari rumah yang terbungkus semak ivy itu dan menyruh saya memegang cangkir di bawah keran, sementara dia memompa air.

“Dengan tangannya yang satu, dia mengejakan A-I-R perlahan-lahan. Sembari air yang dingin itu mengalir di atas tangan saya, sekonyong-konyong, ada getaran aneh dalam diri saya, sebuah kesadaran yang berkabut, perasaan teringat akan sesuatu.

“Rasa-rasanya, saya kembali hidup setalah mati.”

Helen Keller dan Annie Sullivan

Apa jadinya, Helen Keller tanpa Annie Sullivan?
Kisah di atas, kisah yang diceritakan sendiri oleh Helen yang merasakan betapa sangat bermanfaatnya kehadiran sang guru Annie Sullivan di dalam kehidupannya, dapat kita baca di buku The Creative Spirit, hasil karya bareng Daniel Goleman, Paul Kaufman, dan Michael Ray. Buku ini memang bercerita tentang pentingnya “spirit” kreativitas. Dan “spirit” itu ada pada Annie Sullivan ketika dia mengajar Helen Keller, muridnya yang buta-tulis-bisu.

“Kreativitas dimulai dengan kecintaan pada sesuatu. Mirip dengan jatuh cinta,” tulis Daniel Goleman, Paul Kaufman, dan Michael Ray. Kemudian Howard Gardner, penemu teori multiple intelligences, menambahkan, “Hal yang paling penting pada awalnya adalah sejenis keterikatan emosional seorang individu terhadap sesuatu.” Dan kisah hubungan guru-murid antara Helen dan Annie ada kemungkinan besar berlatar belakang kreativitas yang dimulai dengan sebuah kecintaan".

Wanita Pembawa Cahaya

“Sosok seperti Helen Keller dikenal dunia sebagai simbol keberanian menaklukkan kesulitan yang memuncak. Namun, dia lebih daripada sebuah simbol. Dia membaktikan hidupnya untuk menolong orang lain. Pencapaiannya merupakan hasil kerja samanya dengan seorang guru penyabar dan tangguh. Kisah kehidupan Helen Keller yang disajikan dalam buku ini dapat menjadi inspirasi siapa pun yang tak ingin tunduk oleh keterbatasan dirinya.”

Demikian bunyi deretan kalimat yang terdapat di sampul belakang sebuah buku-sangat-menarik, yang baru saja terbit, berjudul Wanita Pembawa Cahaya: Helen Keller, Gadis Buta-Tulis-Bisu yang Menginspirasi Dunia. Buku ini ditulis oleh Yuliani Liputo, seorang editor dan penerjemah buku yang sangat berpengalaman. Menurut buku ini lebih jauh—dengan mengutip hasil Polling Gallup— Helen Keller merupakan salah satu dari 18 tokoh di abad ke-20 yang paling dikagumi. Ringkasnya, Helen adalah sosok luar biasa yang berhasil menginspirasi dunia berkat perjuangannya dalam mengalahkan pelbagai keterbatasan yang dimiliki dirinya.

Melihat keberadaan Helen Keller, Yuliani Liputo, sang penulis Wanita Pembawa Cahaya, menyatakan bahwa menuliskan kisah inspiratif tentang Helen Keller berarti memilihkan di antara sekian banyak tulisan yang telah dihasilkan tentang dirinya. Helen sendiri telah menuliskan catatan hariannya semenjak dia bisa menulis pada usia tujuh tahun. Sementara itu, Annie—guru Helen Keller—telah menuliskan catatan tentang pengalamannya mengajar Helen dan perkembangan muridnya itu dengan sangat terperinci melalui surat-suratnya.

Lahir tahun 1880, penyakit yang diderita Helen Keller pada usia 19 bulan membuatnya kehilangan penglihatan dan pendengaran. Kebutaan dan ketulian tak memadamkan semangat hidup dan keingintahuan Helen. Berkat jasa sang guru, Annie Sullivan, bakat dan kecerdasan Helen pun mekar tak terbendung oleh cacatnya. Helen menulis cerita pertamanya pada usia 12 tahun, dan merupakan penderita buta-tuli pertama yang meraih gelar B.A.

Helen Keller kemudian menjadi seorang pembicara dan penulis ternama, dan sebagai seorang aktivis yang tangguh dan gigih—dia berkeliling dunia menentang penindasan perempuan, perang, dan eksploitasi atas kelas pekerja. Pada tahun 1932, Helen dianugerahi gelar doktor kehormatan untuk bidang hukum oleh Universitas Glasgow, Skotlandia. Dalam pidatonya, Helen menyampaikan penghargaan kepada gurunya. Dia berkata:

“Ketika mengingat apa yang telah diberikan seorang manusia yang penuh cinta kepadaku, aku sadari apa yang suatu hari akan terjadi kepada umat manusia ketika hati dan otak bekerja bersama-sama. Itulah sebabnya ada semacam harapan dalam pikiranku saat menerima deklarasi dari Universitas Glasgow bahwa kegelapan dan keheningan tidak perlu menjadi penghalang kemajuan ruh yang abadi".

Takut Kepada Allah

Mungkin kita sering mengucapkan kalimat seperti judul di atas. Lalu apa pemahaman kita tentang maksud kalimat yang kita ucapkan itu? Takut seperti apa? Apakah seperti takut melihat hantu, takut seperti orang yang sedang dikerjar kejar debt collector, khawatir, stress, depresi, takut disadap KPK karena perasaan bersalah telah melakukan korupsi? Atau takut seperti orang yang sedang berhadapan dengan anjing galak? atau takut mati?

Kata takut dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi online di katakan:
takut, yaitu (1) merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana: anjing ini jinak, engkau tidak perlu; (2) takwa; segan dan hormat: hendaklah kita -- kepada Allah; (3) tidak berani (berbuat, menempuh, menderita, dsb): hari sudah malam, aku -- pulang sendiri; (4) gelisah; khawatir (kalau ...): ...”

Dari keempat arti kata yang terdapat dalam kamus tersebut hanya satu yang wakili, yaitu takut dalam pengertian takwa. Kata yang lebih mendekati tepat dari pengertian takwa adalah tunduk, patuh dan taat dengan dasar nalar, kesadaran, pengenalan dan cinta, bukan karena paksaan atau ketidak berdayaan. Takut dalam arti takwa akan melahirkan sebuah sikap/perilaku yang selaras, harmonis, ikhlas, dan rasa nyaman yang muncul secara otomaits inilah akhlakul karimah.

Jika kita merasakan rasa bahasanya, kata takut itu berhubungan dengan perasaan. Jika perasaan itu dasarnya adalah keinginan / hasrat, maka gambarannya seperti berada di tengah kebun/taman bunga di atas bukit yang berudara sejuk lagi segar. Hal seperti ini yang hadir dalam diri adalah kenikmatan dan kesenangan. Sebaliknya takut dasarnya adalah kekhawatiran, kecemasan, maka gambarannya seperti berada pada sebuah tebing yang curam dengan ketinggian 1000 meter di bawahnya terdapat sungai yang dangkal serta dihuni oleh buaya-buaya lapar dan liar. Tapi jika kenikmatan dan kesenangan yang kita rasakan tidak dibarengi oleh kesadaran, nalar dan pengenalan yang berujung cinta akan keterbatasan kenikmatan tersebut saat ini (di dunia), maka yang ada adalah ketakutan dan kekhawatiran akan kehilangan apa yang sedang dirasakannya saat itu. Maka ini tak ubahnya sebagaimana hal yang sebaliknya, yang akan berakhir dengan penderitaan, karena kekhawatiran dan ketakutan.

Jadi agar yang kita dapatkan dari rasa takut adalah kebahagiaan, maka takut itu harus didasari oleh kesadaran, nalar dan pengenalan yang berujung cinta. Maka ungkapan kata takut kepada Allah maksudnya adalah cinta kepada-Nya. Sebuah ketundukan, kepatuhan dan ketaatan yang hadir karena kesadaran, nalar dan pengenalan akan eksistensi-Nya.

Wallaahu a’lam.